• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Mengatakan Rasa Sakit Bukan Sesuatu Hal yang Tabu

Bukan lagi tentang pantas atau tidaknya penyampaian keluhan perempuan. Tetapi pentingnya kesadaran kita bersama dalam menyikapinya sehingga tidak lagi menganggap suara perempuan menjadi hal tabu

Aisyah Aisyah
23/05/2023
in Personal
0
Rasa Sakit

Rasa Sakit

808
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Media sosial saat ini mulai menunjukkan atensi laki-laki terhadap pengalaman biologis perempuan. Banyak konten yang mengedukasikan bahwa pengalaman biologis perempuan ketika menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui bukanlah sesuatu yang mudah sehingga membutuhkan peran lingkungan di sekelilingnya agar tidak membuat pengalaman itu semakin sulit.

Salah satu pengalaman biologis tersebut terekam dalam Al-Qur’an dengan penggambaran adza pada surat al-Baqarah:222 yang bermakna rasa sakit. Pemaknaan yang sering mengatakan bahwa adza sebagai sesuatu yang kotor cenderung menjadikan perempuan dijauhi.

Padahal realitanya, kondisi perempuan hendak menstruasi dan ketika menstruasi adalah sakit. Bahkan Profesor kesehatan reproduksi di University College London, John Guillebaud, mengatakan bahwa nyeri haid yang perempuan rasakan tergambarkan hampir sama dengan sakitnya serangan jantung.

Pentingnya Perspektif Keadilan Hakiki

Dengan rasa sakit yang perempuan alami, kerap kali perempuan terkungkung untuk tidak menampakkannya di ruang publik. Perempuan dianggap lebai ketika menggambarkan apa yang benar-benar sedang mereka alami. Sejatinya apa yang mereka tampilkan adalah bentuk representasi apa yang mereka rasakan.

Inilah yang kemudian dalam Ngaji Kagian Gender Islam (KGI) sampaikan pentingnya mempertimbangkan perspektif keadilan hakiki perempuan yakni keadilan yang mempertimbangkan kekhasan pengalaman perempuan.

Baca Juga:

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

Fikih yang Berkeadilan: Mengafirmasi Seksualitas Perempuan

Jangan Tanya Lagi, Kapan Aku Menikah?

Bu Nur Rofi’ah dalam ngajinya menyampaikan bahwa lingkunganlah yang seharusnya tampil di garda terdepan untuk menyikapi hal ini. Sebagai pasangan suami isteri contohnya, ketika seorang suami mendapati isterinya sedang merasakan pengalaman biologis luar biasa, maka ia dapat berbagi peran domestik, membantu isteri menyuci pakaian, menyapu, bahkan ikut andil dalam mengurus anak.

Kegiatan tersebut tidak akan menjadikan laki-laki kemudian menjadi turun kehormatannya. Meskipun dalam budaya patriarki, kegiatan domestik selalu kita kaitkan dengan isttri. Namun tidak ada salahnya jika suami juga merasakan pengalaman social ini. Karena sebenarnya, berbagai kegiatan domestik itu tidak membutuhkan rahim sebagaimana kegiata hamil, dan melahirkan sehingga pembagian tugas yang sepatutnya kita kembangkan adalah konsep kesalingan (mubadalah).

Menelisik Pengalaman Biologis Manusia

Jika kita telisik lebih jauh, maka pengalaman biologis laki-laki dan perempuan tentunya sangat berbeda. Pengalam biologis laki-laki hanya berkutat pada mimpi basah dan hubungan seksual yang itu dampaknya menitan dan nikmat. Sementara pengalaman biologis perempuan meliputi haid, hubungan seksual, hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui yang itu dampaknya nikmat disertai sakit dengan frekuensi menitan, mingguan, bulanan, bahkan tahunan.

Perbandingan ini bukan berarti kemudian perempuan mengeluhkan dan tidak mensyukuri atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT. Perempuan akan menikmati masa-masa pengalaman biologisnya itu dengan ikhlas terlebih ketika di dukung oleh lelaki dan lingkungan keluarga yang baik. Mengapa demikian? karena pada realitanya, tidak semua rumah tangga beruntung dapat memiliki privasi sedemian baiknya.

Ada kalanya pasutri yang membina rumah tangganya dengan tetap tinggal di rumah keluarga besar yang mana tentunya membutuhkan pengertian yang lebih luas. Ketika suami sudah memberikan pengertian yang baik, sering kali masih saja ada omongan-omongan yang menyudutkan isteri.

Pemahaman inilah yang sepatutnya layak dimengerti oleh masyarakat umum sehingga tidak ada peminggiran terhadap pengalaman khas perempuan.

Fakta Pekerja Perempuan di Indonesia

Di Indonesia dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 81 ayat 1 menyebutkan: “Pekerja/buruh perempuan haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid”. Kebijakan yang terbuat ini sejalan karena Kemenkeu menyadari mengenai sakitnya waktu PMS tersebut.

Kemudian apakah semua perempuan akan mengambil kebijakan ini? Tentu saja tidak, karena kenyataan di lapangan sebagaimana catatan tiga tahun terakhir dari Komnas Perempuan banyak kita temukan kasus diskriminasi, kekerasan. Sekain itu, ada pelanggaran hak maternitas yang pekerja perempuan alami.

Kenyataan ini terjadi karena tidak semua perusahaan akan mematuhi Undang-undang hak pekerja perempuan tersebut. Karena sudah disahkannya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang meniadakan hak-hak pekerja perempuan.

Dengan problema yang sedemikian kompleks baik di lingkungan rumah, masyarakat, maupun dunia pekerjaan. Inilah kemudian menjadi tanggung jawab bersama untuk mulai menyelaraskan pemikiran, dan pandangan terhadap pengalaman biologis perempuan.

Bukan lagi tentang pantas atau tidaknya penyampaian keluhan perempuan. Tetapi pentingnya kesadaran kita bersama dalam menyikapinya sehingga tidak lagi menganggap suara perempuan menjadi hal tabu. []

 

 

 

 

 

Tags: Hak Kesehatan Reproduksi PerempuanMenstruasiPengalaman BiologisperempuanRasa Sakit
Aisyah

Aisyah

Aisyah Mahasiswa PascaSarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Terkait Posts

Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual Bisa Dicegah Kalau Islam dan Freud Ngobrol Bareng

26 Juni 2025
Menemani Laki-laki dari Nol

Bagaimana Mubadalah Memandang Fenomena Perempuan yang Menemani Laki-laki dari Nol?

25 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID