• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Mari Belajar Toleransi dari Candi Cangkuang dan Makam Arif Muhammad

Mama Arief Muhammad yang santun, sesuai dengan budaya yang mencerminkan pandangannya yang positif terhadap tradisi lokal termasuk Hindu

Andri Nurjaman Andri Nurjaman
24/08/2023
in Publik
0
Candi Cangkuang dan Makam Arif Muhammad

Candi Cangkuang dan Makam Arif Muhammad

904
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id– Fakta sejarah menunjukkan bahwa nenek moyang kita sudah mengamalkan ajaran toleransi di masa lalu. Adalah Candi Cangkuang salah satu tinggalan dari peradaban Hindu yang berdampingan dengan makam seorang ulama Muslim bernama Eyang Arif Muhammad. Peninggalan bersejarah itu berlokasi di Garut Jawa Barat.

Keduanya merupakan peninggalan masa lalu. Di mana yang menjadi bukti nyata sikap toleransi leluhur masyarakat Sunda yang layak menjadi sebuah tauladan bagi umat manusia hari ini. Khususnya dalam hal kehidupan beragama di Indonesia yang heterogen.

Profil Candi Cangkuang

Satu-satunya candi di kawasan Priangan Timur adalah Candi Cangkuang, sebuah bangunan bersejarah dan pusat peribadadatan umat Hindu yang terdapat patung Siwa dan terletak di Kampung Pulo, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Di mana posisinya ini  yang bersebelahan dengan makam Embah Dalem Eyang Arif Muhammad, seorang tokoh yang menyebarkan agama Islam.

Tim peneliti Harsoyo dan Uka Tjandrasasmita pertama kali mengamati bangunan Candi ini pada 9 Desember 1966. Lalu dari tahun 1967 hingga 1968, mereka melakukan penelitian dan penggalian. Baru pada tahun 1974 hingga 1976 melakukan pemugaran atas bangunan Candi tersebut. Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Lampung bertugas mengawasi Candi Cangkuang ini.

Tanaman Cangkuang

Adapun nama “Cangkuang” berasal dari nama desa tempat Candi tersebut berada yang memang banyak terdapat tanaman cangkuang. Cangkuang sendiri adalah nama tanaman sejenis pandan dengan nama latin pandanus furcatus. Di mana tanaman ini juga banyak terlihat pada sekitar komplek makam Eyang Dalem Arif Muhammad sebagai leluhur kampung adat Pulo.

Baca Juga:

Alarm Bahaya Pencabulan Anak: Belajar dari Kasus Keluarga di Garut

Konsep Kesalingan dalam Filosofi Budaya Sunda

Eko-Theologi Masyarakat Adat Sunda

Menguak Nilai-nilai Kesalingan dalam Tradisi Sawer Pengantin Sunda

Salah satu mamfaat dari tanaman cangkuang adalah sebagai obat herbal. Daun pucuk dan buah mudanya berkhasiat sebagai obat pencahar, sedangkan buah yang matang bersifat anti oksidan. Lalu tunasnya bisa untuk mengobati batuk, dan sari daunnya bisa untuk menyembuhkan penyakit diare dan disentri.

Lalu tak jauh dari makan Eyang Arif Muhammad, terdapat sebuah joglo yang berfungsi sebagai museum untuk menyimpan peninggalan budaya Garut, khususnya peninggalan dari Eyang Arif Muhammad tersebut. Salah satu peninggalannya adalah mushaf Al-Qur’an yang terbuat dari daun lontar yang tersimpan baik di museum.

Kampung Adat Pulo

Candi Cangkuang terletak di tengah Danau Cangkuang, dan di dekatnya terdapat sebuah kampung adat bernama kampung Adat Pulo, salah satu kampung adat Sunda. Pada kampung adat Pulo tersebut terdapat hanya ada enam rumah dan satu masjid.

Tujuh bangunan ini menjadi perlambangan dari putera dan puteri dari Eyang Arif Muhammad tersebut. Adapun satu masjid melambangkan salah satu putra Eyang Arif Muhammad, dan enam rumah melambangkan enam putrinya, aturan adat di kampung adat Pulo adalah hanya satu kepala keluarga yang boleh tinggal di sebuah rumah dalam kurun satu waktu.

Kampung adat Pulo, seperti halnya kampung adat yang lain, juga memiliki sejumlah pantangan atau larangan. Yaitu tidak boleh berziarah pada hari Rabu, tidak boleh memukul gong dari perunggu besar, tidak boleh juga membangun rumah dengan atap prisma atau jure. Tetapi bangunan itu harus memanjang, tidak boleh memperluas atau mengecilkan struktur utama bangunan rumah dan kepala keluarga serta tidak boleh memelihara ternak besar berkaki empat.

Sejumlah pantangan atau larangan ini adalah peraturan yang sudah ada sejak jaman Eyang Arif Muhammad dan bertujuan untuk tidak mengganggu aktivitas umat Hindu dalam beribadah. Hal ini bisa terlihat misalnya larangan tidak boleh berziarah pada hari Rabu, karena pada hari tersebut merupakan hari umat Hindu sedang melakukan peribadatan.

Eyang Arif Muhammad

Arief Muhammad adalah seorang panglima perang yang kalah oleh tentara Belanda. Merasa tidak pantas kembali ke kerajaan dan menghadap sultan atau raja. Maka akhirnya Arif Muhammad memutuskan untuk menyebarkan ajaran dan syariat Islam ke  Tatar Sunda.

Menurut tradisi lisan yang berkembang akhirnya ia memilih tinggal di Desa Cangkuang dan menyebarkan ajaran Islam dengan metode kultural. Yaitu dengan tetap mempertahankan komponen adat dan budaya lokal namun tetap menganut dan memasukkan prinsip dan nilai ajaran Islam ke dalamnya.

Hari ini bisa tersaksikan bahwa Candi Cangkuang yang merupakan bukti peradaban Hindu di wilayah Sunda berdampingan dengan makam Eyang Arif Muhammad. Yakni seorang ulama yang berjasa menyebarkan dan mendakwahkan Islam ke tanah Sunda.

Hal ini adalah sebagai representasi dari sikap toleransi dan kerukunan beragama yang telah ada sejak nenek moyang masyarakat desa Cangkuang selama berabad-abad. Fenomena candi Hindu yang berdampingan dengan makam ulama ini juga tidak terlepas dari sosok Arif Muhammad sendiri yang memiliki sikap toleransi yang luar biasa. Khususnya terhadap komunitas masyarakat Hindu pada masa silam.

Oleh karena itu, makam ini masih ada dan terjaga hingga saat ini dan terus menarik banyak pengunjung baik dari dalam maupun luar Jawa Barat.

Belajar Bersikap Toleran dari Candi Cangkuang & Makam Arif Muhammad

Candi Cangkuang dan makam Mama Arif Muhammad menampilkan toleransi agama dan budaya di Jawa Barat. Khususnya di kalangan masyarakat Sunda. Dakwah Mama Arief Muhammad yang santun sesuai dengan budaya mencerminkan pandangannya yang positif terhadap tradisi lokal termasuk Hindu. Sehingga terjadi transisi yang penuh dengan kedamaian menuju peradaban baru.

Tanah Sunda terisi setidaknya oleh tiga peradaban. Di mana proses transisi ketiga peradaban tersebut berjalan dengan damai tanpa pertumbahan darah setetespun. Yaitu dari peradaban Sunda Wiwitan muncul, beralih ke peradaban Hindu. Walaupun peradaban Hindu pada konteks dan latar tatar Sunda hanya berlaku untuk kalangan elite kerajaan saja.

Sedangkan masyarakat Sunda masih berpegang teguh pada adat dan budaya lokal. Baru setelah itu beralih ke peradaban Islam. Setelah Islam masuk, baru masyarakat Sunda merasa cocok dengan ajaran dan karakter Islam, karena ajarannya yang fleksibel dan didakwahkan dengan pendekatan budaya. Sehingga masyarakat sunda tidak merasa kehilangan jati dirinya dengan memeluk Islam. Ketiga peradaban di atas berjalan dengan penuh kedamaian tanpa adanya paksaan dalam beragama.

Untuk mencapai kehidupan yang damai, maka belajarlah dari fakta warisan sejarah dan budaya. Yakni tentang keragaman dan toleransi masyarakat Indonesia. Bahwa pesan inti ajaran agama adalah ajaran cinta, kasih sayang, dan perdamaian, sehingga jika ada manusia yang menghalalkan kekerasan atas nama agama, berarti sudah mencederai agama itu sendiri. []

Tags: Adat sundaBudaya Sundacandi cangkuangGarutKampung Adat Pulomakam arif muhammad
Andri Nurjaman

Andri Nurjaman

Akademisi dan Pendidik Minat Kajian : Sejarah Islam, Peradaban Islam, Studi Agama

Terkait Posts

Peran Aisyiyah

Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

20 Mei 2025
Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

20 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pengepungan di Bukit Duri

    Film Pengepungan di Bukit Duri : Kekerasan yang Diwariskan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hadits-hadits yang Membolehkan Azl

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rahasia Tetap Berpikir Positif Setiap Hari, Meski Dunia Tak Bersahabat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KB dalam Pandangan Fiqh
  • Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?
  • Hadits-hadits yang Membolehkan Azl
  • Film Pengepungan di Bukit Duri : Kekerasan yang Diwariskan
  • Pengertian dan Hadits Larangan Melakukan Azl

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version