• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Membela Sang Nabi

Fathonah K. Daud Fathonah K. Daud
06/04/2020
in Featured, Hikmah
0
105
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Tiba-tiba saya terganggu baca status di beranda FB, yang mengaitkan kawin anak Syekh Puji dengan perkawinan Nabi Muhammad saw. dan Sayidah Aisyah ra. Waduh gejolak untuk menjawab kok kuat sekali, tidak dijawab kok terus menganggu. Akhirnya saya merespon melalui tulisan ini untuk membela Sang Nabi.

Pada masa Nabi Muhammad dengan zaman sekarang tentu lain konteksnya. Era itu masih lumrah anak perempuan dinikahkan dalam umur yang masih muda. Bahkan, anak yang masih dalam kandungan juga ada yang sudah dijodohkan.

Era itu, bahkan sampai beberapa abad setelahnya tidak ada yang mengkritik Rasulullah saw. Karena masih dipandang lumrah. Era modern ini saja mulai datang kritik terutama dari Barat terhadap fenomena tersebut. Baca dulu sejarah peradaban Arab dalam memandang dan memperlakukan kaum perempuan.

Ketika itu, perempuan dipandang sebagai perwujudan dosa, aib, kesialan, dan hal-hal lain yang memalukan. Ini hampir terjadi di seluruh dunia ketika itu. Dalam peradaban Arab Jahiliyyah, karena rendahnya diri perempuan, sampai kelahiran bayi perempuan dipandang menjadi beban berat bagi keluarganya.

Selain karena faktor ekonomi, ketakutan atas kemiskinan, para orang tua sangat khawatir terhadap bayi-bayi perempuan mereka, yang apabila membesar membuat aib keluarga dan kehilangan kehormatannya. Maka sebagian besar orang Arab mengubur bayi-bayi perempuan mereka karena tidak mau menanggung malu di kemudian hari. Fakta ini dinyatakan dalam al-Qur’an dalam surah al-Nahl [16]: 58-59).

Baca Juga:

Menyusui Anak dalam Pandangan Islam

KB dalam Pandangan Islam

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Lalu yang saya maksud dengan anak dalam kandungan juga dijodohkan oleh orang tuanya. Kisahnya sebagai berikut;

Ini menurut Murtadla Mutahhari (2001: 38), pada suatu hari, dalam perjalanan haji wada’, ketika nabi sedang menunggu kuda dengan memegang cambuk, datanglah seorang lelaki yang mengatakan bahwa ia hendak menyampaikan pengaduan.

Nabi menanyakan apa pengaduan itu, “bertahun-tahun yang lalu, kata lelaki itu, pada masa Jahiliyyah, saya dan Tariq ibn Marqa’ menyertai suatu peperangan. Dalam peperangan itu, Tariq sangat memerlukan sebilah tombak dan ia berseru, adakah seseorang yang mau memberikan kepada saya sebilah tombak dan menerima imbalannya untuk itu? Saya maju ke depan dan menanyakan apakah imbalan yang akan diberikannya itu. Ia mengatakan, saya berjanji bahwa anak perempuan saya yang pertama lahir akan saya besarkan untukmu. Saya menerima tawarannya dan menyerahkan tombak saya kepadanya.”

Demikianlah urusan itu diputuskan, dan tahun-tahun pun berlalu. Akhirnya saya ingat akan perjanjian itu dan saya mengetahui bahwa isteri Tariq telah melahirkan seorang anak perempuan dan bahwa anak perempuan itu telah akil baligh dan ada di rumahnya.

Saya pergi kepadanya dan mengingatkan dia akan peristiwa dahulu itu dan menuntutnya agar memenuhi janjinya. Tetapi Tariq mengingkari janjinya dan mulai menanyakan soal mahar kepada saya. Sekarang saya datang kepada anda untuk mendapatkan keputusan siapa yang benar di antara kami.

“Berapa umur gadis itu?” Tanya Nabi saw. Dia telah akil baligh. Sesuai dengan apa yang kau tanyakan kepada saya baik Tariq maupun engkau tidaklah benar. Kembalilah dan uruslah urusanmu sendiri dan biarkanlah gadis yang malang itu mengurus dirinya sendiri.

Laki-laki itu tercengang mendengar jawaban Nabi itu. Sesaat ia termangu, dan bertanya-tanya kepada dirinya sendiri, keputusan macam apa ini. Apakah seorang ayah tidak berkuasa penuh atas anak perempuannya? Apabila ia membayar mahar kepada ayah dari anak gadis itu, dan apabila si ayah dengan suka rela menyerahkan anak gadis itu kepadanya, apakah itupun salah juga?

Ketika melihat lelaki itu tercengang dan bingung, Nabi mengerti akan pikiran orang itu, lalu beliau berkata: “Yakinlah bahwa bila kau turuti apa yang telah kukatakan, baik engkau maupun sahabatmu Tariq, tidak akan menjadi orang yang berdosa.”

Nah, justru Islam datang memberikan kemuliaan kepada perempuan secara berangsur-ansur, dimana peradaban lain masih suram bagi perempuan. Bagaimana nasib perempuan di Afrika, India dengan konsep Sati dan lain-lain?

Ketika saya sampaikan demikian, dibantah bahwa katanya kepadaku, ungkaplah sejarah emansipasi perempuan Romawi, yang lebih awal dari Islam, kata dia. Padahal mana ada sejarah emansipasi di Romawi pada pra-Islam? Untung saya punya buku jimat “Women between Islam and World Legislations (1985)”.

Tidak berbeda dengan Jahiliyyah, sama buruknya. Dimana Perempuan dipandang tidak mempunyai kemampuan apa-apa dan tidak memiliki status independen. Lawan bicara yang ini kemudian menghilang, setelah saya tunjukkan buku tersebut.

Tetapi yang lain masih ngeyel dan menuding Rasulullah macam-macam. Astaghfirullahal adzim dan menuduh saya bohong. Menurutnya bahwa orang Islam yang menggunakan nalar sehat ketika baca sirah Nabi, akan murtad. Itu kan membuktikan bahwa argumentasi mereka tidak berdasarkan membaca atau menganalisa tetapi hanya mendengar, katanya dan katanya.. hiks

Lagipula umur Sayidah Aisyah saat menikah itu debatable, ikhtilaf, banyak pendapat. Jadi bagaimana bisa dicomot hanya pada salah satu pendapat? Intinya saya mempertahankan pendapat bahwa perilaku tersebut bukan Pedofilia.

Karena al-Qur’an melarang melakukan perbuatan fahisyah (keji/kotor). Untuk meyakinkan mereka saya bilang bahwa Sayidah Aisyah ketika berhubungan badan dengan Rasulullah itu sudah haid (menstruasi), yang dalam ketentuan fiqh adalah sudah baligh.

Apa itu baligh? Baligh adalah usia atau fase tubuh manusia menjadi remaja bagi perempuan, bukan anak-anak lagi ini. Ini adalah dalam perspektif fiqh. Saat baligh perempuan sudah mampu membedakan baik dan buruk. Dalam fiqh tiada batasan umur perempuan untuk menikah, batasannya ya baligh, Mau dibilang apa?

Yang penting dicatat, zaman itu masih umum berlaku perempuan menikah usia dini, bahkan di sejarah Nusantara hingga Indonesia sudah merdeka saja tradisi tersebut masih lumrah. Rasulullah itu Era 14 abad yang lalu, tidak bijak mengukur sejarah klasik dengan kriteria-kriteria modern.

Makanya yang terjadi di negara-negara Islam itu mereformasi ILF (Islamic Family Law) dengan reinterpretasi kepada buku-buku turast. Akhirnya mengalami perkembangan hukum keluarganya di negeri Islam sesuai dengan perkembangan zaman.

Setelah panjang lebar adu argumentasi, yang intinya mereka hanya ingin menjebak dan memojokkan Islam. Hal ini dapat dilihat dari cara argumentasinya yang mbulet tidak ingin untuk mencari pencerahan dan bentuk-bentuk pertanyaan yang menjebak.

Terakhir, saya tunjukkan dan merekomendasikan pada meraka bahwa ada banyak ilmuwan Barat (non Muslim) yang justru memuliakan Rasulullah dan menempatkan beliau di urutan pertama. Baca dech! Karya mereka adalah hasil kajian ilmiah terhadap literature Barat dan Islam. Mereka itu adalah:

(1). Muhammad, Budha and Crist karya Marcus Dodds

(2). Buku On Heroes, Hero, Worship, and the Heroes in History karya Thomas Charlyle

(3). Will Durant bukunya The Story of Civilication in the World

(4). Michael H. Hart, Seratus Tokoh dan Rasulullah ditempatkam di urutan no 1

(5). Nazame Luke, Muhammad Rasul dan Risalah.

Sekian, semoga bermanfaat dan terimakasih. []

Tags: islamnabiperempuanperkawinan anak
Fathonah K. Daud

Fathonah K. Daud

Lecturer di IAI Al Hikmah Tuban

Terkait Posts

Menyusui Anak

Menyusui Anak dalam Pandangan Islam

20 Mei 2025
KB

KB dalam Pandangan Riffat Hassan

20 Mei 2025
KB

KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

20 Mei 2025
KB dalam Islam

KB dalam Pandangan Islam

20 Mei 2025
Bersyukur

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

19 Mei 2025
Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menyusui Anak dalam Pandangan Islam
  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version