Mubadalah.id – Pada hari Selasa tanggal 15 November lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi membuka Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Nusa Dua, Bali. Dalam pembukaaan gelaran akbar tersebut, Presiden Jokowi didampingi oleh dua menteri perempuan Indonesia: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi.
Kedua sosok tokoh penting di samping pemimpin nomor satu NKRI tadi bukan hanya sekadar untuk membuka acara KTT saja, tapi penunjukan Bu Sri Mulyani dan Bu Retno sejatinya menyiratkan makna mendalam tentang bagaimana Indonesia telah menunjukkan bahwa perempuan bukan lagi kelompok masyarakat marjinal, tapi kaum hawa juga mampu menjadi menteri dan berkontribusi seluas-luasnya untuk negara.
Pentingnya Figur Publik Perempuan
Tercatat, jumlah tokoh politik perempuan secara umum di seluruh dunia, amatlah terbatas. Terhitung, hanya 30 perempuan yang menduduki jabatan presiden dan perdana menteri saat ini. Dari banyaknya negara yang ada, hanya Barbados dan Moldova yang pernah mendudukkan perempuan sebagai pengemban amanah nomor satu di negeri mereka.
Indonesia sendiri, pernah memiliki presiden perempuan di era Megawati. Kini Ketua DPR juga diduduki oleh sosok perempuan dari klan Soekarno: Puan Maharani. Namun, keterwakilan mereka tidaklah cukup. Sebab, bangsa kita butuh lebih banyak perempuan yang berkapasitas seperti tokoh-tokoh publik tadi agar kesenjangan gender Indonesia tidak semakin melebar.
Selain membantu mengurangi gap ketidakadilan gender, memiliki figur penting pada jajaran kabinet atau sistem politik elit nyatanya menguntungkan bagi perempuan. Tidak hanya pada sang tokoh saja, tapi penerusnya akan mendapatkan jaringan dan pola jalan jika ingin menapaki karier yang sama.
Pemimpin Perempuang Rekrut lebih Banyak Perempuan
Studi dari peneliti University of Technology Sidney, Ramon Vijeyarasa menemukan bahwa pemimpin perempuan cenderung merekrut lebih banyak perempuan untuk membantunya dalam mengerjakan tugas-tugas negara. Di Amerika Latin, penunjukan menteri perempuan ditemukan lebih banyak ketika yang menduduki puncak pimpinan juga perempuan.
Contoh lainnya adalah Aquino, ia tidak hanya menjadi pemimpin perempuan, tapi ia juga tak segan-segan merekrut perempuan-perempuan lain dalam kabinetnya. Seperti Lourdes Reynes untuk menduduki jabatan penting dalam Kementerian Pendidikan dan Miriam yang mendapat kedudukan tinggi dalam Biro Imigrasi.
Contoh-contoh tadi memperlihatkan bahwa perempuan pemimpin mampu membuka jalan bagi kompatriotnya. Bahkan, mereka selanjutnya mampu mewarnai sistem politik negara untuk lebih ramah terhadap isu-isu gender. Di tingkat nasional, gerakan politik perempuan Indonesia terus berprogres meski jalannya tidak semulus jalan tol.
Terakhir, gerakan perempuan berhasil meloloskan regulasi anti kekerasan yang membutuhkan waktu 7 tahun lamanya untuk dapat disahkan.
Menteri Perempuan Indonesia
Tidak hanya itu, kabinet Presiden Jokowi saat ini pun beranggotakan enam orang menteri perempuan Indonesia dengan kapasitas mumpuni. Bahkan dua menteri yang duduk di sebelah Presiden Jokowi pada pembukaan KTT G20, selain mencatatkan rapor baik di lingkup nasional, juga mendapat apresiasi tinggi oleh publik global.
Ibu Retno sebagai Menteri Luar Negeri Indonesia mendapatkan penghargaan dari United Nations Entity for Gender Equality and the Empowerment of Women dari UN Women. Sedangkan sahabat beliau, Ibu Sri Mulyani memperoleh apresiasi saat World Government Summit dengan memperoleh penghargaan menteri terbaik di dunia.
Prestasi yang keduanya peroleh kian menunjukkan bahwa jabatan tinggi yang perempuan raih memiliki efek domino positif terhadap pemberdayaan sesama perempuan. Apa yang ditorehkan oleh Bu Retno dan Bu Sri Mulyani di satu sisi memperlihatkan bahwa perempuan kini tak lagi menjadi pendamping suami atau keturunan dari pemimpin politik semata.
Sekarang, perempuan bisa mendapatkan kesempatan yang sama untuk ‘naik panggung’ dan berkontribusi secara luas. Apalagi, Indonesia telah mengadopsi kebijakan afirmatif gender quota yang memberikan peluang besar bagi perempuan sebagai aktor aktif dalam kancah sosial politik nasional.
Dari sudut pandang gender, capaian para perempuan tangguh Indonesia sejalan dengan target dari UN Women yang menekankan pada empat area. Antara lain, pemerintahan, pemberdayaan ekonomi, tindakan pencegahan kekerasan terhadap perempuan, dan upaya perdamaian global. Apa yang dua Srikandi Indonesia contohkan ini menjadi bukti bahwa perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan memimpin. Bahkan menciptakan peluang bagi sesamanya.
Oleh karena itu, mari tinggalkan stigma sempit bahwa tempat ideal bagi perempuan hanya di kasur dan dapur. Yang tepat adalah di manapun tempatnya, perempuan dan laki-laki harus saling mendukung dan bekerjasama. Yakni untuk berkontribusi seluas-luasnya bagi sesama demi kehidupan yang jauh lebih baik. []