Sabtu, 30 Agustus 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Gus Dur yang

    Saat Para Pemikir dan Tokoh Agama Bicara Warisan Besar Gus Dur, Membumikan Nilai Kemanusiaan

    Media Alternatif

    Publik Diminta Terus Bersuara sebagai Media Alternatif, Jadi Kekuatan Rakyat Ketika Pemerintah kian Represif

    Keamanan Digital

    TUNAS Learning Space: Asia Centre Tekankan Urgensi Keamanan Digital dalam Penyalahgunaan Data

    Kekerasan

    Orba Jilid II: Kekerasan, Intimidasi, dan Pembungkaman

    DPR

    Alissa Wahid: Rakyat Kerap Dikecewakan oleh DPR dan Pemerintah

    Jaringan Gusdurian

    Jaringan GUSDURian Ingatkan DPR dan Pemerintah, Jatuhnya Korban saat Aksi Demonstrasi Peringatan Serius bagi Demokrasi

    Pendidikan Inklusi

    Pendidikan Inklusi Indonesia Masih Jauh dari Harapan: Mari Belajar dari Finlandia hingga Jepang

    Pendidikan Inklusi

    Pendidikan Inklusi: Jalan Panjang Menuju Sekolah Ramah Disabilitas

    Tunas Gusdurian 2025

    TUNAS GUSDURian 2025 Hadirkan Ruang Belajar Pencegahan Kekerasan Seksual di Pesantren hingga Digital Security Training

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Pendidikan Inklusi di Indonesia

    Menghidupkan Kembali Gagasan Piaget dan Vygotsky dalam Pendidikan Inklusi di Indonesia

    Ketimpangan Gaji Guru

    Ketimpangan Gaji Guru dan Tunjangan DPR, Realitas Negara Penguasa

    Affan Kurniawan

    Hannah Arendt: Antara Affan Kurniawan, Negara, dan Kekerasan

    Anak di Luar Perkawinan

    Benarkah Anak di Luar Perkawinan Berhak Mendapat Nafkah?

    Srikandi Lintas Iman

    Satu Dekade Srikandi Lintas Iman: Peran dan Perjuangan Perempuan Dalam Menjaga Perdamaian

    Berani Gagal

    Berani Gagal: Kunci Awal Meraih Mimpi Besarmu

    Pratama Arhan dan Azizah Salsha

    Perceraian Artis Terjadi Lagi, Kini Pratama Arhan dan Azizah Salsha

    AI

    Pentingnya Etika Digital di Era AI: Kasus Foto Asusila di Cirebon Jadi Peringatan

    Menjadi Perempuan Adalah Cobaan

    “Menjadi Perempuan Adalah Cobaan” Ini Jelas Sesat Logika!

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Janin dari

    Tahapan Pertumbuhan Janin: Dari Mudghah hingga Khalqan Akhar

    Pertumbuhan

    Memahami Proses Pertumbuhan Janin dalam Al-Qur’an

    Perubahan Ibu hamil

    4 Perubahan Fisik dan Psikis yang Dialami Ibu Hamil

    Maulid Nabi

    Maulid Nabi dan Solidaritas Perempuan Lintas Dimensi

    Kekurangan Gizi

    6 Risiko Kekurangan Gizi Pada Masa Kehamilan

    Gizi bayi

    Ketika Kekurangan Gizi pada Ibu Hamil dapat Mengancam Kehidupan Ibu dan Bayi

    gizi

    Empat Sehat Lima Sempurna: Kunci Asupan Gizi Ibu Hamil

    Gizi

    Menjaga Kesehatan Ibu dan Janin melalui Asupan Gizi yang Tepat

    Istri Hamil

    Pentingnya Menjaga Kesehatan Istri Hamil

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Gus Dur yang

    Saat Para Pemikir dan Tokoh Agama Bicara Warisan Besar Gus Dur, Membumikan Nilai Kemanusiaan

    Media Alternatif

    Publik Diminta Terus Bersuara sebagai Media Alternatif, Jadi Kekuatan Rakyat Ketika Pemerintah kian Represif

    Keamanan Digital

    TUNAS Learning Space: Asia Centre Tekankan Urgensi Keamanan Digital dalam Penyalahgunaan Data

    Kekerasan

    Orba Jilid II: Kekerasan, Intimidasi, dan Pembungkaman

    DPR

    Alissa Wahid: Rakyat Kerap Dikecewakan oleh DPR dan Pemerintah

    Jaringan Gusdurian

    Jaringan GUSDURian Ingatkan DPR dan Pemerintah, Jatuhnya Korban saat Aksi Demonstrasi Peringatan Serius bagi Demokrasi

    Pendidikan Inklusi

    Pendidikan Inklusi Indonesia Masih Jauh dari Harapan: Mari Belajar dari Finlandia hingga Jepang

    Pendidikan Inklusi

    Pendidikan Inklusi: Jalan Panjang Menuju Sekolah Ramah Disabilitas

    Tunas Gusdurian 2025

    TUNAS GUSDURian 2025 Hadirkan Ruang Belajar Pencegahan Kekerasan Seksual di Pesantren hingga Digital Security Training

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Pendidikan Inklusi di Indonesia

    Menghidupkan Kembali Gagasan Piaget dan Vygotsky dalam Pendidikan Inklusi di Indonesia

    Ketimpangan Gaji Guru

    Ketimpangan Gaji Guru dan Tunjangan DPR, Realitas Negara Penguasa

    Affan Kurniawan

    Hannah Arendt: Antara Affan Kurniawan, Negara, dan Kekerasan

    Anak di Luar Perkawinan

    Benarkah Anak di Luar Perkawinan Berhak Mendapat Nafkah?

    Srikandi Lintas Iman

    Satu Dekade Srikandi Lintas Iman: Peran dan Perjuangan Perempuan Dalam Menjaga Perdamaian

    Berani Gagal

    Berani Gagal: Kunci Awal Meraih Mimpi Besarmu

    Pratama Arhan dan Azizah Salsha

    Perceraian Artis Terjadi Lagi, Kini Pratama Arhan dan Azizah Salsha

    AI

    Pentingnya Etika Digital di Era AI: Kasus Foto Asusila di Cirebon Jadi Peringatan

    Menjadi Perempuan Adalah Cobaan

    “Menjadi Perempuan Adalah Cobaan” Ini Jelas Sesat Logika!

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Janin dari

    Tahapan Pertumbuhan Janin: Dari Mudghah hingga Khalqan Akhar

    Pertumbuhan

    Memahami Proses Pertumbuhan Janin dalam Al-Qur’an

    Perubahan Ibu hamil

    4 Perubahan Fisik dan Psikis yang Dialami Ibu Hamil

    Maulid Nabi

    Maulid Nabi dan Solidaritas Perempuan Lintas Dimensi

    Kekurangan Gizi

    6 Risiko Kekurangan Gizi Pada Masa Kehamilan

    Gizi bayi

    Ketika Kekurangan Gizi pada Ibu Hamil dapat Mengancam Kehidupan Ibu dan Bayi

    gizi

    Empat Sehat Lima Sempurna: Kunci Asupan Gizi Ibu Hamil

    Gizi

    Menjaga Kesehatan Ibu dan Janin melalui Asupan Gizi yang Tepat

    Istri Hamil

    Pentingnya Menjaga Kesehatan Istri Hamil

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Larangan Perempuan Bekerja, Alarm dari Ruang Sebelah

Di dunia modern kita telah menyaksikan hal yang utopis itu ternyata bisa menjadi kenyataan. Kapan? Yaitu ketika pandangan -pandangan yang bak mimpi itu diturunkan ke dalam kehidupan melalui kekuatan ideologi. Kita pun lalu menyaksikan seorang perempuan seperti Malala dan perempuan perempuan lain di negerinya yang diusir dari peradaban, dari ruang publik, atas nama (ideologi) Islamisme.

Lies Marcoes Natsir Lies Marcoes Natsir
9 Desember 2020
in Aktual, Rekomendasi
0
Larangan Perempuan Bekerja, Alarm dari Ruang Sebelah
298
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Secara berkala, Rumah Kitab melakukan monitoring media dalam isu gender. Temanya bisa apa saja, tergantung isu yang muncul dalam ragam sosial media. Selain soal omong kotor dari seseorang yang dipuja kelompoknya sebagai keturunan Nabi, isu yang termonitor dalam bulan November tahun ini adalah soal larangan perempuan bekerja atau mencari nafkah.

Ungkapan- ungkapan itu muncul dalam ragam platform media sosial seperti twitter, instagram dan facebook. Jumlahnya tak banyak tapi selalu ada setiap harinya. Inti kampanyenya: perempuan tak wajib kerja baik karena mencari nafkah adalah kewajiban lelaki, atau karena di luar rumah iman perempuan gampang goyah, atau perempuan sendiri dianggap sebagai sumber fitnah bagi ruang publik.

Dalam sebuah twitter misalnya, seseorang yang mendakukan diri sebagai ustadz menulis “ Jika suami tak tangguh menafkahi jangan dibantu menutupi kewajibannya, kecuali sementara”. Seorang perempuan dengan nama singkatan AIAD menulis:” Prinsipku sebagai perempuan, bekerja cari uang itu untuk ibadah. Alokasikan dalam hati uang itu untuk orang tua, saudara, untuk sosial. Perihal nafkah, tetep minta suami”.

Masih dalam twitter, seorang lelaki bernama Ferry menulis “ Wanita itu, diam aja jadi fitnah apalagi gerak. Lebih baiknya wanita diam bukanlah perendahan tapi menunjukkan berharganya dia dan betapa ia bisa jadi rebutan yang bermakna fitnah. Itulah mengapa lelaki harus bekerja keras.”

Dalam Facebook, sebuah group Muslimah xxxx yang secara terbuka menyebut diri sebagai kelompok Salafi mengemukakan agrumen yang intinya menghukum sesama muslimah yang aktif di luar rumah. Mereka disebut sebagai perempuan yang membiarkan rumah tangganya menjadi “house of titanic”.

Perannya di publik mereka nilai akan dengan sendirinya membuat rumah tangga terbengkalai dan berantakan meskipun tampak dari luar sangat indah dan mewah. Mereka menghukum perempuan serupa ini sebagai ibu yang gagal dalam mendidikkan anak-anak perempuan mereka menjadi calon ummun wa robbatul bait ( Ibu dan pengurus rumah tangga).

Dalam instagram dengan gambar-gambar lucu tapi tidak realistis terdapat sebuah diagram yang pusatnya gambar perempuan bertoga. Diseputar gambar itu terdapat ungkapan ”Perempuan boleh kok bekerja asal : mendapat izin wali, berpakaian sesuai syariat, aman dari fitnah, ditemani muhrim saat safar (bepergian).”

Dalam instagram lainnya terdapat diagram yang menggabarkan hal-hal yang membuat perempuan sebagai penangguk dosa: tabarruj (bersolek), tatapan mata, ikhtilat (bercampur dengan lelaki), jabat tangan, suara, aurat. Intinya instagram itu hendak menyatakan dari sudut pandang manapun, perempuan itu akan tetap jadi pendosa sepanjang mereka berada di ruang publik bahkan untuk bekerja sekalipun. Instagram itu kemudian ditutup dengan tawaran solusi:“ Ukhti kembalilah ke rumah!”. “Ukhti berusahalah sekuatnya untuk menghindari fitnah.”

Bagi umat Islam Indonesia, ungkapan yang mengajak perempuan tinggal di rumah dan tak perlu bekerja itu ungkapan yang aneh dan utopis. Anak bangsa di negeri ini yang mayoritas keluarga Muslim sebagian besar anak petani dari dari tradisi agraris dan perdagangan. Lelaki dan perempuan senantiasa ada dalam kedua dunia itu- dari hulu sampai hilir.

Di dunia itu perempuan bekerja baik untuk memenuhi kebutuhannya sendiri maupun untuk mencari nafkah. Berkat pendidikan, ragam peluang bagi perempuan untuk bekerja pun terbuka luas. Mereka dapat mengerjakan apa saja yang lelaki kerjakan apalagi pekerjaan yang dianggap sebagai perpanjangan tugas mereka di rumah. Melampaui keterbatasan peran tradisionalnya, mereka bekerja dalam sektor apapun sesuai dengan pendidikan, peluang dan kepintarannya.

Tempat mereka bekerja pun tak lagi (hanya) di sawah ladang dan di pasar melainkan di sektor industri manufaktur, transportasi, profesi dan jasa serta pelayanan. Mereka bisa merantau nun jauh ke ujung bumi dengan mengandalkan tenaga, ketelatenan, keterampilan, keahlian, kecakapan, dan kepintarannya.

Seorang perempuan muda dari Makassar menjadi seorang ahli IT di pabrik mobil Marcedez di Aachen Jerman (itu anak teman saya Nina Basira). Perempuan- perempuan muda lainnya menjadi ahli biomedis di laboratorium bergengsi di Jepang dan Eropa. Masih banyak profesi lain yang mengandalkan kecerdasan mereka di dunia internasional yang dapat diduduki anak perempuan kita.

Pun termasuk yang mengandalkan tenaga dan welas asih kepada keluarga majikannya sebagai ART atau baby sitter atau perawat lansia. Saya kerap menyaksikan youtube mereka yang menyajikan gambaran pengalaman mereka sebagai ART atau perawat lansia di Hongkog, Taiwan, Jepang, Korea, Timur Tengah atau di negara tetangga Mayasia dan Singapura. Mereka fasih menggunakan bahasa lokal di tempat mereka bekerja dan diperlakukan sangat baik oleh keluarga majikannya.
Namun, ungkapan-ungkapan yang menolak atau meminta perempuan tinggal di rumah, dan sepenuhnya berharap kepada nafkah suami, bukanlah isapan jempol. Dan ketika membaca nama-nama yang mengunggahnya jelas sekali mereka bukankah manusia gua atau datang dari negara dengan tradisi yang membatasi secara sangat ketat peran perempuan di ruang publik seperti Saudi Arabia.

Nama- nama mereka sangat Indonesia seperti Euis, Dinar, Asep, Fery, Dedi, Santoso, atau paling jauh bernama Arab Indonesia Maryatun, Aminah, Habibah, Siti Rahmah, Laila, Ahmad, Somad, Mahmud, Ucup dan seterusnya. Itu artinya mereka niscaya datang dari keluaga yang ayah ibunya, atau ayahnya, atau ibunya bekerja untuk menyekolahkan mereka.

Secara logis kita patut menduga orang tua mereka tentu berharap agar anak perempuan yang mereka biayai pendidikannya itu akan mengamalkan ilmunya, dan secara otomatis mendapatkan pekerjaan serta mampu mandiri secara ekonomi. Jadi racun ajaran fundamentalis macam apa hingga mereka bisa kelenger seperti itu?

Tentu saja dengan mudah kita juga dapat mematahkan argumen mereka. Memangnya semua lelaki sanggup menjadi pencari nafkah? Atau memangnya semua perempuan berpasangan atau menikah seumur hidupnya sehingga bisa mengharap curahan nafkah dari suaminya? Bagaimana dengan perempuan lajang?

Tapi dalil bahwa ruang publik itu tidak aman bagi perempuan, sebetulnya tak salah-salah amat. Tempat di mana mereka bekerja rentan pelecehan verbal atau fisik, perempuan diupah lebih rendah, menjadi sasaran eksploitasi maksimal. Singkatnya secara umum perempuan masih mengalami dehumanisasi di ruang publik.

Masalahnya, alih-alih menuntut tempat kerja yang aman, nyaman dan ramah terhadap perempuan dengan dasar argumen bahwa bekerja adalah hak dan ftrah, mereka menuntut perempuan untuk menutup diri baik fisik atau simbolik untuk mengatasi kejahatan di runag publik. Sambil bergelayut (semata-mata) kepada teks, mereka bersikeras bahwa tempat perempuan adalah di rumah.

Dengan demikian secara ekspisit mereka mengakui, ruang publik sebagai sasana adu kejantanan bagi para pejantan. Artinya mereka membenarkan dan menganggap bahwa lelaki di ruang publik itu pada dasarnya kucing garong, apapun diembat tak terkecuali dengan mencuri pandang kepada tubuh perempuan. Sungguh kasihan suami, ayah dan anak lelaki mereka yang telah dididik dengan mengorbankan diri tidak bekerja demi mendidik anak.

Asumi paralelal dari anggapan ruang publik itu neraka, mereka menganggap rumah adalah surga. Seolah mereka tak pernah bertemu dengan perempuan korban kekerasan di dalam rumah, anak korban kebiadaban orang tua, atau ART korban kekerasan majikan. Betapapun tidak realistisnya ujaran-ujaran mereka tentang tak wajibnya perempuan bekerja, saya ingin bercermin kepada sejarah berbagai bangsa.

Di dunia modern kita telah menyaksikan hal yang utopis itu ternyata bisa menjadi kenyataan. Kapan? Yaitu ketika pandangan -pandangan yang bak mimpi itu diturunkan ke dalam kehidupan melalui kekuatan ideologi. Kita pun lalu menyaksikan seorang perempuan seperti Malala dan perempuan perempuan lain di negerinya yang diusir dari peradaban, dari ruang publik, atas nama (ideologi) Islamisme. Jadi pandangan mereka memang seperti utopia, namun berubah menjadi dering alarm yang terdengar sayup menuju nyaring dari ruang sebelah. []

Tags: islamismelies marcoesmedia sosialperempuan bekerjarumah kitab
Lies Marcoes Natsir

Lies Marcoes Natsir

Peneliti senior pada Kreasi Prasasti Perdamaian. Bisa dihubungi melalui Liesmarcoes17@gmail.com

Terkait Posts

Tung Tung Sahur
Uncategorized

Fenomena Tung Tung Sahur dan Konten Tak Ramah Anak

1 Agustus 2025
S-Line
Personal

S-Line dan Pubertas Digital: Saat Tren Media Sosial Menjadi Cermin Krisis Literasi Seksual

29 Juli 2025
Tren S-Line
Publik

Refleksi Tren S-Line: Bagaimana Jika Dosa Kita Terlihat Jelas Atas Kepala?

27 Juli 2025
Fomo Trend S-Line
Personal

Mari Membahas Bersama Fomo Trend S-Line

26 Juli 2025
Ahmad Dhani
Publik

Ahmad Dhani dan Microaggression Verbal pada Mantan Pasangan

5 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital
Personal

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Affan Kurniawan

    Hannah Arendt: Antara Affan Kurniawan, Negara, dan Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Orba Jilid II: Kekerasan, Intimidasi, dan Pembungkaman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketimpangan Gaji Guru dan Tunjangan DPR, Realitas Negara Penguasa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghidupkan Kembali Gagasan Piaget dan Vygotsky dalam Pendidikan Inklusi di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • TUNAS Learning Space: Asia Centre Tekankan Urgensi Keamanan Digital dalam Penyalahgunaan Data

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menghidupkan Kembali Gagasan Piaget dan Vygotsky dalam Pendidikan Inklusi di Indonesia
  • Saat Para Pemikir dan Tokoh Agama Bicara Warisan Besar Gus Dur, Membumikan Nilai Kemanusiaan
  • Ketimpangan Gaji Guru dan Tunjangan DPR, Realitas Negara Penguasa
  • Publik Diminta Terus Bersuara sebagai Media Alternatif, Jadi Kekuatan Rakyat Ketika Pemerintah kian Represif
  • Hannah Arendt: Antara Affan Kurniawan, Negara, dan Kekerasan

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID