Mubadalah.Id – Beberapa hari lalu, salah seorang kawan bertanya fadhilah shalat jamaah di rumah. Barangkali untuk membangun spiritualitas dalam keluarga. Pasalnya, sang istri mengajak suaminya jamaah di rumah. Di sisi lain, teman saya itu ingin jamaah di masjid yang katanya lebih afdhal.
Sementara si istri enggan jamaah di masjid meski diajak oleh suaminya lantaran keyakinannya bahwa perempuan tak elok keluar rumah. “Rasa-rasanya, keyakinan mesti (salat) di rumah itu sampai pada taraf wajib” tutur kawan saya.
Mulanya saya menyuruh tanya ke yang lain, bukan tidak mau. Tapi malu pada diri sendiri. Karena hanya menjadi corong ajaran spiritual, terlebih, menyangkut spiritualitas dalam relasi laki-laki dan perempuan. Saya sendiri belum mampu menginternalisasi nilai dan ajaran tersebut.
Berjamaah bersama Istri di Rumah Lebih Istimewa
Oleh sebab itu, saya hanya menyampaikan tak ubahnya toa di mesjid mengenai persoalan yang kawan saya alami yang hendak membangun spiritualitas keluarga.
Dalam hal ini, Syekh Nawawi al-Bantani, demikian pula Syekh Khatib al-Syarbini, menjelaskan seseorang yang berjamaah di rumah bersama keluarga: istri atau anaknya, maka ia memperoleh fadhilah jamaah sebagaimana di masjid. (Nawawi, Nihayatu az-Zain: 117 & Khatib al-Syarbini, Mugni al-Muhtaj, juz 2: 467).
Bahkan ketentuan tersebut yaitu salat jamaah di rumah bersama istri dan sanak saudaranya bisa menjadi lebih utama ketimbang salat jamaah di masjid bersama masyarakat luas tanpa keluarganya. Hal ini sebagaimana wacana dari Syekh Ibrahim al-Baijuri.
وتحصل فضيلة الجماعة بصلاته في بيته بزوجته أو نحوها بل تحصيله الجماعة لأهل بيته أفضل
“Dan fadhilah jamaah tetap tercapai dengan salatnya seorang suami di rumahnya bersama istri atau keluarganya bahkan fadhilahnya lebih istimewa ketika sama keluarga.” (Al-Baijuri, Hasyiah Baijuri, juz 2: 108).
Membangun Spiritual Keluarga adalah Hikmah Jamaah bersama Istri di Rumah Lebih Utama
Dari pendapat beliau, salah satu hikmah yang tersingkap yaitu agar pasangan suami istri bersinergi dalam membangun spiritualitas rumah tangga. Suami tak boleh egois mencari kedamaian spritual di kuburan keramat atau perkumpulan tarekat, misalnya. Di saat yang sama tak harmonis dengan keluarganya – sebagaimana tak jarang kita jumpai di beberapa keluarga.
Meskipun, salat jamaah bukanlah satu-satunya wasilah membangun spiritualitas keluarga. Tetapi bila hal itu bisa menentramkan pasangan, maka amat dianjurkan karena bagaimanapun jamaah adalah ungkapan kekompakan hamba menghadap Tuhannya.
Di tempat lain, jauh sebelum wacana Ibrahim al-Baijuri itu, Syekh Khatib al-Syarbini mencoba mengartikulasikan secara konkret alasan mengapa jamaah sama istri di rumah lebih istimewa ketimbang di masjid yang tanpa keluarga.
Jika kita rujuk dalam kitabnya Mughni al-Muhtaj, beliau memberikan keterangan berbagai konteks sehingga shalat berjamaah di rumah bersama istri walau jamaahnya hanya satu lebih unggul dari pada shalat berjamaah di masjid meski jamaahnya banyak.
نَعَمْ لَوْ كَانَ إذَا ذَهَبَ إلَى الْمَسْجِدِ وَتَرَكَ أَهْلَ بَيْتِهِ لَصَلَّوْا فُرَادَى أَوْ لَتَهَاوَنُوا أَوْ بَعْضُهُمْ فِي الصَّلَاةِ … فَصَلَاتُهُ فِي بَيْتِهِ أَفْضَلُ
“Iya betul… Tapi bila suami menuju masjid dan membiarkan keluarganya di rumah, maka mereka akan shalat sendiri-sendiri. Atau bahkan main-main (hambar)… Maka salatnya suami itu lebih utama di rumah”.
Menundukkan Ego Jalan Meniti Keharmonisan Spiritual
Selesai ku sampaikan, teman saya bersemangat sekali untuk menyampaikan ulang kepada istrinya. Menurutnya, sang istri akan senang sekali. Di sisi lain, ia sendiri mampu meredam sisi egoisnya dengan gembira dan tentram yang sebelumnya amat keberatan dengan permintaan sang istri. Dengan menundukkan ego, rupanya bisa meniti jalan keharmonisan suami istri dalam spriritualitas keluarga.
Sementara saya sendiri merasa malu. Malu kepada teman saya. Bagaimana teman saya mampu menundukkan egonya hanya lantaran keyakinan istrinya: mesti shalat di rumah, yang saya sebut “berlebihan”. Namun sebagaimana desakan teman saya, boleh jadi apa yang saya sampaikan menjadi wasilah untuk saya terkait hidayah menanamkan nilai-nilai tersebut pada diri saya sendiri. Amin. []