Mubadalah.id – Sayyidah Aisyah. Orang Jawa, khususnya, selalu menyebutnya Siti Aisyah. Ia adalah putri Abu Bakar ash-Shiddiq bin Abi Quhafah bin Utsman. Ibunya bernama Ummu Rumman binti Amir bin Uwaimir al-Kinaniyah.
Sayyidah Aisyah memperoleh sejumlah julukan. Yang paling terkenal ialah: “Ash-Shiddiqah” (perempuan yang jujur) dan “Al-Humaira”, yang bermakna perempuan berkulit semu merah atau kemerah-merahan.
Sayyidah Aisyah adalah istri Nabi Saw. satu-satunya yang masih perawan. Ia tumbuh dan besar dalam lingkungan keluarga agamis yang kuat, berilmu pengetahuan, dan berakhlak mulia. Ja juga diajarkan sastra puisi, sejarah bangsa-bangsa, dan sebagainya.
Nabi Muhammad Saw. menikahi Sayyidah Aisyah pasca wafatnya Sayyidah Khadijah. Selama 28 tahun berumah tangga dengan Sayyidah Khadijah, Nabi Saw. tidak menikah dengan siapa pun.
Selama bersama Nabi Saw., Sayyidah Aisyah menyerap begitu banyak pengetahuan keagamaan dan kebijaksanaan dari beliau.
Ia juga dikenal sebagai perempuan cerdas dan aktif secara sosial, bahkan politik. Ia juga perempuan yang sangat kritis dan berani. Dalam Al-Mustadrak, Al-Baihaqi mengatakan:
“Aisyah adalah orang yang paling pandai, paling pintar, dan paling cerdas/kritis.”
Atha bin Rabah, ahli fiqh, ahli Hadis dari kalangan tabi’in, bahkan mengatakan:
“Aisyah adalah orang yang paling pandai, paling pintar, dan paling cerdas secara mutlak/dibanding pada umumnya”
Sementara itu, Syihabuddin az-Zuhri, seorang muhadiit, (ahli Hadis) besar, menyebut:
“Andai kata dikumpulkan pengetahuan Aisyah, pengetahuan semua istri Nabi Saw. dan semua perempuan, niscaya pengetahuan Aisyah lebih unggul.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, muhadiits besar, menyampaikan:
“Ketika Nabi Saw. wafat, Sayyidah Aisyah sudah menjalani hidup bersama Nabi Saw. selama delapan belas tahun. Ia telah hafal banyak sekali pengetahuan dan pengalaman bersama Nabi.”
“Setelah itu, Sayyidah Aisyah hidup sekitar lima puluh tahun. Ia adalah orang yang paling banyak menyampaikan hukum-hukum dan etika kenabian. Bahkan orang-orang mengatakan bahwa seperempat hukum syariah bersumber darinya.” []