• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Mengapa Reuni Keluarga Kurang Ramah Anak Muda

Menganggap reuni keluarga sebagai kegiatan yang membosankan adalah mindset yang salah. Anak muda sendiri hendaknya punya tekad untuk menyambung silaturahmi memperluas relasi

Muhammad Nasruddin Muhammad Nasruddin
27/04/2023
in Keluarga
0
Reuni Keluarga

Reuni Keluarga

869
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Di sela-sela perbincangan yang asyik malam kemarin, tiba-tiba Bapak menyampaikan sebuah kalimat yang membuat saya tertegun seketika. Bukan kalimat yang biasa menjadi momok anak muda saat lebaran tiba seperti “kapan wisuda? Kerja di mana? Kapan nikah? dan sederetan mantra lainnya. Bapak hanya mengajak saya untuk mengikuti reuni keluarga besok paginya.

“Wah kok kebetulan ngga ada acara sih sama temen-temen,“ gumam saya.

Saya sendiri aslinya agak malas untuk mengikuti acara reuni keluarga. Namun mau mengelak juga belum ada alasan yang tepat. Bukannya apa-apa. Namun bagi saya reuni keluarga menjadi suatu hal yang begitu membosankan.

Dalam tradisi keluarga saya setiap lebaran memang sering kali dilaksanakan acara reuni keluarga dari jalur bapak. Biasanya acara ini keluarga gelar pada hari ke empat atau kelima lebaran. Sedangkan dari jalur ibu, reuni keluarga biasanya mereka kemas dalam acara haul yang digelar di luar bulan lebaran. Itupun kami adakan dua tahun sekali.

Cakupan yang Terlalu Luas

Keengganan saya untuk mengikuti reuni keluarga bukan bermaksud tidak mau menyambung tali silaturahmi. Namun acara ini menurut saya selalu identik dengan acaranya “orang tua”.

Baca Juga:

Musim Nikah di Bulan Syawal

Menilik Masjid Ramah Musafir: Buka 24 Jam!

Tradisi Syawalan di Pekalongan, Meningkatkan Ukhuwah dan Perekonomian Masyarakat

Hari Kemenangan dan 11 Bulan Kemudian

Hal itu terbukti bahwa dalam acara tersebut jika dibuat presentase, kehadiran orang tua bisa saya bilang mencapai 70 %. Sedangkan kehadiran anak muda hanya memenuhi 10 % nya saja dan sisanya adalah anak-anak.

Yang lebih membosankan bagi anak muda seperti saya apalagi yang jarang di rumah bahwa dari sekian banyak tamu yang hadir sedikit sekali yang saya kenali. Usia yang terpaut jauh terkadang juga membuat saya bingung tentang topik apa yang menarik untuk kita perbincangkan, apalagi bagi seorang introvert.

Cakupan yang terlalu luas dalam reuni ini membuat saya seperti bertemu orang asing. Atau setidaknya membuat saya sedikit tercengang “oh, ternyata Beliau itu masih punya hubungan kekerabatan dengan keluarga saya, tetapi kok kayak ngga kenal gitu ya”.

Setelah saya riset tipis-tipis, maklum juga karena tokoh yang dijadikan patokan dalam reuni keluaga ini jika ditarik ke atas sudah terpaut enam generasi dari saya. Simbahe simbah atau dalam bahasa Jawa disebut mbah canggah. Tentu hal ini membuat saya tidak dikenal atau dapat mengenal tanpa bersama orang tua.

Mengapa Anak Muda Kurang Tertarik dengan Reuni Keluarga?

Jika saya boleh berefleksi ada beberapa hal yang membuat anak muda seperti saya kurang tertarik dengan acara reuni keluarga. Namun hal ini juga tidak dapat kita generalisir pada setiap acara reuni, ya.

Pertama, acara yang monoton. Sebagai anak muda, acara reuni yang biasa diisi dengan tahlil dan sambutan-sambutan akan terasa begitu membosankan. Berbeda dengan acara reuni teman sekelas yang kami kemas lebih kekinian seperti wisata, dangdutan, dan kegiatan lain yang lebih merepresentasikan jiwa mudanya.

Meskipun kedua acara tersebut tidak dapat kita bandingkan karena segmentasinya yang berbeda. Namun setidaknya, reuni keluarga dengan segmentasi yang lebih majemuk seharusnya kita kemas dengan kegiatan yang lebih inovatif.

Kedua, kurangnya komunikasi. Hal ini tidak dapat kita pungkiri mengingat bahwa peserta reuni berasal dari lintas generasi. Tentu anak muda jika tidak dikenalkan oleh orang tuanya juga tidak akan mengenal kerabat lainnya, kecuali jika ia yang punya tekad untuk mencari tahu sendiri.

Kurang adanya komunikasi ini akan menyebabkan suasana yang membosankan. Kita mau memulai pembicaraan bingung, mereka mau memulai pembicaraan canggung. Dan pada ujungnya meskipun berdekatan namun pelariannya hanya tertuju pada gadget yang kita bawa masing-masing.

Akhirnya reuni yang seharusnya menjadi ajang untuk saling mengenal malah tidak terbangun. Meskipun hal ini juga tidak terlepas dari kondisi psikologis masing-masing individu, introvert atau ekstrovert.

Menyiapkan Buku Silsilah Keluarga

Ketiga, struktur yang kurang tertata. Reuni yang telah menjadi kegiatan rutin seharusnya memiliki struktur yang tertata rapi. Bukan hanya penanggungjawab maupun ketua pelaksananya saja. Namun, setiap trah atau keturunan memiliki perwakilan yang mampu berkoordinasi dengan trah lainnya.

Sehingga pendataan dapat diperbaharui setiap tahunnya. Jika belum ada, hal sederhana seperti mengisi lembar kehadiran dengan kolom nama, alamat, trah, nomor HP, dan informasi lainnya menjadi hal perlu kita perhatikan bersama.

Dengan demikian, anak muda pun akan tahu dari trah mana dia berasal dan dari jalur siapa ia memiliki hubungan kekerabatan dengan peserta reuni lainnya. Bahkan kalau perlu, hendaknya ada satu buku silsilah yang panitia bagikan kepada setiap keluarga yang hadir.

Saatnya Anak Muda Ikut Ambil Peran

Menganggap reuni keluarga sebagai kegiatan yang membosankan adalah mindset yang salah. Anak muda sendiri hendaknya punya tekad untuk menyambung silaturahmi memperluas relasi. Sudah hal yang mafhum bahwa silaturahmi dapat memperpanjang umur dan memperbanyak rezeki.

Oleh karena itu orang tua pun hendaknya juga memberikan teladan yang baik kepada para anak-anaknya dengan mengajak atau memberi pengajaran tentang pentingnya silaturahmi.

Dan yang tidak kalah penting, orang yang lebih tua hendaknya juga merangkul yang lebih muda dengan cara berbagi peran. Melibatkan mereka dalam bermusyawarah meskipun hanya lewat whatsapp group atau sekadar berbagi tugas mengedarkan undangan dan mendata kehadiran peserta reuni menurut saya menjadi hal yang perlu kita lakukan.

Dengan demikian akan terjadi komunikasi yang lebih intens dan menumbuhkan sense of belonging dalam setiap diri anak muda. Jika tidak, reuni seperti ini dalam lima tahun ke depan memang masih dapat berjalan. Namun sepuluh tahun atau lima belas tahun selanjutnya mungkin hanya tinggal kenangan. []

 

Tags: Anak MudaHalal Bi HalalHari Raya Idulfitri 1444 Hlebaranreuni keluargaSilaturahmi
Muhammad Nasruddin

Muhammad Nasruddin

Alumni Akademi Mubadalah Muda '23. Dapat disapa melalui akun Instagram @muhnasruddin_

Terkait Posts

Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Mengirim Anak ke Barak Militer

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

10 Mei 2025
Menjaga Kehamilan

Menguatkan Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Kehamilan Istri

8 Mei 2025
Ibu Hamil

Perhatian Islam kepada Ibu Hamil dan Menyusui

2 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version