• Login
  • Register
Rabu, 2 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Memasak dalam Perspektif Perempuan

fatmi isrotun nafisah fatmi isrotun nafisah
17/06/2020
in Personal
0
(sumber foto ibupedia.com)

(sumber foto ibupedia.com)

124
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Memasak adalah sebuah kegiatan mengolah makanan dengan berbagai macam metode, teknik, peralatan dan kombinasi bumbu dapur dengan tujuan untuk mendapatan hasil yang diinginkan. Memasak tidak hanya sekedar untuk mematangkan makanan, tapi memasak juga harus dengan tujuan agar masakan dapat matang, terasa enak (kalau ini bisa sesuai selera ya!) dan yang paling penting bernutrisi bagi tubuh. Sebab memasak adalah bentuk memberi nutrisi, seperti perkataan Michal Avishai bahwa memasak adalah “Memberi kepada orang lain memenuhi kita dalam banyak hal.”

Memasak juga sangat baik bagi kesehatan mental seperti membawa rasa ketenangan sehingga bisa berfungsi sebagai meditasi. Sebagaimana menurut psikologi dari Nortwestren University Feinberg School of Medicine, bahwasanya therapeutic cooking berhasil dilakukan bagi peserta karena memasak adalah behavioral activation yang tujuannya mengurangi depresi dengan cara meningkatkan perilaku yang berorientasi pada tujuan.

Dengan melihat begitu banyaknya manfaat memasak, lantas bagaimana anggapan memasak bagi kaum perempuan?

Seorang perempuan dalam masyarakat, biasanya akan dilabeli bahwa “perempuan harus bisa memasak”. Tidak jarang sejak kecil anak perempuan harus mulai belajar membantu ibunya memasak, mengenali berbagai macam bumbu dapur, belum lagi ketika harus mulai memasak seorang diri.

Ketika sudah dewasa, kemampuan memasak juga akan dipertimbangkan oleh laki-laki dalam memilih calon pasangan hidup. Bahkan kerap kali kriteria seorang perempuan yang bisa memasak dianggap sebagai menantu yang baik dan idaman bagi mertua.

Baca Juga:

Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Terlepas dari kewajiban seorang istri atau bukan. Nyatanya kemampuan memasak adalah skill yang identik bagi perempuan. Memang tidak salah bila seorang laki-laki menginginkan perempuan yang bisa memasak sebagai kriterianya.

Namun yang perlu diingat bahwa memasak bukanlah kewajiban seorang istri, menurut mazhab Syafi’iyah berpendapat bahwa hal itu bukan kewajiban istri. Hanya saja seorang istri lebih baik dapat membantu suami sebagaimana yang berlaku di masyarakat.

Memasak bisa dilakukan oleh siapapun, bahkan bisa menjadi hobi bagi siapapun. Tidak memandang baik laki-laki maupun perempuan karena memasak adalah salah satu basic life skill yang harus dimiliki oleh semua orang. Memasak bisa dilakukan untuk diri sendiri maupun orang lain, karena melakukan tindakan untuk orang lain seperti memasak adalah bentuk altruisme atau sesuatu yang bisa membuat orang bahagia dan terhubung dengan orang lain.

Setiap perempuan itu istimewa, terbukti Islam yang begitu memuliakan perempuan. Terlepas dari apakah dia pandai memasak atau tidak. Asalkan yang paling utama dan penting adalah tidak lepas peran dan kewajiban sebagai istri bagi suami dan ibu bagi anak. Namun memang perempuan yang bisa memasak mempunyai nilai lebihnya, seperti seorang ibu bisa memenuhi kebutuhan nutrisi anak dan keluarga, juga memiliki kedekatan emosional secara langsung.

Walau begitu tetap saja rumah tangga yang sesungguhnya adalah kesepakatan dari kedua belah pihak, yang terpenting keduanya merasa nyaman dan bahagia. Setiap pekerjaan rumah tangga seperti memasak juga merupakan kesepakatan bersama. Bisa tidaknya memasak juga diniatkan untuk membahagiakan suami, bukan diniatkan karena wajib sehingga seorang istri tidak merasa terbebani.

Bagi perempuan yang tidak bisa atau bahkan tidak suka memasak, juga tetap istimewa. Ada juga laki-laki yang tidak menghiraukan kemampuan istri yang tidak bisa memasak. Dalam islam juga bukan merupakan kewajiban. Memasak adalah kemampuan dasar yang harus dikuasai baik laki-laki maupun perempuan. Skill memasak bisa dipelajari dan perlu proses untuk mahir.

Jadi, untuk para perempuan tetaplah menjadi diri sendiri. Bagi perempuan yang punya skill memasak teruslah memasak untuk saling melayani dan membahagiakan bersama suami serta keluarga, tetap teruslah memasak untuk diri sendiri dan orang lain. Kemudian bagi perempuan yang belum bisa memasak tetaplah berusaha belajar memasak. Pun demikian untuk perempuan yang tidak bisa memasak, setiap perempuan tetap istimewa kok. []

fatmi isrotun nafisah

fatmi isrotun nafisah

Fatmi Isrotun Nafisah adalah perempuan kelahiran Purbalingga, dan baru saja lulus dari Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ) Jawa Tengah di Wonosobo pada program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam tahun 2022

Terkait Posts

Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual Bisa Dicegah Kalau Islam dan Freud Ngobrol Bareng

26 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID