Mubadalah.id – Tindakan melestarikan alam adalah bagian dari kepatuhan kepada Tuhan. Tuhan dan makhluk adalah dua entitas yang saling terhubung.
Oleh karena itu, kepatuhan kepada Tuhan seharusnya berimplikasi pada sikap menghormati dan mengasihi makhluk-makhluk-Nya. Melestarikan alam dengan demikian adalah bagian dari amanah Allah SWT kepada manusia sebagai khalifah.
Hukum menjaga kelestarian dan keseimbangan alam dalam ilmu fikih adalah wajib, karena perintahnya sangat jelas, baik dalam al-Qur an maupun Hadits. Perusakan alam masuk dalam bab jinayat (pidana) dalam kitab-kitab fikih. Setiap orang yang melakukan pengerusakan alam mendapat sanksi atau hukuman (jarimah).
Hal ini senada dengan keputusan Musyawarah Keagamaan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) 2017. Kongres ini memutuskan bahwa hukum melakukan pengrusakan alam yang mengakibatkan ketimpangan sosial hukumnya haram secara mutlak.
Akan tetapi, pembangunan dimungkinkan dengan pemanfaatan dan pengelolaan demi kemaslahatan dengan landasan maqashid asy-syari’ah, yaitu melindungi agama (hifdh ad-din), melindungi jiwa (hifdh an-nafs), melindungi harta (hifdh al-mal), melindungi akal (hifdh al-‘aql), dan melindungi keturunan (hifdh an-nasl).
Untuk itu, pengelolaan dan pemanfaatan alam tidak boleh melampui batas kebutuhan diri sendiri dan masyarakat, serta tidak boleh berdampak pada perusakan alam.
Pemeliharan Alam
Pemeliharaan alam merupakan perintah yang tegas untuk mewujudkan kemaslahatan semesta. Menjaga alam secara logika memiliki tujuan yang sangat dapat kita pahami. Alam adalah tempat tinggal dan tempat hidup seluruh makhluk.
Alam telah Tuhan desain sedemikian rupa dengan keseimbangan dan keserasian yang saling terkait satu sama lain.
Apabila ketidakseimbangan atau perusakan alam terjadi tentu akan berakibat pada bencana yang bukan saja menimpa manusia. Melainkan juga semua makhluk yang tinggal dan hidup di tempat tersebut akan terkena akibatnya. []