Mubadalah.id – Jika merujuk al-Qur’an tentang berbuat kebaikan, maka al-Qur’an menegaskan secara eksplisit bahwa perempuan dan laki-laki dipanggil dan diajak untuk menjadi subjek yang sama dalam semua kebaikan Islam.
Barangkali, hanya al-Qur’an yang secara tegas menyebutkan perempuan sebagai subjek berbarengan dengan penyebutan laki-laki. Kitab-kitab lain mungkin hanya menggunakan kata dan kalimat yang umum dan netral.
Al-Qur’an, lima belas abad yang lalu, sudah melakukan sesuatu yang sekarang sebagai penegasan terpilah dan afirmasi. Bahkan, di dalam teks-teks hadits, juga tidak ditemukan penegasan eksplisit seperti ini.
Karena al-Qur’an menjadi rujukan utama, maka seharusnya keenam ayat tersebut harus menjadi dasar pijakan untuk memahami ayat-ayat dan hadits-hadits mengenai relasi laki-laki dan perempuan.
Yaitu, dasar kesederajatan di mata ajaran-ajaran Allah Swt dalam al-Qur’an dan di mata petuah-petuah Nabi Muhammad Saw dalam hadits.
Dari ayat-ayat al-Qur’an yang Allah Swt turunkan dan teks-teks hadits yang Nabi Muhammad Saw sabdakan dengan tegas dan terang benderang, Islam datang kepada perempuan, sebagaimana datang kepada laki-laki.
Islam meminta masing-masing laki-laki dan perempuan menjadi pribadi yang baik (shalih dan shalihah), mengajak mereka bersama-sama membina rumah tangga yang bahagia (sakinah, mawaddah, dan rahmah).
Serta mendorong mereka bersama-sama membangun masyarakat yang lebih baik (khairu ummah) dan mendirikan hegara yang sentosa (baldah thayyibah), yang berdasarkan pada kemitraan dan kesalingan (awliya ba’dhuhum ‘ala ba’dhin).
Lalu komitmen menghadirkan kebaikan (amar ma’ruf) dan menolak keburukan (nahi mumkar).
Semua ajaran keimanan dan amal shalih dalam Islam adalah datang untuk laki-laki dan perempuan. Bukan untuk salah satu semata, dan meninggalkan yang lain.
Bukan juga untuk memuliakan yang satu, dan menistakan yang lain. Prinsipnya, siapa yang beriman, ia yang dapat kemuliaan. Siapa yang beramal shalih, maka ia yang akan dapat ganjaran pahala dan balasan surga.*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Qiraah Mubadalah.