Mubadalah.id – Islam sebagai ajaran yang dinarasikan berisi pesan-pesan kebaikan, seringkali dijargonkan sebagai “Islam Rahmatan Lil Alamīn”. Namun, pada saat bersamaan, saat wajah Islam diwujudkan dengan pesan-pesan bengis dan teror, Islam kemudian beralih menjadi “Islam Laknatan lil Alamīn”. Islam sebagai rahmat, atau justru sebagai laknat, atas semesta.
Untuk menelaah pilihan jawaban itu tentu tidak mudah. Tapi jika memosisikan Nabi Muhammad SAW sebagai “agen” yang membawa risalah Islam, kita bisa mendapati bahwa sosok agen menjadi titik krusial penting. Jika Islam sebagai ajaran dinarasikan dengan pesan rahmat, maka Nabi Muhammad perlu diprofilkan (kembali) sebagai sosok pembawa, sekaligus bagian, dari rahmat itu sendiri.
Saya termasuk beruntung, mendapat kiriman dan kesempatan mendaras sebuah kitab modern dengan tampilan salaf “Kitab Kuning” berjudul Nabiyy al-Raḥmah karya Dr Faqihuddin Abdul Qadir. Kitab ini memiliki judul yang panjang, yakni Nabiyy al-Raḥmah: fīhi Arḍ li Maqālat al-Raḥmah allatī hia min Uss al-Islām fī Shakhṣiyyat al-Muṣṭafā ṣalla Allah alayh wa sallam min Aqwālihī wa Afālihī wa Aḥwālihī (Cirebon: Mahad Aly Kebon Jambu, 2020).
Kitab ini, meski tipis hanya 21 halaman dan disebut Kang Faqih -sapaan Dr Faqihuddin Abdul Qadir- sebagai risālah wajīzah, berisi beberapa kajian kunci di antaranya: Rahmat sebagai hadiah (al-raḥmat al-muhdāt), Konsep rahmat yang universal (al-raḥmah al-ām), Rahmah sebagai kaidah umum dalam relasi manusia (al-raḥmah hia al-Qāidah fī al-Muamalah al-āmmah bi al-Nās).
Selain itu, pada tataran praktis, rahmah kemudian dinarasikan sebagai dukungan terhadap kaum miskin (tayīd al-ḍuafā wa musāadatuhum), menebar keadilan dan kebaikan serta menolak kezaliman dan mara bahaya (nashr al-adl wa al-khayr wa daf al-ẓulm wa al-ḍarar), berbuat baik pada tetangga (ḥusn al-jiwār), serta bersikap penuh kelembutan pada hewan (al-ra’fah bi al-ḥayawān) dan menjaga lingkungan (al-ḥifaẓ ala al-bīah).
Semua pesan kebaikan dan kerahmatan itu terjalin dan disulam oleh Kang Faqih dari tebaran hadis-hadis pilihan berupa ucapan (aqwāl), perbuatan (afāl) maupun kondisi (aḥwāl) yang disandarkan dalam pesan profetik Nabi Muhammad SAW.
Memosisikan (kembali) Nabi Muhammad SAW dalam unsur keteladaan yang baik (uswah ḥasanah) sebagai Nabi yang Rahmah (al-Nabiy al-Raḥmah) atau Nabi -sebagai pembawa- Rahmah (Nabiy al-Raḥmah) kiranya penting untuk diketengahkan kembali.
Nabi sebagai sosok yang “Rahmah” perlu difigurkan kembali sebagai role model yang menampilkan wajah Islam penuh dengan keramahan, penuh dengan kasih sayang, pada alam semesta. Jika kita, umat Islam, mampu meneladani pesan-pesan sosok Nabi sebagai Rahmah, tentu kita bisa menjadi bagian dari agen yang menampilkan wajah Islam dengan rahmah, bukan laknah, bagi orang lain.
Jadi, mampukah kita menjadi ummat al-raḥmah, umat Islam yang menampilkan wajah Rahmah Islam dalam keseharian melalui teladan dan kisah Rasul? Ataukah kita justru menjadi bagian dari potret buram yang menampilkan wajah Islam dengan keras (faẓẓan) dan berhati kasar (galīẓ al-qalb)? []