• Login
  • Register
Senin, 26 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Makna Silaturahmi dalam Ber-medsos

Ulil Abshar Abdala Ulil Abshar Abdala
02/07/2020
in Featured, Pernak-pernik, Publik
0
94
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Ini mungkin hal sepele, tetapi saya yakin punya manfaat yang besar dalam pergaulan sosial di era digital. “Ini” itu maksud saya adalah apa yang akan saya tulis di bawah ini.

Semua orang tahu manfaat silaturahmi dalam kehidupan sehari-hari, kehidupan di luar ruang maya. Tetapi keadaan berubah: sekarang ruang maya, internet, sudah menjadi “dunia baru” yang statusnya kadang lebih penting daripada dunia riil, dunia off-line. Karena itu, kita harus memikirkan bagaimana cara menerjemahkan tata cara silaturahmi dalam dunia digital ini.

Kaidah penting dalam kehidupan bermasyarakat adalah “tulung-tinulung,” saling membantu, yang kalau diterjemahkan secara luas, maknanya sederhana: mubadalah (ini bahasanya Kang Faqih Abdul Kodir), atau resiprokalitas.

Terjemahan prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari adalah: Kalau tetangga pernah mengirim kopi ke kita, ya kita harus mengirim sesuatu ke dia di lain saat. Ndak ada kewajiban untuk membalas kebaikan orang lain sih. Tetapi begitulah adat yang berlaku di masyarakat.

Jika semua anggota masyarakat memahami prinsip ini, semua orang lega, “bebrayan” menjadi enak. Jika ada warga yang mau “enak sendiri”, maunya menerima “keuntungan sosial” tapi tidak bersedia memberi kontribusi, pastilah orang ini akan jadi gegunjingan. Dalam ilmu sosiologi, orang yang mau “gratisan sosial” seperti ini disebut “free rider”, penumpang gratisan.

Baca Juga:

Membangun Keluarga Sakinah: Telaah Buku Saku Keluarga Berkah

Melihat Lebih Dekat Dampak dari Pernikahan Anak

Tantangan Difabel: Aku Tidak Berbeda, Hanya Hidup dengan Cara yang Berbeda

Menjadi Perempuan dengan Leluka yang Tak Kutukar

Tidak bisa hidup bebrayan tegak dengan sikap “numpang gratisan” terus-terusan seperti ini. Lama-lama, orang-orang lain yang susah-payah mau “bayar iuran,” akan “ilfil”, jengkel, dan bebrayan jadi ambyar. Bebrayan dalam dunia medsos seharusnya menganut prinsip yang sama. Pertama: prinsip tidak boleh nyakiti orang lain. Kedua: prinsip “kalau-dibaik-baiki-ya-mesti-membalas-balik-kebaikan-itu”.

Berdasar prinsip inilah dulu sekali saya pernah menganjurkan, agar kita bersedekah “like” kepada status teman-teman di fb. Ini sedekah yang nilainya tidak kecil lho. Hidup seseorang bisa saja seharian menjadi riang-gembira, fafa-fufu-nyanyi-nyanyi, karena satu “like” yang kita berikan. Siapa tahu, ya kan?

Tetapi jika kita diberikan “like” oleh seseorang, ya sesekali kita juga harus membalas balik “like” orang itu. Inilah baru namanya mubadalah, tulung-tinulung, resiprokalitas. Kalau maunya di-like terus, tetapi ndak mau me-like orang lain, itu namanya ya apa yaaa…

Saya paling senang jika membaca status yang lewat di timeline saya dan sama sekali belum ada “like”-nya. Saya biasanya akan langsung memberikan like. Saya senang menjadi orang pertama yang me-“like”. “Like” pertama, saya yakin, pahalanya lebih besar dari “like” yang datang belakangan, kira-kira sama dengan jumatan di shaf pertama lah. 

Atau, jika ada status yang fakir like, saya biasanya akan buru-buru “sok-baik-hati” menambahkan like untuknya; tentu jika kebetulan status itu lewat di timeline saya. Syarat: asal status itu isinya tidak mengandung provokasi atau madarrat. Apapun isinya.

Penyakit paling berbahaya dalam medsos adalah narsisisme, atau kalau di-Jawa-kan: “pek enake dhewe; maunya dikasih “like” oleh orang lain, tetapi tidak pernah mau berbuat yang sama kepada orang-orang yang sudah berbaik-hati kepada dia.

Pengertian sederhana ini mungkin dianggap sepele. Tetapi inilah hal-hal yang sejatinya membuat hidup bebrayan menjadi enak, karena orang-orang saling tahu diri, saling memberikan dukungan kepada yang lain.

Prinsip ini semua tidak hanya berlaku untuk masalah “like”, tetapi untuk sesuatu yang lebih “serius” lagi, misalnya komentar. Jika status kita beruntung diberikan komentar, minimal kita respon dengan me-like respon orang itu. Kalau sempat, ya akan lebih afdol kalau kita komentari balik, minimal kita memberi ucapan “terima kasih”, plus emoticon. 

Daaaaan…, sesekali status orang-orang yang sudah pernah memberi komentar kepada kita, ya kita komentari balik, walau hanya dengan kata sederhana: MANTAP, KEREN, atau LanjutKEN. 

Ini semua mungkin tampak sepele, remeh temeh, receh, tetapi percayalah, komentar singkat yang mungkin bagi kita sepele, namun bagi yang menulis status, itu bisa bermakna besar, bahkan mengubah hidup dia selama berminggu-minggu. 

Lha gimana, kalau misalnya Mas Abdul Gaffar Karim di-“like” atau apalagi dikomentari oleh, misalnya (ini misal lho ya), Dian Sastro, apa nggak langsung hidupnya beliau terang benderang selama tiga setengah hari.  Inilah, dalam bayangan saya, terjemahan dari ajaran silaturahmi dalam konteks medsos itu. Kalau sampeyan tidak sepakat, ya tidak apa-apa. []

Ulil Abshar Abdala

Ulil Abshar Abdala

Terkait Posts

Pernikahan Anak

Melihat Lebih Dekat Dampak dari Pernikahan Anak

25 Mei 2025
Tantangan Difabel

Tantangan Difabel: Aku Tidak Berbeda, Hanya Hidup dengan Cara yang Berbeda

25 Mei 2025
Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Tegaskan Eksistensi Keulamaan Perempuan

24 Mei 2025
ihdâd

Ihdâd: Pengertian dan Dasar Hukum

24 Mei 2025
Ulama perempuan Indonesia

Bulan Kebangkitan: Menegaskan Realitas Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

24 Mei 2025
Kekerasan

Kasus Pelecehan Guru terhadap Siswi di Cirebon: Ketika Ruang Belajar Menjadi Ruang Kekerasan

24 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pernikahan Anak

    Melihat Lebih Dekat Dampak dari Pernikahan Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membangun Keluarga Sakinah: Telaah Buku Saku Keluarga Berkah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menjadi Perempuan dengan Leluka yang Tak Kutukar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tantangan Difabel: Aku Tidak Berbeda, Hanya Hidup dengan Cara yang Berbeda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Tegaskan Eksistensi Keulamaan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membangun Keluarga Sakinah: Telaah Buku Saku Keluarga Berkah
  • Melihat Lebih Dekat Dampak dari Pernikahan Anak
  • Tantangan Difabel: Aku Tidak Berbeda, Hanya Hidup dengan Cara yang Berbeda
  • Menjadi Perempuan dengan Leluka yang Tak Kutukar
  • Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Tegaskan Eksistensi Keulamaan Perempuan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version