Mubadalah.id-Indonesia jadi negeri dengan tingkat keberagaman yang tinggi mulai dari suku, agama, bahasa dan juga ras. Ada beragam potensi yang Indonesia miliki dengan adanya keberagaman ini. Dari adanya keberagaman tidk menutup kemungkinan memiliki beragam tantangan. Walau demikian, keberagaman yang negeri ini miliki dapat terus karena semboyan bhineka tunggal ika yang maknanya berbeda-beda tapi tetap satu jua.
Makna Hari Raya dan Keberagaman
Suasana ketika hari raya jadi salah satu momen dalam menjaga keberagaman. Sama halnya dengan suasana bulan Ramadan dan Idulfitri. Perayaannya secara religi mungkin hanya umat muslim rasakan, tetapi secara sosial perayaannya dirasakan oleh semua kalangan tanpa memandang perbedaan agama. Di mana mereka pastinya menunggu momen-momen ketika hari raya. Beragam kenangan, pertemuan, hingga keberagaman momen hari raya dapat kita lihat berseliweran di media sosial.
Hal tersebut jadi salah satu usaha dalam menjaga keberagaman. Walau demikian, tidak menutup kemungkinan semua makna hari raya dapat menjadi wadah dalam menjaga keberagaman di Indonesia. Hal ini sering kita sebut sebagai toleransi antar agama, yang tetap memiliki batas dalam beragama tetapi menjaga kerukunan dalam keberagaman.
Sama halnya dengan hadis riwayat Ibnu Abbas, yang menyatakan bahwa ketika Rasullulah ditanya mengenai agama mana yang paling dicintai oleh Allah. Rasullulah menjawab dengan Al-Hanafiyah As-Samhah yang artinya agama yang tidak mendiskriminasi yang lain dan juga menjunjung tinggi toleransi.
Makna Hari Raya dan Toleransi
Pemaknaan toleransi sendiri secara luas menurut Syeikh Wahbah Az-Zuhaili meliputi lima hal yang meliputi persaudaraan, penghormatan, kesetaraan hingga kebebasan. Dan dari lima hal tersebut, arti toleransi bukan hanya sampai batas menghormati saja, tapi hingga memberi ruang dalam keberagaman agama yang ada.
Kembali mengingat beberapa momentum Ramadan dan Idulfitri yang sudah kita lewati tahun ini. Tingkat toleransi dan juga kerukunan dalam momentum keduanya sangat tampak dan bahkan ramai di media sosial. Bukan hanya ketika perayaannya yang sama dengan perayaan agama lain, seperti perayaan nyepi oleh umat Hindu dan Paskah oleh umat Kristiani. Tetapi terkait nuansa dan juga kebersamaan yang terasa.
Beragam Bentuk Toleransi
Salah satunya seperti fenomena “war takjil” yang ramai ketika Ramadan tahun ini. Artinya sebagai simbol toleransi antar agama. Walau fenomena ini muncul dengan balutan komedi, tapi tidak melunturkan eksistensinya. Sama halnya dengan melakukan trend buka bersama atau bukber oleh teman-teman non muslim.
Mereka ingin merasakan suasana bukber, hingga muncul trend tersebut. Begitu pula dengan beberapa gereja yang membuka halamannya untuk parkir ketika salat Idulfitri. Atau bahkan pelaksanaan salat Idulfitri lalu di halaman gereja Kota Malang.
Contoh tadi hanya sedikit hal dari banyaknya usaha tokoh agama maupun masyarakat dalam menjaga toleransi. Setiap tokoh agama dari semua agama punya kewajiban dalam menjaga toleransi. Dan harapannya, para penggeliat media sosial juga melakukan tindakan yang selaras untuk menjaga toleransi. Seperti dengan tidak menambahkan unsur lain dalam trend terkait toleransi seperti hinaan atau sesuatu yang bermakna bias.
Toleransi dalam keberagaman bangsa memang harus selalu dilestarikan. Dan menghargai setiap perayaan di masing-masing agama juga jadi salah satu usaha dalam menjaga keberagaman ini. Toleransi memang bukan hal baru, tetapi selalu menjaganya adalah tugas yang berkelanjutan. Karena sebagai bangsa dengan keberagaman Indonesia dapat jadi kiblat dari keberhasilan dalam keberagaman di seluruh dunia. []
