Mubadalah.id – Kata miskin berasal dari kosakata bahasa Arab. Dalam al-Qur’an miskin -berikut derivasinya disebut sebanyak 69 kali, dua puluh tiga di antaranya bermakna kemiskinan sebagaimana umum dipahami.
Secara literal al-Raghib al-Ishfahani mengartikan miskin dengan sesuatu yang tetap, tidak bergerak. Makna tersebut memberi arti bahwa orang miskin (laki-laki dan perempuan) adalah orang yang tidak mampu melakukan apa-apa, tidak bisa bergerak, dan tidak berdaya.
Ketidakmampuan bergerak boleh jadi disebabkan karena kemalasan, atau tidak ada peluang untuk bergerak, atau karena faktor lainnya yang membuatnya tidak bisa bergerak.
Sementara miskin dalam pengertian sehari-hari adalah man la yajid ma yakfihi (seseorang yang tidak dapat memperoleh sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya).
Dalam percakapan sehari-hari, kata miskin sering bergandengan dengan kata fakir (fakir-miskin). Kedua kata ini (fakir dan miskin) pada prinsipnya memiliki arti sama, tetapi berbeda pada sisi kualifikasinya.
Ibnu Jarir al-Thabari mengatakan bahwa fakir adalah orang yang sangat membutuhkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun dapat menahan diri dari meminta-minta. Sementara miskin adalah orang yang sangat membutuhkan sesuatu untuk hidup dengan meminta-minta.
Definisi al-Thabari di atas menunjukkan bahwa kemiskinan memiliki kualifikasi lebih berat daripada kefakiran. Berbeda dari definisi tersebut, terdapat pandangan lain yang memberikan arti sebaliknya, yaitu fakir lebih berat daripada miskin.
Terlepas dari perbedaan makna miskin dan fakir, terdapat kesepakatan di kalangan ulama yang menyatakan bahwa kedua kategori ini merupakan kelompok masyarakat yang berhak memperoleh zakat.
Dalam kerangka yang lebih luas, al-Qur’an menyebut orang-orang miskin sebagai bagian dari kelompok al-Mustadh’afin, orang-orang yang lemah atau dilemahkan. Sesungguhnya, fakta kemiskinan saat ini mungkin menjadi yang paling banyak adalah perempuan rasakan dan alami. []