Mubadalah.id – Semakin maraknya penggunaan media sosial, seperti instagram, tiktok dan aplikasi lain yang menggunakan musik sebagai salah satu fiturnya, menjadikan beberapa lagu menjadi trending di berbagai platform. Tak heran lagu-lagu itu akan terdengar di mana-mana.
Salah satu yang cukup menjadi lagu kebangsaan—sering dinyanyikan—adalah lagu dengan judul Nanti Kita Seperti Ini yang dibawakan oleh grup musik asal Lampung, Batas Senja.
Saya sendiri cukup sering mendengarnya. Di rumah-rumah makan, menjadi sound dari story teman-teman di Instagram, nyanyian murid di kelas. Bahkan saya sendiri yang kadang memutarnya sembari menulis sesuatu.
Liriknya yang penuh dengan kata-kata manis menjadi gambaran pernikahan yang terpenuhi dengan cinta dan kasih. Apa saja hal-hal dalam pernikahan yang tergambarkan dalam lagu ini?
Mewujudkan Keluarga Sakinah, Mawaddah dan Rahmah
Kini, ku sudah yakin pada satu hati
Yang kurasa tepat untuk temani
Sekarang hingga aku tua nanti
Lirik di atas rasa-rasanya menjadi harapan paling serius bagi para pasangan suami istri dan para generasi milenial. Selain itu gen Z yang dikabarkan banyak yang menunda untuk menikah dengan alasan trust issue atas berita yang banyak beredar akhir-akhir ini.
Kasus perselingkuhan yang ramai diperbincangkan menggambarkan bahwa tidak sedikit seorang pasangan yang mencoba untuk mengingkari janji suci pernikahan yang sakral. Padahal pernikahan sendiri adalah sebuah janji yang bukan hanya kepada pasangan. Akan tetapi lebih agung lagi, yakni janji seorang hamba kepada Rabb-nya (mitsaqan ghalidzan).
Jika di masyarakat masih ada pandangan bahwa seseorang menjadi korban perselingkuhan disebabkan oleh penampilannya yang dianggap kurang, hendaklah mereka juga menegur pelaku untuk menundukkan pandangannya. Karena pada dasarnya, baik laki-laki maupun perempuan hendaklah bisa menjaga diri.
Jika pasangan suami istri bisa menanamkan rasa saling percaya dan saling menjaga kehormatan masing-masing, maka jalan menuju sakinah akan terbuka lebar.
Kata sakinah yang memiliki arti kondisi ketenangan jiwa suami dan istri bisa tercapai dengan relasi perkawinan yang terikat oleh mawaddah dan rahmah.
Mawaddah adalah cinta kasih yang melahirkan kemaslahatan bagi pihak yang mecintai. Sedangkan rahmah adalah cinta kasih yang melahirkan kemaslahatan bagi pihak yang kita cintai.
Jika perselingkuhan dilakukan, niscaya sakinah dalam rumah tangga tidak akan pernah tergapai.
Mewujudkan Pernikahan yang Tidak Zalim
Ingin punya rumah ‘tuk tempat bermesra
Kau dipanggil ibu, sementara aku ayah
Pasangan sebagai tempat pulang—rumah—hendaklah mampu menjadi tempat paling nyaman dan aman bagi yang lain. Pilar dari pernikahan salah satunya adalah mu’asyarah bil ma’ruf yang artinya adalah suami dan istri memperlakukan pasangannya dengan baik atau bermartabat.
Mengkhianati pasangan merupakan ciri dari pernikahan yang zalim. Yakni pernikahan yang hanya menguntungkan salah satu pasangan dan merugikan pihak yang lain. Pernikahan yang baik tentulah bertujuan untuk kebaikan bersama, lebih-lebih bisa menjadi anugerah bagi yang lemah.
Untuk itu, bagi pasangan baik suami atau pun istri jika memiliki “power lebih” hendaknya membuat pasangannya lebih berdaya bukan malah memperdaya. Misi utama pernikahan dalam islam adalah melahirkan kemaslahatan bagi individu, pasangan suami istri, keluarga, masyarakat dan dunia.
Maka dari itu, perselingkuhan terlarang karena hal tersebut akan mencederai misi pernikahan di atas dan meniadakan mu’asyarah bil ma’ruf dalam pernikahan.
Memelihara Kebersamaan
Bertukar cerita di ruang k’luarga
Bercengkerama dan menimang buah hati kita
Seperti penggalan lirik lagu di atas, komunikasi amatlah penting bagi pasangan suami istri. Bu Nyai Nur Rofiah pernah menyampaikan tentang “Betapa pentingnya menjaga nalar dan intuisi (hati nurani) dalam memutuskan segala hal dalam berumah tangga.”
Salah satu dari lima pilar pernikahan yang lain adalah musyawarah, yakni pengambilan keputusan secara bersama-sama dalam keluarga. Musyawarah adalah jalan terbaik untuk membuka keterbukaan dalam keluarga dan bisa menjadi jalan untuk mempererat suatu hubungan.
Poin selanjutnya adalah pengasuhan anak yang sudah seharusnya kita lakukan secara bersama-bersama. Sehingga seorang anak akan merasakan kasih sayang yang lengkap dari kedua orang tuanya.
Seorang anak tidak akan kehilangan sosok ayah dan ibu di dalam proses pertumbuhannya yang akan membantunya menemukan kedamaian di dalam rumah.
Bertukar cerita hingga lelap mata
Lalu datang pagi, kau memasak, ku bekerja
Dalam penggalan lirik di atas, menjadi pendengar yang baik bagi pasangan adalah salah satu cara untuk menghargai pasangan. Stereotip yang berkembang di masyarakat adalah seorang suami haruslah bekerja di luar rumah. Sedangkan tugas rumah tangga menjadi tanggung jawab seorang istri.
Penulis masih melihat fenomena ketika seorang istri harus bekerja dan suami menjadi bapak rumah tangga karena alasan sakit dan lainnya seringkali menjadi buah bibir di masyarakat. Sedang saling melengkapi dan bisa bekerja sama adalah perwujudan dari makna zawaaj. Yaitu keyakinan bahwa pasangan suami istri dalam pernikahan adalah berpasangan.
Kembali ke Allah
Jangan dulu lelah, yakin semua indah
Pejamkanlah mata, pada-Nya kita berserah
Ketika masalah datang silih berganti dalam pernikahan, hendaklah pasangan suami istri mencari jalan keluar yang paling baik, kemudian memasrahkannya kepada Tuhan.
Meskipun seseorang telah menikah, tugasnya adalah tetap menjadi hamba Rabb-nya bukan menjadi hamba dari pasangannya.
Oleh karena itu, jangan pernah berharap berlebihan kepada pasangan (orang lain). Hendaklah seseorang itu bergantung kepada dirinya sendiri dan Tuhannya. []