• Login
  • Register
Rabu, 25 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Lebih Dari Sekadar Kuat: Laki-laki Juga Membutuhkan Ruang untuk Didengar dan Dimengerti

Ketika laki-laki terus-menerus menekan emosi, mereka menjadi sulit untuk menjalin hubungan yang intim dan mendalam.

Muhammad Syihabuddin Muhammad Syihabuddin
08/01/2025
in Personal
0
Laki-laki Juga Membutuhkan Ruang

Laki-laki Juga Membutuhkan Ruang

727
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam masyarakat kita, laki-laki sering kali dihadapkan pada tuntutan sosial yang berat, di mana mereka kita harapkan menjadi pribadi yang kuat, tangguh, dan tidak menunjukkan kelemahan. Stereotip semacam ini menciptakan batasan emosional yang membuat laki-laki kesulitan mengekspresikan perasaan mereka.

Padahal, seperti halnya perempuan, laki-laki juga membutuhan ruang untuk didengar, dipahami, dan dimengerti. Jargon ‘laki-laki tidak bercerita, tapi…’ merupakan hal yang menurut saya kurang pas dalam memberikan ruang bagi laki-laki untuk mengungkapkan diri mereka.

Dengan begitu, penting dalam memahami tantangan emosional yang laki-laki hadapi. Dampak dari tekanan sosial, pentingnya membangun komunikasi yang sehat, hingga langkah-langkah praktis untuk menciptakan ruang pemahaman.

Tantangan Emosional yang Dihadapi Laki-laki

Sejak usia dini, banyak laki-laki kita ajarkan untuk menekan emosi mereka. Ungkapan seperti “laki-laki tidak boleh menangis” atau “jangan lemah” sering kali tertanamoleh lingkungan keluarga dan masyarakat. Akibatnya, laki-laki tumbuh dengan keyakinan bahwa menunjukkan emosi adalah tanda kelemahan. Kondisi ini menciptakan tekanan internal yang berisiko tinggi terhadap kesehatan mental mereka.

Laki-laki yang merasa tidak memiliki ruang untuk mengekspresikan emosi cenderung mengalami stres, kecemasan, dan depresi. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa tingkat bunuh diri di kalangan laki-laki lebih tinggi daripada perempuan.

Baca Juga:

Bagaimana Mubadalah Memandang Fenomena Perempuan yang Menemani Laki-laki dari Nol?

Bias Kultural dalam Duka: Laki-laki Tak Boleh Sepi, Perempuan Harus Mengisi

Membedah Hakikat Berkeluarga Ala Kyai Mahsun

Kebaikan Yang Justru Membunuh Teman Disabilitas

Salah satunya karena mereka merasa kesulitan untuk mencari dukungan emosional. Padahal, mengungkapkan perasaan dan mendapatkan pemahaman dari orang lain dapat menjadi cara efektif untuk mengurangi beban mental.

Dampak Tekanan Sosial terhadap Laki-laki

Tekanan sosial untuk tampil kuat dan maskulin menyebabkan banyak laki-laki merasa harus menyembunyikan perasaan mereka. Mereka takut terhakimi atau kita anggap lemah jika terlalu terbuka tentang apa yang mereka rasakan. Hal ini tidak hanya memengaruhi hubungan mereka dengan orang lain tetapi juga memperburuk kondisi emosional mereka.

Dalam hubungan pribadi, baik itu dengan pasangan, teman, maupun keluarga, ketidakmampuan laki-laki untuk mengungkapkan perasaan dapat menciptakan jarak emosional. Ketika laki-laki terus-menerus menekan emosi, mereka menjadi sulit untuk menjalin hubungan yang intim dan mendalam. Mereka mungkin terlihat baik-baik saja di luar, tetapi di dalam, mereka merasa kesepian dan tidak kita mengerti.

Selain itu, tekanan sosial yang terus-menerus dapat membuat laki-laki mengembangkan mekanisme pertahanan berupa agresi atau sikap dingin. Hal ini sering kita salahpahami sebagai sikap acuh tak acuh. Padahal sebenarnya mereka sedang berjuang dengan beban emosional yang besar.

Pentingnya Membangun Komunikasi yang Sehat

Salah satu cara untuk mengatasi tantangan emosional dan tekanan sosial yang laki-laki alami adalah dengan membangun komunikasi yang sehat. Komunikasi yang terbuka dan saling menghargai sangat penting untuk menciptakan ruang di mana laki-laki merasa nyaman berbicara tentang perasaan mereka.

Bagi pasangan atau keluarga, penting untuk mendengarkan tanpa menghakimi ketika laki-laki mulai berbagi perasaan. Terkadang, laki-laki juga membutuhkan ruang tidak hanya mencari solusi instan. Melainkan hanya ingin didengar dan dimengerti. Dengan menciptakan lingkungan yang aman dan suportif, laki-laki akan lebih mudah membuka diri dan merasa kita hargai.

Selain itu, membangun komunikasi yang sehat juga berarti mengajarkan laki-laki sejak kecil bahwa mengekspresikan emosi adalah hal yang normal dan manusiawi. Menghapus stigma terhadap ekspresi emosi laki-laki adalah langkah awal yang krusial untuk menciptakan generasi yang lebih sehat secara emosional.

Langkah-Langkah Praktis untuk Menciptakan Ruang Pemahaman

Ada beberapa langkah praktis yang bisa kita lakukan untuk menciptakan ruang di mana laki-laki merasa terdengar dan kita mengerti:

Menghargai Kerentanan: Ketika laki-laki menunjukkan sisi rentan mereka, hargai usaha tersebut dan berikan respons yang positif. Jangan meremehkan atau mengabaikan perasaan mereka.

Mendorong Diskusi Terbuka: Ajak laki-laki dalam diskusi tentang perasaan dan emosinya. Tanyakan dengan tulus bagaimana perasaan mereka dan dengarkan tanpa menginterupsi.

Menjadi Pendengar yang Baik: Salah satu cara terbaik untuk menciptakan ruang pemahaman adalah dengan menjadi pendengar yang baik. Hindari memberikan nasihat jika tidak diminta dan fokus pada mendengarkan.

Menghapus Stigma Maskulinitas: Mulailah membangun kesadaran di masyarakat bahwa laki-laki memiliki hak yang sama untuk mengekspresikan emosi. Kampanye atau edukasi mengenai pentingnya kesehatan mental laki-laki dapat membantu menghapus stigma ini.

Menyediakan Dukungan Profesional: Dorong laki-laki untuk mencari bantuan profesional jika kita perlukan. Konseling atau terapi dapat menjadi sarana efektif untuk mengelola emosi dan meningkatkan kesehatan mental.

Lebih dari sekadar kuat, laki-laki adalah manusia dengan perasaan yang nyata dan kompleks. Mereka juga memiliki kebutuhan untuk kita dengar, kita pahami, dan kita mengerti.

Menghapus stigma maskulinitas yang berlebihan dan menciptakan ruang untuk komunikasi yang sehat adalah langkah penting menuju masyarakat yang lebih empatik dan peduli. Ketika laki-laki merasa kita dukung dan kita hargai, mereka akan mampu menjalani hidup dengan lebih seimbang, bahagia, dan produktif.

Sudah saatnya kita semua, baik laki-laki maupun perempuan, bersama-sama menciptakan lingkungan yang lebih terbuka dan penuh pengertian. []

Tags: berceritaBunuh DiriKesehatan MentalkomunikasiLaki-laki Juga Membutuhkan RuangRelasi
Muhammad Syihabuddin

Muhammad Syihabuddin

Santri dan Pembelajar Instagram: @syihabzen

Terkait Posts

Menemani Laki-laki dari Nol

Bagaimana Mubadalah Memandang Fenomena Perempuan yang Menemani Laki-laki dari Nol?

25 Juni 2025
Bias Kultural

Bias Kultural dalam Duka: Laki-laki Tak Boleh Sepi, Perempuan Harus Mengisi

24 Juni 2025
Mau Menikah

Bukan Tak Mau Menikah, Tapi Realitas yang Tak Ramah

24 Juni 2025
Spiritual Awakening

Spiritual Awakening : Kisah Maia dan Maya untuk Bangkit dari Keterpurukan

23 Juni 2025
Teman Disabilitas

Kebaikan Yang Justru Membunuh Teman Disabilitas

21 Juni 2025
Jangan Bermindset Korban

Bukan Sekadar “Jangan Bermindset Korban Kalau Ingin Sukses”, Ini Realita Sulitnya Jadi Perempuan dengan Banyak Tuntutan

21 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bias Kultural

    Bias Kultural dalam Duka: Laki-laki Tak Boleh Sepi, Perempuan Harus Mengisi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membongkar Dalil Lemah di Balik Khitan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus Francisca Christy: Ancaman Kekerasan di Era Digital itu Nyata !!!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Berbagi dan Selfie: Mengkaji Etika Berbagi di Tengah Dunia Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingkah Melabeli Wahabi Lingkungan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mengurai Bias Fitnah Perempuan dalam Wacana Keislaman
  • Sebutir Nasi sebagai Simbol Keadilan
  • Khitan Perempuan: Upaya Kontrol atas Tubuh Perempuan
  • Bagaimana Mubadalah Memandang Fenomena Perempuan yang Menemani Laki-laki dari Nol?
  • Membangun Kehidupan yang Sehat Dimulai dari Keluarga

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID