• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Meneladani Akhlak Rasulullah terhadap Anak

Fathonah K. Daud Fathonah K. Daud
06/08/2020
in Keluarga, Publik, Rekomendasi
0
132
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Di suatu antrian di sebuah apotik tengah kota, kebetulan urutannya berjajar panjang, seorang ibu masih muda baru datang dan berkata kepada seorang anak (usia setingkat SMP) :”Dik, saya dulu ya? Sebab buru-buru. Si ibu memberi alasan untuk menyerobot antrian si anak yang bertubuh ramping. Padahal si anak tersebut sudah mengantri lama, sudah satu jam, dan masih banyak urusan, sedang di rumah ibunya yang sakit menunggunya.

Malangnya si anak tidak berdaya untuk berkata-kata atau minimal menunjukkan keperluannya yang juga sangat mendesak. Ia harus menebus obat secepatnya dan membeli beberapa keperluan dapur untuk makan siang ibu dan adiknya.

Demikian juga dalam rumah tangga, tidak sedikit anak-anak telah diperlakukan kasar dan kejam oleh keluarga dekatnya sendiri. Disuruh-suruh, dipaksa mengerjakan pekerjaan yang tidak sesuai kapasitas dan umurnya. Apabila tidak dikerjakan atau sudah dikerjakan tetapi jika tidak sesuai target, dibentak-bentak, dimarahi, dipukul dan ditendang-tendang. Sungguh tragis!

Ini adalah sekedar gambaran prilaku seseorang yang sewenang-wenang atau kejam kepada seorang anak. Pernahkan anda melakukan itu? Jika pernah, anda sungguh dzalim, kejam dan tidak manusiawi.

Dalam kehidupan keseharian, orang yang paling rentan kepada tindak kesewenang-wenangan adalah anak. Meraka adalah anak manusia, yang (dipandang) bertubuh mungil, belum banyak mempunyai pengalaman hidup, belum cukup mampu untuk berfikir rasional dan dipandang tidak ada kekuatan untuk melawan, maka sering diremehkan dan terabaikan hak-haknya.

Baca Juga:

Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Dalam sejarah, anak manusia bahkan selalu menjadi korban kebiadaban. Pada era Fir’aun (1527 SM.), bayi-bayi lelaki diburuh dan dibunuhi, di era Jahiliyyah banyak bayi perempuan dikubur hidup-hidup dan di era modern ini banyak janin dan bayi perempuan maupun lelaki dibunuh karena suatu alasan.

Di sini penulis tidak berbicara hukum merawat, melindungi dan menjaga anak, tetapi bagaimana kita dapat memperlakukan mereka dengan cara yang wajar dan baik. Anak manusia, tak kira ia anak biologis atau tidak, berhak mendapatkan perhatian dan pemuliaan, sebagaimana manusia pada umumnya. Pada dasarnya hak-hak kemanusiaan itu sama, tidak memandang ia besar atau kecil, tinggi atau rendah, hitam atau putih, dan tidak membeda-bedakan sukunya, nasabnya, agamanya atau bangsanya.

Anak-anak itu bagaikan cermin, apa yang orang dewasa lakukan terhadapnya, ia akan menirunya sebagaimana apa yang ia lihat. Jika kemarin ia diperlakukan baik, ia akan memantulkan prilaku yang baik di hari ini dan demikian seterusnya. Maka jangan diharapkan, jika orang tuanya telah menanamkan keburukan kepadanya akan dapat memanen kebaikan darinya.

Bagaimana memperlakukan anak dengan wajar dan respect? Bagaimana berinteraksi dengan anak-anak? Salah satu cara yang tepat adalah kita mentauladani prilaku Rasulullah saw terhadap anak kecil, baik itu kepada anak orang lain, budaknya atau keluarga beliau sendiri.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra., ia berkata, “aku menjadi pelayan Rasulullah saw selama 10 tahun. Demi Allah, beliau sama sekali tidak pernah mengucapkan kata hus kepadaku, dan beliau juga tidak pernah mengomentari pekerjaanku dengan kata-kata, kenapa kamu melakukan ini? Atau terhadap sesuatu yang tidak aku lakukan, kenapa kamu tidak melakukan ini?” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Abu Daud).

Demikian juga ketika Rasulullah saw (571-633 M.) mengadopsi Zayd bin Haritsah bin Syarahil al-Kalbi sebagai anak angkat beliau. Peristiwa ini sebelum kenabian. Zayd bin Haritsah (576-629 M.) berasal dari Bani Ṭayyi’ di Syam. Ketika terjadi peperangan antara salah satu kabilah Arab dengan Bani Ṭayyi’, Zayd kecil tertawan dan dijadikan budak.

Tetapi ada pendapat lain, bahwa Zayd kecil ditangkap oleh sekelompok penjahat yang kemudian menjualnya sebagai seorang budak. Khalil dari suku Tihamah membeli Zayd dan menjualnya kepada Hukaim bin Ham bin Khuwailid. Lalu Hukaim memberikannya sebagai hadiah kepada Khadîjah bint Khuwailid (556-620 M.), saudara perempuan ayahnya.

Setelah Nabi Muḥammad saw menikah dengan sayyidah Khadîjah bint Khuwailid pada tahun 596 M., beliau tertarik kepada Zayd. Maka Khadîjah menghadiahkan Zayd kepada suaminya. Ketika itu Zayd sudah berumur sekitar 20 tahun. Setelah Haritsah, ayah Zayd, mendengar kabar bahwa anaknya bersama Nabi Muḥammad saw, beliau pergi ke Mekkah dengan tujuan akan menebus anaknya yang tercinta itu.

Beliau meminta Muḥammad saw untuk menyerahkan Zayd. Nabi Muḥammad saw lalu memberikan kebebasan kepada Zayd untuk memutuskan dirinya, dan beliau tidak mau menerima tebusan. Setelah ditanyakan kepada Zayd, ia memutuskan untuk tetap bersama Nabi dan tidak mau ikut ayahnya ke negeri Syam.

Lalu ayah Zayd berkata: “Celakalah engkau wahai anakku lebih memilih perbudakan daripada kemerdekaan.” Zayd menjawab, “sesungguhnya aku melihat kebaikan pada diri beliau (Muḥammad), yang menjadikanku tidak sanggup berpisah dengannya, dan aku tidak sanggup memilih orang lain selain dia untuk selama-lamanya.”

Dalam kisah yang lain, yang diceritakan oleh Abu Hurairah. Pada suatu hari, Rasulullah saw keluar dan aku sedang berada di masjid. Beliau memegang tanganku, lalu mengajakku mendatangi pasar Bani Qainuqa. Kami melihat-lihat pasar dan setelah itu aku pulang bersama beliau. Kemudian kami duduk di masjid.

Beliau bersabda:”Panggilkan anak lelakiku!”. Lalu datanglah Hasan bin Ali, ia menghambur dalam pangkuan beliau dan bermain-main dengan jenggot beliau. Beliau pun menciuminya seraya berkata,”Ya Allah, sesungguhnya aku menyayanginya, maka sayangilah ia, dan sayangilah pula orang-orang yang mengasihinya.” (doa tersebut dibaca tiga kali).

Diriwayatkan dari Ya’la al-Amiri bahwasanya ia pernah keluar bersama Rasulullah saw menghadiri undangan jamuan makan. Sesampainya beliau di hadapan para tamu undangan, Husain terlihat sedang bermain-main dengan teman sebayanya. Maka, beliau berkeinginan untuk menggendongnya. Husain berlari ke sana ke mari, beliau pun mengajaknya bercanda.

Kemudian, beliau meletakkan salah satu tangan beliau di bawah pundak Husain dan tangan yang satu memegang dagu Husain. Lalu, beliau menciumi Husain dengan penuh kasih sayang. Lalu beliau bersabda.” Husain termasuk keluargaku dan aku termasuk keluarga Husain. Allah swt mencintai orang-orang yang mencintai Husain. Husain merupakan salah satu cucuku.” (HR. Hakim)

Kisah-kisah ini menunjukkan begitu terpuji akhlak Rasulullah kepada anak kaum muslimin atau orang yang lebih muda dari beliau. Betapa kita sangat dianjurkan untuk mencontoh akhlak beliau ketika berinteraksi dengan anak-anak kita atau anak kecil lainnya, agar kita bisa memperlihatkan kepadanya contoh yang bagus dengan meneladani akhlak Rasulullah Saw.

Kata Rasulullah saw: Bukan golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih muda dan tidak menghormati yang lebih tua.” Akhlak Rasulullah itu sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Swt.:“Sesungguhnya, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu….” (QS. al- Ahzab [33]: 21).

Anak-anak membesar tergantung lingkungannya. Anak-anak akan menjadi baik apabila ia diperlakukan dengan baik. Mereka akan merasa dihargai jika diperlakukan dengan respect dan penuh ketulusan. Mereka akan belajar dari pengalaman yang ia dapat, dari peristiwa yang ia lihat dan akan ia praktikkan dalam hidupnya dan kepada sekelilingnya.

Maka, ajaklah mereka berdialog, tanya apa kemauannya, berikan kebebasannya untuk belajar, berikan keteladanan yang baik, dengarkan pembicaraannya  dan perhatikan perkembangannya. Mereka adalah harapan orang tuanya, masa depan bangsa dan agamanya. Wallahu a’lam. []

 

Fathonah K. Daud

Fathonah K. Daud

Lecturer di IAI Al Hikmah Tuban

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version