Mubadalah.id – Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, termasuk dalam memperlakukan penyandang disabilitas atau difabel. Dalam ajaran Islam, setiap manusia memiliki nilai yang sama di hadapan Allah, tanpa membedakan kondisi fisik, mental, atau sosialnya. Kemuliaan seseorang tidak terukur dari kesempurnaan jasmani, tetapi dari ketakwaan dan amal baik yang kita lakukan.
Dalam Islam, ada dua prinsip utama dalam memperlakukan dan memahami difabel, yaitu rahmat (kasih sayang) dan keadilan. Rahmat menuntut umat Islam untuk memperlakukan mereka dengan empati, kepedulian, dan dukungan.
Sementara keadilan menegaskan bahwa mereka memiliki hak yang sama dengan orang lain dalam memperoleh pendidikan, pekerjaan, dan kesempatan hidup yang layak. Namun, keadilan dalam Islam tidak berarti menyamakan semua orang secara mutlak, tetapi memberikan hak dan fasilitas sesuai dengan kebutuhan khusus mereka.
Islam dan Pandangan terhadap Difabel
Keterbatasan fisik atau mental bukanlah tanda kelemahan atau ketidaksempurnaan di mata Allah. Sebaliknya, Islam mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan yang harus diterima sebagai bagian dari kehendak Allah. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa…” (QS. Al-Hujurat: 13).
Ayat ini menegaskan bahwa kemuliaan seseorang tidak bergantung pada kondisi fisik, melainkan pada ketakwaan dan amal salihnya. Sejarah Islam juga mencatat berbagai tokoh penyandang disabilitas yang berkontribusi besar bagi umat.
Salah satunya adalah Abdullah bin Ummi Maktum, seorang sahabat Nabi yang buta, tetapi tetap mendapatkan amanah sebagai muadzin. Bahkan beberapa kali ditunjuk sebagai pemimpin Madinah saat Rasulullah bepergian. Kisah ini menunjukkan bahwa Islam memberikan penghargaan yang tinggi kepada difabel dan membuka kesempatan bagi mereka untuk berperan aktif dalam kehidupan sosial dan keagamaan.
Selain itu, banyak ulama besar dalam sejarah Islam yang memiliki keterbatasan fisik tetapi tetap berkontribusi dalam ilmu pengetahuan. Imam Tirmidzi, misalnya, seorang ahli hadis terkenal yang memiliki gangguan penglihatan, tetap terakui sebagai salah satu perawi hadis terbesar dalam Islam.
Kisah-kisah ini menegaskan bahwa Islam tidak memandang disabilitas sebagai penghalang untuk berprestasi dan berkontribusi dalam masyarakat.
Rahmat Islam terhadap Difabel
Konsep rahmat dalam Islam mengajarkan bahwa penyandang disabilitas harus kita perlakukan dengan penuh kasih sayang dan empati. Rahmat ini kita wujudkan dalam berbagai aspek kehidupan. Termasuk dalam ibadah, perlindungan sosial, dan penghormatan terhadap hak-hak mereka.
Pertama, dalam hal ibadah, Islam memberikan keringanan bagi difabel. Mereka yang tidak mampu berdiri dalam salat diperbolehkan salat sambil duduk atau berbaring sesuai kemampuannya. Orang yang mengalami keterbatasan fisik juga kita bebaskan dari kewajiban tertentu jika mereka tidak mampu melakukannya, seperti puasa bagi yang sakit atau haji bagi yang tidak memiliki kemampuan fisik.
Bahkan dalam perang, Islam tidak mewajibkan mereka yang memiliki keterbatasan fisik untuk ikut berperang. Hal ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang penuh rahmat dan memahami kondisi setiap individu.
Kedua, dalam kehidupan sosial, Islam menekankan dukungan dan perlindungan bagi difabel. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barang siapa yang membantu saudaranya dalam kesulitan, maka Allah akan membantunya dalam kesulitan di dunia dan akhirat.” (HR. Muslim).
Prinsip ini menuntut umat Islam untuk membantu difabel agar mereka dapat hidup dengan layak dan tidak mengalami diskriminasi. Islam juga mendorong masyarakat untuk memberikan fasilitas dan aksesibilitas yang memadai bagi mereka, baik dalam bentuk infrastruktur, pelayanan kesehatan, maupun peluang kerja.
Ketiga, Islam mengajarkan kesetaraan dan penghormatan terhadap difabel. Tidak boleh ada penghinaan atau diskriminasi terhadap mereka hanya karena keterbatasan fisik atau mentalnya. Rasulullah SAW pernah menegur seseorang yang meremehkan difabel dan menegaskan bahwa mereka tetap memiliki hak yang sama sebagai bagian dari umat Islam.
Oleh karena itu, Islam mengajarkan bahwa masyarakat harus menciptakan lingkungan yang inklusif bagi difabel, di mana mereka bisa menjalani kehidupan dengan martabat dan tanpa hambatan sosial.
Keadilan Islam bagi Difabel
Selain rahmat, Islam juga menegakkan keadilan bagi penyandang disabilitas dengan memastikan bahwa mereka mendapatkan hak-hak yang sama dalam kehidupan. Keadilan dalam Islam tidak berarti menyamakan semua orang secara mutlak, tetapi memberikan hak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mereka.
Pertama, dalam bidang pendidikan, Islam sangat menekankan pentingnya ilmu bagi semua orang, termasuk difabel. Dalam sejarah Islam, banyak lembaga pendidikan yang didirikan untuk memberikan akses kepada mereka yang memiliki keterbatasan fisik.
Saat ini, prinsip ini menuntut pemerintah dan lembaga pendidikan untuk menyediakan fasilitas yang ramah difabel, seperti buku braille untuk tunanetra atau penerjemah bahasa isyarat bagi teman Tuli. Pendidikan inklusif dalam Islam berarti memberikan kesempatan bagi semua orang untuk memperoleh ilmu sesuai dengan kemampuan mereka.
Kedua, dalam bidang pekerjaan, Islam menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk bekerja dan mencari nafkah sesuai dengan kemampuannya. Nabi Muhammad SAW pernah mempercayakan tugas penting kepada para sahabat yang memiliki disabilitas, menunjukkan bahwa mereka tidak boleh kita perlakukan sebagai beban, melainkan sebagai individu yang bisa berkontribusi dalam masyarakat.
Dalam konteks modern, ini berarti bahwa perusahaan dan instansi pemerintahan harus memberikan kesempatan kerja yang adil bagi difabel serta menyediakan pelatihan keterampilan agar mereka dapat hidup mandiri.
Ketiga, dalam bidang perlindungan hukum dan sosial, Islam memastikan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dalam hukum dan kehidupan sosial. Mereka tidak boleh kehilangan hak mereka hanya karena kondisi fisik atau mentalnya. Islam juga mengajarkan bahwa sebagian zakat dan dana sosial harus teralokasikan untuk membantu mereka yang memiliki kebutuhan khusus.
Membangun Masyarakat Inklusif
Dalam sistem hukum Islam, ada prinsip “al-dharar yuzal” (bahaya harus dihilangkan), yang mengharuskan masyarakat untuk menghilangkan hambatan yang dapat merugikan difabel, baik dalam bentuk diskriminasi, kurangnya aksesibilitas, maupun perlakuan yang tidak adil.
Islam mengajarkan bahwa penyandang disabilitas adalah bagian dari masyarakat yang harus kita perlakukan dengan penuh rahmat dan keadilan. Rahmat Islam menuntut agar mereka kita hormati, kita berikan keringanan dalam ibadah, serta mendapatkan dukungan sosial yang layak.
Sementara itu, keadilan dalam Islam memastikan bahwa mereka memiliki hak yang sama dalam pendidikan, pekerjaan, dan perlindungan hukum. Islam juga mengajarkan bahwa difabel bukanlah individu yang harus kita kasihani, tetapi orang-orang yang memiliki potensi besar jika kita berikan kesempatan yang tepat.
Dengan memahami ajaran Islam ini, umat Muslim kita harapkan dapat membangun masyarakat yang lebih inklusif, di mana setiap individu tanpa memandang kondisi fisik atau mentalnya, dapat hidup dengan martabat dan mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang. []