Mubadalah.id – Dalam Islam, tanggal 12 Rabiul Awal dicatat oleh kaum muslimin di seluruh dunia sebagai salah satu dari sekian hari besar dalam Islam. Dunia muslim menyebutnya Maulid, Maulud, Milad, Mevlut dan sebutan lainnya. Semuanya bermakna sama: Hari Kelahiran. Tetapi, kata ini selalu dihubungkan dengan kelahiran Nabi besar Muhammad saw.
Kaum muslim di seluruh dunia memperingati maulid Nabi Muhammad Saw dengan gegap-gempita dan dengan penuh sukacita. Ini semata-mata ungkapan syukur kepada Tuhan atas kelahiran manusia terbesar dan paripurna ini.
Para sejarawan mencatat: Muhammad putra pasangan suami-istri: Abdullah dan Aminah, lahir Senin, 12 Rabiul Awal, atau 20 April 571 M. Kelahiran orang besar ini dibidani oleh al-Syifa, ibunda Abdurrahman bin Auf.
Ayahnya, Abdullah bin Abdul Muthathalib, tidak hadir pada saat yang paling membahagiakan itu. Ia telah wafat di Madinah, dalam usia yang masih sangat muda, sekitar kurang dari 25 tahun. Kematian Abdullah terjadi ketika janin Muhammad berusia 2 bulan dalam kandungan ibunya.
Abdurrahman bin Awf mengutip cerita ibunya, al-Syifa: “Akulah yang membidani kelahiran Muhammad. Ibunya, Aminah bint Wahb, pada suatu malam mengeluh sakit perut hendak melahirkan.”
“Lalu akulah yang membantu kelahiran Muhammad. Ketika itu, aku mendengar sebuah suara dari alam lain yang mengatakan: Tuhan memberi berkah kepadamu, dan ketika itu pula suasana di arah timur dan barat sangat terang benderang sehingga aku dapat menyaksikan beberapa istana Damaskus melalui cahaya tersebut.”
Dalam sejarah menceritakan bahwa Aminah berkata: “dalam suatu malam serombongan burung masuk ke rumahku, sangat banyak, sehingga seluruh ruangan rumahku terpenuhi olehnya. Burung tersebut berparuh zamrud dan bersayap merah delima.” (Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam).
Sejarah
Sejarah juga mencatat bahwa Nabi dan Rasul terakhir ini lahir ke dunia berbarengan dengan rencana Abrahah, Gubernur Yaman, keturunan Abyssinia, Etiopia, beserta pasukan gajahnya melakukan agresi militer ke Makkah guna memindahkan Ka’bah ke negaranya.
Agresi militer itu pada akhirnya gagal total. Orang lalu mengenang kelahiran Nabi sebagai Tahun Gajah.
Al-Qur’an mengabadikan peristiwa ini dalam satu surah: “al-Fil” (gajah) atau “Ashab al-Fil” (pasukan gajah).
Allah mengatakan: Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?.
Bukankah Dia telah menjadikan rencana jahat mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia?.
Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat). (QS. al-Fil ayat 1-5). []