• Login
  • Register
Rabu, 2 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Memaknai Konco Wingking Secara Mubadalah

Konco wingking dalam perspektif Mubadalah dapat kita definisikan sebagai hubungan yang lebih luas antara perempuan, dan laki-laki yang berdasarkan pada prinsip kesetaraan, saling menghargai, dan kerjasama.

Faqih Abdul Kodir Faqih Abdul Kodir
15/05/2023
in Keluarga, Rekomendasi
0
Konco Wingking

Konco Wingking

913
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kita sering mendengar istilah “konco wingking” dengan makna yang diskriminatif terhadap perempuan. Jika kita meyakini bahwa perempuan adalah manusia utuh dan subjek penuh kehidupan, kita harus meninggalkan istilah diskriminatif ini. Karena semua perempuan, sebagai manusia utuh, juga memiliki potensi spiritual, akal budi, dan peran-peran sosial. Di samping, juga pasti potensi ketubuhan dengan segala laku fisikalnya.

Jika kita tetap menggunakan istilah “konco wingking” ini, kita harus memaknainya ulang secara mubadalah. Karena keimanan kita pada kemanusiaan perempuan adalah niscaya. Di sisi lain, istilah ini juga terbuka pada pemaknaan ulang, baik secara bahasa, kultural, maupun nilai-nilai agama. Sebagai subjek penuh kehidupan, perempuan berhak atas makna-makna baik dari sebuah istilah, termasuk istilah “konco wingking” ini.

Makna Awal

Istilah “konco wingking” berasal dari bahasa Jawa dan secara harfiah berarti “teman di belakang” atau “teman pendamping”. Dalam konteks budaya Jawa, istilah ini biasanya kita gunakan untuk merujuk pada istri atau perempuan dalam hubungan pernikahan, dengan konotasi bahwa posisinya adalah sebagai pendukung atau pendamping suami.

Dalam hubungan pernikahan, tentu saja penting seorang perempuan menjadi pendamping suaminya. Menjadi teman di belakang, artinya di dalam kehidupan rumah tangga, yang bisa menemani, menghibur, mengobrol, dan menguatkannya ketika lemah, serta menolongnya ketika membutuhkan.

Makna ini sesungguhnya tidak masalah jika hanya menjadi salah satu peran saja dalam kehidupan seorang perempuan yang menjadi istri seorang laki-laki. Yang menjadi masalah adalah ketika “konco wingking” ini menjadi satu-satunya peran dalam kehidupannya. Lalu, penilaian baik dan buruk perempuan, satu-satunya, dari perannya sebagai “konco wingking” ini. Perempuan tidak lagi menjadi manusia utuh dengan akal budi, potensi spiritual, dan peran-peran sosialnya.

Baca Juga:

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

Tafsir Sakinah

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

Benarkah Istri Shalihah Itu yang Patuh Melayani Suami?

Pada saat yang sama, perempuan tidak menjadi subjek penuh kehidupan, yang dapat memperoleh manfaat dari segala kebaikan hidup ini. Jika pernikahan adalah baik bagi kehidupan, maka perempuan juga harus memperoleh kebaikan tersebut dari suaminya. Sehingga, konsep “konco wingking” juga harus menjadi peran laki-laki bagi perempuan yang menjadi istrinya.

Makna Mubadalah

Dalam perspektif Mubadalah yang menekankan pada kesetaraan dan saling menghargai, istilah “konco wingking” dapat didefinisikan ulang. Pemaknaan ulang juga didasarkan pada nilai dasar di atas, bahwa laki-laki dan perempuan, sama-sama manusia utuh dan subjek penuh kehidupan.

Makna “konco wingking” tidak boleh lagi kita maknai dengan konotasi dengan menempatkan perempuan dalam posisi “di belakang” laki-laki. Dalam perspektif Mubadalah, “konco wingking” tidak lagi berarti perempuan yang berada di belakang, atau di rumah bersama suaminya, sebagai seseorang yang lebih rendah atau subordinat. Tetapi lebih kepada peran perempuan sebagai mitra yang saling mendukung dan bekerja sama dalam kehidupan berumah tangga.

Lebih dari itu, “konco wingking” dalam perspektif Mubadalah dapat kita definisikan sebagai hubungan yang lebih luas antara perempuan dan laki-laki yang berdasarkan pada prinsip kesetaraan, saling menghargai, dan kerjasama. Keduanya berperan sebagai mitra yang saling mendukung satu sama lain dalam mencapai tujuan dan aspirasi mereka, baik dalam konteks keluarga, masyarakat, maupun dunia kerja.

Perempuan tidak hanya berperan sebagai pendamping, tetapi juga sebagai individu yang berdiri sendiri dengan hak, kewajiban, dan kontribusi yang sama pentingnya dengan laki-laki. “Konco wingking” berarti kemampuan menjadi teman dan mitra, baik dalam kehidupan “belakang”, yaitu rumah tangga, maupun “depan”. Yakni dunia publik dan sosial, dengan segala potensi perempuan sebagai manusia utuh, dengan akal pikiran dan budi spiritual.

Laki-laki juga Konco Wingking

Dalam perspektif Mubadalah, laki-laki juga bisa menjadi “konco wingking” perempuan. Istilah ini, kemudian, tidak lagi hanya merujuk pada perempuan sebagai pendamping laki-laki, melainkan bisa juga merujuk pada laki-laki sebagai pendamping perempuan. Pendamping dengan makna positif sebagai teman dan mitra kehidupan. Sebagaimana perempuan adalah mitra laki-laki, begitupun laki-laki bagi perempuan.

Karena, konsep “konco wingking” menekankan pada prinsip kesetaraan dan saling mendukung antara perempuan dan laki-laki. Karena itu, dalam konteks ini, laki-laki dan perempuan berperan sebagai mitra yang saling mendukung dan bekerja sama dalam berbagai aspek kehidupan, baik itu dalam keluarga, masyarakat, maupun dunia kerja. Mereka saling mendukung satu sama lain dalam mencapai tujuan dan aspirasi mereka, dan masing-masing memiliki hak, kewajiban, dan kontribusi yang sama pentingnya.

Laki-laki adalah “konco wingking” bagi perempuan yang menjadi istrinya. Dengan menjadi teman yang menyenangkan dan membahagiakan, setra mitra kehidupan yang saling menolong, menguatkan, dan melengkapi. Baik dalam kehidupan rumah tangga, maupun kehidupan publik sosial yang lebih luas. Peran “konco wingking” seperti ini sangat diperlukan, oleh perempuan dari laki-laki yang menjadi suaminya. Sebagaimana laki-laki memerlukan dari istrinya.

Dengan kata lain, dalam perspektif Mubadalah, baik laki-laki maupun perempuan bisa berperan sebagai “konco wingking” satu sama lain, menunjukkan hubungan yang saling mendukung, saling menghargai, dan berdasarkan kesetaraan. Dalam kehidupan domestik rumah tinggi maupun publik sosial lebih luas. []

Tags: istrikeluargakonco wingkingperkawinanperspektif mubadalahsuami
Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir

Founder Mubadalah.id dan Ketua LP2M UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

Terkait Posts

Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Peran Ibu

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Keluarga Maslahah

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

28 Juni 2025
Fiqh Al-Usrah

Fiqh Al-Usrah Menjembatani Teks Keislaman Klasik dan Realitas Kehidupan

28 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi
  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?
  • Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID