Mubadalah.id – Pada abad kesembilan Masehi, hidup seorang ulama perempuan yang disegani bernama Fatimah binti Yahya. Tidak hanya mumpuni dalam ilmu agama, ia bahkan dikenal sebagai mujtahidah hebat.
Mujtahid merupakan sebutan untuk ulama yang melakukan ijtihad atau memiliki otoritas menarik kesimpulan hukum dari berbagai sumber hukum Islam seperti Alquran dan sunah Rasulullah. Tidak mudah menjadi mujtahid.
Dia harus menguasai Alquran, sunah, ijma sahabat, serta keilmuan Islam lainnya secara mendalam. Meski begitu, Fatimah membuktikan dirinya mampu melaksanakan tugas tersebut. Saudaranya, yakni Yusuf bin Yahya, juga merupakan ahli fikih. Keduanya mempelajari banyak ilmu pengetahuan dari ayah mereka yang seorang pakar hukum.
Tidak hanya berpengetahuan luas, Muslimah itu pun digambarkan sangat bijak dan dermawan. Maka tak mengherankan bila ba nyak yang menyukainya. Sang ayah kemudian menikah kannya dengan ulama bernama al-Muthahhar bin Muhammad bin Sulaiman bin Muhammad. Tak sedikit yang menilai al-Muthahhar amat beruntung karena dapat mempersunting Fatimah.
Keduanya sering berdiskusi membahas sebuah persoalan dalam pandangan hukum Islam. Ketika al-Muthahhar kebingungan mengenai suatu perkara fikih misalnya, ia akan langsung ber kon sultasi dengan sang istri.
Saat sedang mengajar murid-muridnya pun, al-Muthahar sering menemui Fatimah untuk menanyakan permasalahan fikih yang rumit. Setelah mendapatkan jawaban dari istrinya, ia lalu kembali ke depan para muridnya. “Jawaban itu bukan dari kau, tapi dari balik tirai,” ujar murid-muridnya setiap al-Muthahhar menjelaskan jawaban dari Fati mah. Pasalnya, Fatimah senantiasa berada di balik tirai.
Ulama besar Imam asy-Syau kani pernah bercerita tentang so sok Fatimah yang luar biasa. Menurut dia, Fatimah sering terlibat debat dengan ayahnya mengenai masalah hukum dan fikih. “Ayah nya mengatakan, Fatimah sudah melakukan ijtihad dengan baik dalam melansir sejumlah fatwa.
Ini mengindikasikan, Fatimah mahir dalam ilmu pengetahuan. Ayahnya juga tak akan gegabah mengomentari masalah terkait seseorang kecuali orang tersebut la yak dengannya,” kata Imam asy-Syaukani.
Sepanjang hidupnya, Fatimah tinggal di Cordoba yang merupakan pusat keilmuan pada masa itu. Ulama perempuan itu pun mengembuskan napas terakhir di sana sekitar 931 Masehi atau 319 Hijriyah. Diceritakan, pemakaman Fatimah dihadiri banyak orang dari berbagai kalangan. Sejarah bahkan mencatat, pemakaman ter sebut merupakan salah satu prosesi pemakaman di Kota Cordoba yang paling banyak di datangi masyarakat.
Sumber: https://www.republika.co.id/amp/pu878i313