Mubadalah.id – Hari Ibu menjadi momentum paling tepat untuk mengapresiasi peran perempuan sebagai insan paling berpengaruh dalam kehidupan. Di Indonesia, peringatan Hari Ibu jatuh setiap 22 Desember. Penentuan tanggal mengacu pada pelaksanaan Kongres Perempuan Pertama pada 22-25 Desember 1928.
Hari Ibu muncul sebagai apresiasi atas peran perempuan, khususnya ibu. Namun, sudahkah kita merenungi makna terdalam dari istilah ‘ibu’ dan falsafah keibuan? Tentunya, ia lebih dari sekadar ‘perempuan beranak’ yang melakukan kerja-kerja domestik (rumah tangga) semata. Tetapi ada potensi dan peran kemanusiaan ibu yang penting juga untuk kita apresiasi.
Makna Ibu dalam Kultur Arab dan Indonesia
Menurut Ibn Faris, ibu atau dalam bahasa Arab ummi (أمّ) dapat memiliki makna lain yang lebih luas, seperti tempat kembali, kelompok atau agama. Contohnya penggunaan redaksi ummu pada Surah Al-Qari’ah ayat 9 yang bermakna tempat perpulangan terakhir di akhirat kelak:
وَاَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِيْنُهٗۙ ٨ فَاُمُّهٗ هَاوِيَةٌ ۗ ٩
“Adapun orang yang ringan timbangan (kebaikan)-nya, tempat kembalinya adalah (neraka) Hawiyah.”
Dengan komposisi huruf yang sama, kata ummu juga berkembang menjadi kata ummat dan imām. Dalam Al-Qur’an, kata ummat sendiri bermakna identitas keagamaan suatu kelompok. Oleh karenanya, sekelompok orang yang beragama Islam lazim disebut umat Islam. Sementara pimpinan dari kelompok tersebut disebut imām.
Lebih jauh, kata umm mewakili makna induk, pokok atau inti dari sesuatu. Seperti istilah ummul qurā untuk Kota Mekkah karena sebagai pusat wilayah paling inti dari wilayah-wilayah lain di sekitarnya. Firman Allah dalam Surah Asy-Syuura ayat 7:
وَكَذٰلِكَ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ قُرْاٰنًا عَرَبِيًّا لِّتُنْذِرَ اُمَّ الْقُرٰى وَمَنْ حَوْلَهَا
“Demikianlah Kami mewahyukan kepadamu Al-Qur’an yang berbahasa Arab agar engkau memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qurā (Makkah) dan penduduk di sekelilingnya”
Demikian juga istilah ummul kitāb untuk Surah Al-Fatihah, karena sebagai inti dari kitab Al-Qur’an. Bisa juga sebagai istilah dari Al-Qur’an itu sendiri, karena sebagai pokok ajaran Allah pada kitab-kitab sebelumnya. Kadang juga bermakna Lauh Mahfudz, karena sebagai inti dari catatan kehidupan manusia selama di dunia.
Adapun dalam Bahasa Indonesia, kata ibu banyak muncul pada istilah lain yang bermakna lebih dari sekadar ibu sebagai ‘perempuan yang telah melahirkan’. Misalnya penyebutan ibu kota (KBBI: pusat pemerintahan), ibu pertiwi (KBBI: tanah air, tanah tumpah darah), ibu jari (KBBI: jari yang paling besar).
Begitu pula istilah ‘bahasa ibu’ yang bermakna ‘bahasa pertama yang manusia kuasai sejak lahir melalui interaksi dengan sesama angota masyarakat bahasa’.
Menerapkan Falsafah Keibuan
Jika kita runut, sekelumit analisis kebahasaan tersebut di atas menegaskan bahwa sejatinya istilah ibu menjadi penanda dari pionir utama dari beragam unsur lain. Lebih dari itu, nalar keibuan menjadi penting diamalkan untuk menghadapi berbagai persoalan kemanusiaan.
Berbicara soal naluri keibuan dan isu kemanusiaan, Saya jadi teringat dengan penggalan lirik lagu ‘Seperti Rahim Ibu’ karya Najwa Shihab bersama grup band Efek Rumah Kaca berikut.
“Seandainya negeriku, serupa rahim ibu
Merawat Kehidupan, menguatkan yang rapuh”
Sosok ibu menjadi representasi dari sifat keutamaan, kemampuan merawat dan mengayomi penuh damai dan cinta kasih, serta kuatnya ikatan batin. Di tengah ramainya kontestasi politik dewasa ini, Indonesia butuh pemimpin yang demikian.
Persatuan ibu pertiwi dengan segala potensi sumber daya alam dan manusia sudah semestinya kita rawat dan jaga berasaskan nalar keibuan. Dengan demikian, Hari Ibu cukup tepat menjadi bahan perenungan bersama atas hal ini. []