Mubadalah.id – Melanjutkan pada artikel sebelumnya di “Media Mubadalah dan Tafsir Ulang Konsep Relasi Gender [1]” yang menjelaskan tentang mubadalah sebagai gerakan berkelanjutan. Sementara itu dalam Mubadalah sebagai Media Gerakan ada tiga indikator yang digunakan untuk memperlihatkan media Mubadalah merupakan embrio penting untuk munculnya kekuatan mayarakat sipil dalam mengembangkan demokrasi yang sehat. Ketiganya merupakan satu kesatuan aksi timbal balik antara pengembangan pemikiran dan advokasi.
– Gerakan Penguatan Literasi Akademis
Sejak diperkenalkan sebagai konsep dalam kepenulisan di blog pribadi pada tahun 2016, beberapa individu dan lembaga telah tertarik untuk menggunakan gagasan itu. Adalah AMAN Indonesia yang pertama kali mengumpulkan sekitar 30 orang aktivis perempuan untuk menuliskan kembali isu-isu gender dengan konsep mubadalah yang lebih ringan dan populer. Beberapa tulisan mereka juga dibukukan ke dalam Buku “Inspirasi Keadilan Relasi” (2018).
Selanjutnya sosialisasi dilakukan bersama Fahmina Institute, melalui kegiatan Pelatihan Literasi Media Sosial pada medio Juli hingga Desember 2020. Kegiatan ini diikuti oleh para pemuda pendamping, dari enam desa penggerak di Kabupaten Cirebon.[1] Sedangkan dengan Kementerian Agama, media Mubadalah sukses menggelar kegiatan Women Writers Conference pada Desember 2019, yang diikuti oleh 50 penulis perempuan dari seluruh Indonesia.[2] Sebelumnya, acara Festival Mubadalah pada April 2019, digelar juga Kelas Menulis Kritis Perspektif Feminis dengan Ibu Lies Marcoes Direktur Rumah Kitab Jakarta, yang dihadiri pula oleh sang “Lady Imam” amina wadud ( penggunaan huruf kecil sebagai permintaan beliau).[3]
Sebagai penggagas mubadalah, Kang Faqih merupakan intelektual plus aktivis yang kemudian menyusun konsep sekaligus aksi soal penerapan hubungan kesalingan antara lelaki dan perempuan sebagaimana dibukukan dalam ”Qirâ’ah Mubadalah”. Buku ini membahas bagaimana memahami teks-teks suci yang menyangkut relasi lelaki dan perempuan dalam konteks yang terus berubah. Cara melihat relasi yang timpang sekaligus berjenjang ini, membuat cara pandang antara laki-laki dan perempuan semakin tidak seimbang. Lelaki diposisikan sebagai superior, sebaliknya perempuan sebagai inferior.
Salah satu contoh penggunaan Qiro’ah Mubadalah dalam penelitian telah dimuat Jurnal Moslem and Society.[4] penelitian ini memperlihatkan bagaimana Islam membawa risalah yang mengangkat derajat perempuan untuk sejajar dengan laki-laki dalam masyarakat sebagaimana termuat dalam beberapa teks hadis yang diteliti. Namun, penafsirannya cenderung menomorduakan peran perempuan. Diskriminasi terhadap peran perempuan secara tektualis terhadap dalam penafsiran dalam al-Quran dan Hadis. Padahal ide moral hadis tersebut adalah tanggung jawab sebagai pemimpin.[5]
Saat ini telah teridentifikasi sekitar 26 judul penelitian dengan tema mubadalah. Dari pembacaan sepintas tema kajian cukup beragam.[6] Ada juga kajian mubadalah yang dgunakan sebagai pendekatan untuk beragam isu gender dan Islam terutama isu-isu kontroversi seperti poligami, kepemimpinan perempuan, dan pengasuhan anak. Demikian juga mubadalah yang digunakan untuk melihat kebijakan negara, seperti Persepektif Mubadalah Atas Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional.[7] Secara sederhana dalam kajian di atas ada banyak perkembangan yang membanggakan, sebab hal ini menunjukan bahwa kajian tentang mubadalah melalui isu-isu terkini menjadi hal menarik, dan akan terus menjadi penelitian yang berkelanjutan.
– Gerakan Penguatan Etika Relasi dalam Institusi Keluarga
Sebagai sebuah entitas paling kecil dalam struktur sosial di masyarakat, keluarga mempunyai nilai dan arti penting dalam ketahanan dan peradaban suatu bangsa. Sebagai sebuah konsep, mubadalah telah dijadikan pondasi dalam “Bimbingan Perkawinan” Kementerian Agama sejak tahun 2015.
Sejak tahun 2017 hingga saat ini, Rahima juga mengembangkan program penguatan prinsip mubadalah untuk keluarga dalam training-training mereka. Bersama Rahima, tim Media Mubadalah menyusun standar operasional prosedur (SOP) khutbah nikah dan nasihat perkawinan. Beberapa Kepala KUA mengenalkan “Pakta Kesalingan” kepada mempelai setelah pengucapan akad nikah sebagai bentuk implementasi konsep mubadalah.
Pakta dimaksud berisi perjanjian untuk saling menghormati, mendukung, menolong, menguatkan, dan memberdayakan, serta tidak melakukan kekerasan. Di kelembagaan lain, seperti Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKK NU), telah dimasukkan prinsip relasi mubadalah sebagai kerangka etika keadilan berkeluarga. Konsep ini kemudian masuk kedalam konsep besar “Keluarga Maslahah an-Nahdliyah”, yang menjadi rujukan konsep berkeluarga bagi seluruh warga Nahdlatul Ulama.[8]
Tahun 2019 Musawah Global Movement sebuah jaringan feminis muslim secara global mengundang Kang Faqih untuk mempresentasikan gagasan mubadalah sebagai etika berkeluarga dalam Islam di Kuala Lumpur Malaysia. Gagasan relasi mubadalah sebagai etika keluarga Muslim tampaknya akan terus bergerak memecah kebuntuan relasi suami istri akibat dilema kehidupan yang kontradiktif; di satu pihak muncul dakwah- dakwah konservatif dan fundamentalis yang mendomestikasi perempuan sebagai strategi untuk bertahan, dan liberalisme ekonomi dan sosial yang mendorong dan melepas perempuan dalam kompetisi publik tanpa perlindungan yang memadai.
-Gerakan Dakwah Keagamaan
Dalam gerakan dakwah keagamaan, mubadalah disosialisasikan di forum-forum lembaga dakwah secara lisan. Gerakan ini tersebar baik di dalam negeri, maupun luar negeri. Secara nasional dan global, konsep mubadalah terintegrasi dengan Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) sejak tahun 2017. Visi serta misi KUPI menjadi bagian dari materi dakwah yang disampaikan.
Dakwah keagamaan yang pernah dilakukan diantaranya adalah Majelis Mubadalah, yang dibarengi dengan bedah buku Qira’ah Mubadalah. Majelis Mubadalah ini digelar secara maraton dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain. Saat itu, sebelum pandemi covid-19, Majelis Mubadalah pernah singgah di beberapa negara Eropa, antara lain Belanda, Inggris, Jerman dan Belgia untuk memperkenalkan gagasan itu kepada berbagai forum yang relevan. Kegiatan-kegian di luar negeri ini diselenggarakan di dalam masjid, komunitas masyarakat Indonesia, perguruan tinggi, dan KBRI. Mubadalah tidak hanya diterima oleh warga Indonesia yang sedang menuntut ilmu, bekerja atau bermukim di luar negeri, tetapi juga oleh para akademisi kampus setempat.
Pada Agustus 2019 secara timbal balik Sisters in Islam (SIS) sebuah organisasi swadaya masyarakat berbasis pandangan feminis Islam di Kuala Lumpur Malaysia, dan Fahmina Institute di Cirebon melakukan kunjungan muhibah Mubadalah. Rombongan kedua pihak saling belajar tentang gagasan dan praktik mubadalah. Lalu, Pada saat pandemi, beberapa aktivis penggerak mubadalah di berbegai daerah mengadakan pertemuan baik online maupun offline. Ini merupakan langkah strategis untuk menjaga minat dan gairah para “jamaah mubadalah” dan menjaring jamaah baru dengan memanfaatkan media online. Paska pandemi, majelis Mubadalah diharapkan bisa digelar kembali terutama untuk persiapan KUPI II.
Pada saat pandemi Covid-19 mulai muncul di awal 2020, seluruh kegiatan offline Mubadalah berubah menjadi kegiatan online. Di pertengahan tahun 2020, media Mubadalah terlibat dalam pengajian online kitab-kitab karya Faqihuddin Abdul Kodir di kanal youtube mubadalah, bersama para simpul Rahima Jakarta yang tersebar di seluruh Indonesia. Secara kolektif dilakukan pembuatan video ceramah singkat dari para ulama perempuan yang kemudian diunggah secara rutin selama bulan Ramadhan di chanel youtube Swara Rahima.
Selama masa pandemi ini, media Mubadalah juga membangun kerjasama dengan AMAN Indonesia menyelenggarkan talkshow online “Muharram for Peace” dan “Muludan Milenial” untuk memperkenalkan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) kepada kalangan muda.[9]
Kegiatan dakwah online ini cukup menarik minat kalangan milenial dan lembaga-lembaga media komunitas, seperti NU channel. Beberapa kegiatan dakwah online cukup diminati orang muda dengan jumlah peminat cukup besar. Kegiatan dakwah online dan offline yang diselenggarakan media Mubadalah ini jelas menjadi alternatif untuk jenis-jenis dakwah konvensional maupun dakwah digital guna mengimbangi materi-materi dakwah yang menolak gagasan kesetaraan lelaki dan perempuan.
Mubadalah.id untuk Literasi Media Sosial
Fakta hari ini menunjukkan bahwa informasi yang beredar di dalam internet, menjadi rujukan banyak orang. Sementara itu konten-konten yang ada di dalam internet tidak steril dari hal-hal negatif.kepada pembacanya. Jajak pendapat Kompas di salah satu edisinya mengatakan bahwa 41,6 persen responden mengatakan mereka yang menyebarkan informasi tidak benar (hoaks), karena tidak bisa membedakan konten yang berasal dari media terpercaya atau palsu. Inilah yang membuat konten-konten negatif menjalar begitu masif.[10]
Di tengah kondisi demikian, masyarakat semakin memerlukan konten-konten yang bermuatan lebih positif, sekaligus menarik. Dari sudut yang lebih spesifik, pengetahuan dan informasi mengenai ajaran keislaman yang adil gender masih lebih banyak dalam bentuk buku, jurnal dan makalah-makalah. Jikapun ada di website, bentuknya masih berupa tulisan-tulisan yang berkarakter cetak dan belum berkarakter media daring.
Dengan semakin banyaknya pengguna yang memanfaatkan internet dari telepon pintar, konten yang sebelumnya bernuansa media cetak dan berat, perlu disederhanakan agar semakin enak dibaca, ringan, menarik tapi juga penting. Untuk alasan tersebut Mubadalah.id hadir sebagai platform media online yang berperspektif mubadalah atau kesalingan dan keadilan gender bagi lelaki dan perempuan, baik dalam ranah keluarga maupuan masyarakat lebih luas.
Selama tahun 2020 ini, media Mubadalah telah menorehkan catatan capaian data tulisan, penulis, jumlah konten kreatif dan video, yang naik secara signifikan menjadi indikator tingginya minat netizen untuk mencari referensi terkait tulisan, konten kreatif dan video yang bernafaskan Islam adil gender, dengan perspektif mubadalah. Kuantitas Mubadalah.id semakin menunjukkan kemajuan. Diakui oleh Kang Faqih, secara kualitas konten dan isu, mubadalah masih harus berbenah dan meningkatkan kapasitas, baik dari internal redaksi maupun jaringan para penulisnya.
Jumlah Tulisan web Mubadalah.id
No. | Keterangan | Jumlah |
1. | Jumlah semua tulisan yang telah terbit | 2.459 |
2. | Juli s/d 31 Desember 2020 | 662 |
3. | Januari s/d Juni 2020 | 530 |
4. | Januari s/d 29 Desember 2020 | 1.181 |
5. | Sebelum 2020 | 1.267 |
Selain itu mubadalah juga telah menghasilkan tulisan, konten kreatif, video dan podcast dengan jumlah followers atau likes sebagai berikut:
No. | Nama | Jumlah Followers/Subscribe | Jumlah Postingan/ Konten |
1. | Facebook (Mubadalah.id) | 4.366 ribu like/ 4.731 follower | 35.368 ribu |
2. | Instagram (@mubadalah.id) | 26.424 ribu | 858 |
3. | Youtube (Mubadalah) | 5 ribu subscriber | 407 |
4. | Twitter (@mubadalah_id) | 1.113 ribu | 2.436 ribu |
5. | Spotify podcast (Mubadalah.id) | Tidak berlaku jumlah follower | 26 episode |
(sumber: laporan tahunan media Mubadalah 2020)
Web Mubadalah.id menjadi basis bagi seluruh konten yang diproduksi oleh media Mubadalah. Melalui tulisan-tulisan yang bernas, cerdas dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami, diubah menjadi infografis yang menarik di instagram. Beberapa penulis artikel yang populer diundang sebagai narasumber dalam acara talkshow online di youtube mubadalah. Kerjasama ini dimungkinkan karena adanya jamaah mubadalah yang secara konsisten mengirimkan tulisannya ke Mubadalah.id.
Dari sisi data, sejak didirikan sampai sampai akhir Desember 2020 telah terbit sekitar 2549 tulisan, 858 konten kreatif di instagram, dan 407 video di youtube, serta 26 rekaman di podcast.[11] Ini menjadi modal gerakan literasi gagasan mubadalah di media sosial. Ini juga merupakan optimalisasi narasi dengan menghadirkan perspektif perempuan pada setiap tulisan dan konten yang diangkat.
Analisis
Sebagai elemen demokrasi “mubadalah” (gagasan, konsep) dan media Mubadalah (aksi media kreatif) telah memperlihatkan sumbangannya yang signifikan dalam kampanye keadilan gender dalam tradisi pemikiran Islam di Indonesia. Banyak potensi yang masih bisa dikembangkan yang dalam pelaksanaannya membutuhkan daya dukung kolektif.
Terdapat sejumlah tantangan yang membutuhkan pemikiran sekaligus kerja aksi untuk melanjutkan semangat mubadalah ini :
– Pertama sebagai konsep, “mubadalah” atau “kesalingan” mengandaikan adanya praktik relasi yang setara antara lelaki dan perempuan. Kesalingan hanya mungkin dilakukan jika secara kultural dan struktural, kedudukan, posisi, lelaki dan perempuan telah setara. Sementara itu ketidak-setaraan merupakan fakta sosial politik dunia saat ini. Hampir tidak ada problem kemanusiaan yang tidak terkait dengan kesenjangan antara lelaki dan perempuan dalam bidang apapun. Tentu bukan tanggung jawab mubadalah dalam mengatasi hal ini mengingat problem itu terkait dengan sistem relasi gender yang telah menjadi persoalan akut di sepanjang peradaban manusia. Peran mubadalah adalah memantik diskusi kritis atas kebuntuan mengatasi dikotomi lelaki dan perempuan yang statis dalam relasi yang timpang. Upaya mensejejajarkan lelaki dan perempuan adalah upaya sejarah sepanjang masa yang telah dirintis oleh banyak pihak sejak gagasan kesetaraan dan keadilan gender diperjuangkan oleh para aktivis gerakan feminis di awal abad ke 20 hingga saat ini.
-. Kedua, gagasan mubadalah tidak berada – dan bukan berangkat – di ruang sosial yang hampa. Iklim dunia, sayangnya, sedang sangat negatif terhadap gagasan-gagasan kebebasan bagi perempuan. Masalahnya, kecenderungan gerak masyarakat, baik di Barat maupun di Timur, sedang menuju ke titik nadir konservativisme. Ini merupakan ancaman besar bagi kemanusiaan khususnya perempuan dan kelompok rentan lainnya seperti anak-anak dan kaum difabilitas. Sebab dampak paling nyata dari konservativisme adalah hilangnya kebebasan perempuan atau kelompok yang dependen kepada pihak lain.
Saat ini negara-negara berpenduduk Muslim di dunia sedang menunjukkan efek balik dari modernisasi dan liberalisasi ekonomi yang ternyata tak menyejahterakan semua orang. Dan alih-alih melawan sistem yang buruk itu, banyak negara Islam justru mencari jalan pintas dengan mengembalikan perempuan ke ruang privatnya baik secara simbolik (dengan memakaikan hijab,) maupun secara nyata ( lahirnya regulasi yang diskriminatif, yang membatasi, pemisahan ruang publik dan privat) atas nama perlindungan terhadap perempuan.
Peran mubadalah yang telah ditunjukkan dalam narasi-narasi pemberdayaanya, berusaha menghadirkan optimisme melalui contoh-contoh sederhana tentang bangunan hubungan-hubungan sosial yang demokratis yan dilakukan melalui relasi kesalingan dalam jenis hubungan-hubungan laki-laki dan perempuan di level keluarga, komunitas dan negara.
–Ketiga, sebagaimana disampaikan Dr. Nur Rofiah dalam kajian- kajian gendernya, kesalingan menghendaki penetapan kemaslahatan bagi dua entitas yang berelasi seperti antara lelaki dan perempuan. Hal itu hanya bisa dilakukan dengan terlebih dahulu meninjau kebutuhan atas kemaslahatan khas perempuan yang terkait dengan peran/beban biologisnya dan peran/ beban kulturalnya (gender). Tanpa mendongkrak terlebih dahulu prasyarat pemenuhan kemaslahatan perempuan seperti itu maka kesalingan akan tetap berangkat dari relasi yang jenjang, timpang dan genjang. Sudah barang tentu tugas pemenuhan kemaslahatan bagi perempuan itu tak dapat diandalkan kepada mubadalah melainkan harus ditopang oleh elemen-elemen yang percaya bahwa keadilan gender sebagai prasyarat dan sekaligus elemen demokrasi.
–Keempat, mubadalah membutuhan infrastruktur pendidikan yang memadai. Bagi orang yang tidak mengenyam pendidikan pesantren, dan tidak mengetahui gramatika bahasa Arab, niscaya tidak mudah untuk memahami landasan teori mubadalah. Sebab teori itu dibangun dengan menggunakan kaidah bahasa/ linguistik, ushul fiqh, tafsir al-Qur’an dan hadis. Bagi mereka yang ingin memahami gagasan mubadalah, minimal harus punya kemampuan dasar membaca kitab kuning. Menjadi tantangan tersendiri bagi mubadalah untuk menyederhanakan konsep -konsep rumit itu tanpa menyederhanakan masalah.
–Kelima, telah banyak tulisan, infografis dan video diproduksi. Namun upaya ini belum mampu menaikkan engagement atau grafik mubadalah.id di media digital. Terutama untuk diperhitungkan dalam Alexa Ranking, yang menjadi indikator keberhasilan pengelolaan website dan platform media sosial. Ranking mubadalah.id saat ini relatif masih rendah dibandingkan dengan media keislaman lainnya.[12] Keterbatasan sumber daya manusia (SDM), terutama di bidang IT, dan keterbatasan anggaran membuat mubadalah.id hari ini belum memprioritaskan capaian di Alexa Rangking.
Langkah-langkah untuk menjawab tantangan di atas, beberapa hal sudah dilakukan media mubadalah. Antara lain dengan penguatan perspektif, pelatihan menulis populer bagi para kontributor, dan pelatihan menulis search engine optimization (SEO).[13] Diharapkan kualitas tulisan bisa lebih baik dan efektif dalam mensosalisasikan gagasan kesalingan ini.
Penutup
Dari sebuah gagasan individu yang berkembang menjadi sebuah gerakan tentang literasi keadilan gender, mubadalah merupakan sebuah laboratorium mini yang dapat membuktikan bahwa literasi media digital dapat menjadi elemen demokrasi yang relevan dan penting. Bahkan dalam masyarakat yang secara fisik tertutup sekalipun, seperti saat ini akibat pandemi Covid-19, mubadalah menjelma menjadi media efektif dalam mengkampanyekan gagagan kesetaraan dan keadilan gender melalui konsep mubadalah.
Untuk itu sangatlah penting melakukan upaya penguatan mubadalah sebagai elemen demokrasi. Sangat disadari bentuk komunikasi warga di masa depan, hampir pasti akan banyak bertumpu pada bentuk-bentuk operasi komunikasi digital dan online. Gagasan relasi mubadalah untuk keadilan gender ini, terutama dalam perspektif Islam, perlu diformulasikan ulang dalam bentuk yang lebih mudah bagi komunikasi digital dan online. Sampai saat ini sarana yang tersedia baru website dengan beberapa infografis dan video, yang secara digital masih sederhana dan terbatas. Gagasan mubadalah ini menjanjikan sebagai alternatif untuk melawan konten-konten yang misoginis.
Meminjam kalimat KH Husein Muhammad, “Jagalah literasimu, kau akan selamat, jika tidak, kau akan jatuh,” saya ingin memaknai bahwa sangatlah penting bagi kita untuk menjaga literasi melalui gerakan mubadalah yang berkelanjutan.
Saya akhiri catatan ini dengan kalimat tagline mubadalah.id dalam web, maupun interaksi langsung dengan Salingers (sapaan bagi para pembaca setia mubadalah.id) di youtube mubadalah:”Bersama Mubadalah.id Inspirasi keadilan relasi, bahagia dan membahagiakan.” []
Daftar Referensi
Abid, Zain Al https://mubadalah.id/pemuda-penggerak-kampanye-toleransi-berbasis-literasi-media-digital/ diakses pada 22 Februari 2021
Abdul Kodir, Faqihuddin dalam penulisan bersama “Terobosan Akademik Australia-Indonesia: Refleksi Sosiologis dan Antropologis Alumni PIES 2008-2019”, (dalam rencana penerbitan) hal. 31
Abdul Kodir, Faqihuddin dalam buku “Qira’ah Mubadalah: Tafsir Progresif untuk Keadilan Gender dalam Islam, (Yogyakarta : Ircisod 2019) Hal. 19
Amin, Zahra https://mubadalah.id/kelas-menulis-festival-mubadalah-membangun-kesadaran-kritis-bersama-lies-marcoes/ diakses pada 22 Februari 2021
Handayani, Yulmitra dan Nur Hadi, Mukhammad dalam “Interpretasi Progresif Hadis – Hadis Tema Perempuan: Studi Aplikasi Teori Qira’ah Mubadalah”, HUMANISMA: Journal of Gender Studies Vol. 04, No. 02, Juli – Desember 2020. http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/psga/article/view/3462 diakses pada Jum’at, 19 Februari 2021
https://www.alexa.com/siteinfo/mubadalah.id diakses pada 23 Februari 2021
https://id.wikipedia.org/wiki/Optimisasi_mesin_pencari diakses pada 23 Februari 2021
Misbahudin, Fachrul https://mubadalah.id/pakta-kesalingan-upaya-KUA-Wonosari-Gunungkidul-untuk-ketahanan-keluarga/ diakses pada Selasa, 16 Februari 2021.
Narulita, Sari https://mubadalah.id/women-writers-conference-tak-halangi-peserta-bawa-balita/ diakses pada 22 Februari 2021
Nur Fu’adah, Euis dan Tya Nugrahen, Yumidiana dalam “hadis Kepemimpinan Perempuan: Penerapan Qira’ah Mubadalah, Matan: Journal of Islam and Muslim Society Vol 2 No 2 (2020). http://jos.unsoed.ac.id/index.php/matan/article/view/2622 diakses pada Jum’at 19 Februari 2021
Laporan tahunan media Mubadalah tahun 2020
Sofyan Yusuf, Muhammad dalam “Persepektif Mubadalah Terhadap Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional”, Skripsi Jurusan : Siyasah (Hukum Tata Negara) Fakultas Syari’ah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung 1441 H / 2020 M. http://repository.radenintan.ac.id/9917/1/SKRIPSI%20%20I.pdf diakses pada Jum’at, 19 Februari 2021
[1] Zain Al Abid, https://mubadalah.id/pemuda-penggerak-kampanye-toleransi-berbasis-literasi-media-digital/ diakses pada 22 Februari 2021
[2] Sari Narulita https://mubadalah.id/women-writers-conference-tak-halangi-peserta-bawa-balita/ diakses pada 22 Februari 2021
[3] Zahra Amin, https://mubadalah.id/kelas-menulis-festival-mubadalah-membangun-kesadaran-kritis-bersama-lies-marcoes/ diakses pada 22 Februari 2021
[4] Euis Nur Fu’adah dan Yumidiana Tya Nugrahen, dalam “hadis Kepemimpinan Perempuan: Penerapan Qira’ah Mubadalah, Matan: Journal of Islam and Muslim Society Vol 2 No 2 (2020). http://jos.unsoed.ac.id/index.php/matan/article/view/2622 diakses pada Jum’at 19 Februari 2021
[5] Ibid. Hal. 142 – 145
[6] Yulmitra Handayani dan Mukhammad Nur Hadi dalam “Interpretasi Progresif Hadis – Hadis Tema Perempuan: Studi Aplikasi Teori Qira’ah Mubadalah”, HUMANISMA: Journal of Gender Studies Vol. 04, No. 02, Juli – Desember 2020. http://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/psga/article/view/3462 diakses pada Jum’at, 19 Februari 2021
[7] Muhammad Sofyan Yusuf, dalam “Persepektif Mubadalah Terhadap Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional”, Skripsi Jurusan : Siyasah (Hukum Tata Negara) Fakultas Syari’ah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung 1441 H / 2020 M. http://repository.radenintan.ac.id/9917/1/SKRIPSI%20%20I.pdf diakses pada Jum’at, 19 Februari 2021
[8] Faqih Abdul Kodir, https://mubadalah.id/9-konsep-kunci-keluarga-maslahah/ diakses pada 22 Februari 2021
[9] Redaksi mubadalah.id https://mubadalah.id/muharram-for-peace/ diakses pada 22 Februari 2021
[10] https://nasional.kompas.com/read/2017/01/19/10345341/menangkal.hantu.ruang.daring?page=all diakses pada Kamis 18 Februari 2021
[11] Laporan tahunan media Mubadalah tahun 2020
[12] https://www.alexa.com/siteinfo/mubadalah.id diakses pada 23 Februari 2021
[13] https://id.wikipedia.org/wiki/Optimisasi_mesin_pencari diakses pada 23 Februari 2021
*)Artikel ini diterbitkan dalam penulisan bersama buku “Pandemi dan Demokrasi: Bunga Rampai Pengetahuan Masyarakat Sipil Indonesia”, editor Lies Marcoes, Lisisastra Lusandiana dan Naomi Srikandi, (Jakarta, CIVICA 2021)