Mubadalah.id – Kasus terkait bullying di pesantren di Kediri sampai menghilangkan nyawa sungguh kasus yang mengerikan. Orang tua memasukkan anak ke pesantren berharap untuk mendapatkan bekal ilmu secara mandiri, harapan tersebut sirna manakala puteranya pulang tanpa nyawa. Ironisnya, anak menjadi korban bullying oleh sepupu dan temannya di pesantren.
Pelaku bullying itu masih di usia remaja, dan bahkan di bawah umur. Mereka menjadi pelaku tindak kekerasan fisik pada korban. Korban yang hanya sendiri membela diri tentu tidak sepadan dengan lawannya sebanyak empat orang. Pelaku merasa superior dengan menindas, intimidasi, mengancam, hingga korban susah untuk membela diri saat terjadi kekerasan fisik.
Parahnya, pihak pesantren menutupinya, membiarkan korban meregang nyawa sendirian. Tidak ada upaya untuk menyalahkan pelaku terkait kejadian ini, atau melaporkan ke kepolisian. Bahkan jenazah korban dibiarkan di ruang kamar yang tertutupi kain sarung saja. Sampai pada menyerahkan jenazah, pihak pesantren tidak memberikan penjelasan secara lengkap terkait kronologi kejadian.
Jenazah yang sudah tertutup kain kafan tidak boleh dibuka dengan alasan sudah disucikan. Keluarga curiga karena kain kafan putih bercucuran darah. Saat dibuka, keluarga kaget karena banyak luka terdapat dalam tubuh korban.
Kejadian ini sangat mencoreng nama baik pesantren. Tapi ketakutan untuk memasukkan anak ke pesantren dengan anggapan bahwa pendidikan di pesantren tidak aman, jadilah anggapan yang juga tidak tepat. Saya sama sekali tidak membenarkan perilaku kekerasan, baik di pesantren atau di lembaga mana pun.
Persoalan bullying harus dilihat secara menyeluruh, karena bisa terjadi di mana saja, kapan saja dan dengan melibatkan pelaku dan korban siapa saja.
Pengertian dan Upaya Pencegahan bullying
Bullying adalah perilaku agresif yang berulang secara sengaja dan memiliki tujuan untuk menyakiti, menindas, merendahkan, mendominasi orang lain baik secara emosional, fisik maupun mental. Tindakan bullying bisa terjadi dalam berbagai konteks, seperti di sekolah, tempat kerja, lingkungan online (cyberbullying), atau di tempat umum.
Bullying dilakukan oleh pihak yang lebih kuat. Bullying bisa berupa fisik, lisan sosial atau serangan di media sosial. Berupa penghinaan, mencela, mengancam, melecehkan secara verbal korban dengan kata-kata yang merendahkan dan menyakitkan. Dampak dari bullying adalah memicu masalah mental, gangguan tidur, penurunan prestasi, trust issue, memicu pikiran balas dendam, memicu kesehatan mental pada korban.
Beberapa poin yang bisa kita lakukan sebagai upaya pencegahan bullying:
Pertama, memasukkan pesantren Memang harus jeli, terkait sistem pengamanan yang ketat, pengasuhan, pendidikan. Apalagi izin operasional.
Kedua, melepas anak di pesantren tetap harus dalam pantauan keluarga, minimal dalam sebulan 1 sampai 2 kali anak harus kita jenguk. Tanyakan apa keluhannya, bagaimana relasi bersama temannya, kakak kelas dan gurunya. Sesekali telfon ke pihak pesantren untuk menanyakan kabarnya.
Ketiga, ajarkan anak untuk membela dirinya, apabila sudah ada ketidakberesan, maka harus lapor ke guru dan Kiainya. Jangan takut untuk melaporkan tindakan teman dan kakak kelas yang sudah tidak wajar.
Keempat, anak harus dibekali ciri-ciri tindakan bullying dan bagaimana dia harus membela diri, juga bagaimana saat menyaksikan bullying tindakan apa untuk bisa menyelamatkannya. Lapor pada tingkat atasnya untuk turut melindungi korban
Bullying Bisa Terjadi Bukan Hanya di Pesantren Saja
Maraknya bullying tidak hanya di pesantren. Kasus terbaru anak dari artis Vincent juga terjadi di lembaga pendidikan. Pelakunya anak orang kaya dan mereka dalam pantauan keluarga. korban juga sampai mereka rawat di rumah sakit dengan bukti luka di tubuhnya.
Kasus terbaru lainnya terjadi di Sumatera, korban perempuan dikeroyok temannya sebaya. Pelaku sambil merokok dan adu mulut dengan kata yang tidak pantas. Kasus lainnya juga terjadi di Sukun Malang. Di bulan Februari ini, banyak sekali kasus bullying terjadi, baik di pesantren juga sekolah.
Kekerasan dan bullying seperti fenomena gunung es. Angkanya lebih besar dari yang muncul ke permukaan. Hal ini harus menjadi fokus dalam pengelolaan lembaga pendidikan Semua anak harus kita bekali pendidikan kesetaraan, bahwa tidak boleh berlaku superior pada temannya, pada orang yang lebih lemah.
Teman lainnya yang menyaksikan kejadian bullying harus paham bagaimana tindakan selanjutnya jika mendapati kawannya menjadi korban. Yang paling penting, setiap anak hukumnya haram apabila menjadi pelaku bullying. persoalan halal dan haram tidak sebatas meninggalkan salat dan mengaji. Menjadi pelaku Bullying hukumnya juga haram. Apalagi sampai menghilangkan nyawa temannya atau juniornya.
Kekerasan Juga Terjadi di Rumah
Faktanya kekerasan baik fisik dan kekerasan lainnya juga bisa terjadi di lingkungan keluarga. Ada banyak kasus kekerasan misal perkosaan yang dilakukan oleh ayahnya, pamannya, kakeknya. Kasus terbaru adalah seorang ayah merudapaksa anak tirinya saat terjadi cekcok dengan pasangannya. Anaknya bahkan berada di pesantren dan dijemput oleh ayah tirinya. sunguh peristiwa yang memilukan dan tidak pantas untuk dilakukan.
Kekerasan fisik juga marak terjadi di lingkungan keluarga. Bahkan ada anak yang kehilangan nyawa karena disiksa oleh anggota keluarganya. Anak yang seharusnya mendapat perlindungan oleh keluarganya, namun perlakuan KDRT yang ia dapatkan.
Trust Issue terkait untuk tidak memasukkan anak di pesantren juga harus kontekstual. Karena banyak keluarga di luar sana yang membutuhkan pendidikan pesantren sebagai ruang aman untuk tumbuh kembang anak. Sebab rumah tidak lagi menjadi ruang aman untuk anak. Bahkan rumah tidak lebih aman dari pesantren, sebagaimana saya jelaskan di atas tadi dari kasus KDRT yang marak terjadi.
Banyak pula, anak yang orang tuanya tinggalkan untuk bekerja di luar negeri. Lalu lebih nyaman menitipkan anak di pesantren. Karena sungkan untuk merepotkan keluarga lainnya. Sekali lagi, yang kita perangi adalah perilaku kekerasan. Sikap yang menindas. Memperlakukan orang lain secara tidak manusiawi. Bukan memerangi pesantrennya, bukan memerangi lembaga pendidikannya. Yang harus kita perbaiki adalah sikap dan perilaku antar manusia.
Pesantren Humanis untuk Memerangi Bullying
lembaga pendidikan harus mengajarkan cara menghargai sesama manusia, menghargai perbedaan, menghormati sesama ciptaan Tuhan. bukan hanya ibadah dalam garis vertikal saja yang kita hukumi halal haram. Pola interaksi yang merugikan orang lain harus juga kita bekalkan pada anak, hukum halal haramnya, hubungan antar manusia sebagai ibadah dalam garis horizontal pun sama wajibnya.
Dari kejadian ini, pesantren memang harus berbenah. Kajian ayat-ayat Alquran dan Hadist harus lebih membumi untuk kita praktikkan dalam bermuamalah bainannas. Metode dalam mengajar harus benar-benar mudah dimengerti oleh anak yang masih usia remaja.
Harus ada pendampingan dan pengawasan bagaimana cara memperlakukan teman sebayanya dan adik kelasnya. Karena mereka berinteraksi 24 jam selayaknya keluarga yang tinggal satu atap. Pengasuh harus lebih cermat dalam mendidik anak asuhnya.
Mari kita semua berbenah. Kekerasan yang harus kita perangi, kita cegah. Semua harus berperan. Baik selaku menjadi orang tua, guru, dan pemangku kebijakan dalam lembaga pendidikan. Semua manusia tidak boleh merendahkan sesamanya, sebagaimana Allah Swt sampaikan dalam firmannya di surat Al-Isra ayat 37;
وَلَا تَمۡشِ فِي ٱلۡأَرۡضِ مَرَحًاۖ إِنَّكَ لَن تَخۡرِقَ ٱلۡأَرۡضَ وَلَن تَبۡلُغَ ٱلۡجِبَالَ طُولٗا
“Dan janganlah engkau berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.” []