Mubadalah.id – Seri Nabiyyurrahmah#9 Karakteristik dari prinsip kasih sayang Islam, dalam ajaran Nabi Muhammad Saw, adalah dakwah dan kerja untuk menghentikan kezaliman dan mewujudkan keadilan.
Dalam hadits Abu Hurairah ra, Nabi Saw menegaskan bahwa pemimpin yang adil di duni ini akan menjadi orang pertama yang memperoleh perlindungan Allah Swt kelak di hari kiamat (Sahih Bukhari, no. hadits: 663). Doa pemimpin yang adil juga akan didengar Allah Swt (Sunan Turmudzi, no. hadits: 2717).
Pemimpin di sini, dalam bahasa hadits adalah “imam”, tentu saja, tidak hanya dalam skala besar seperti khalifah, sultan, atau presiden. Tetapi juga dalam skala kecil di komunitas atau keluarga. Bahkan, ia bisa berlaku bagi setiap orang yang memperoleh kepercayaan untuk mengelola kepentingan orang lain.
Prinsip kasih sayang Islam dalam hal kepemimpinan meniscayakan adanya kebijakan yang adil dan mengikis segala bentuk kezaliman dan keburukan. Baik kepemimpinan dalam urusan politik, sosial, ekonomi, peradaban, bahkan keluarga. Baik level besar, sedang, maupun kecil.
“Tidak sekali-laki seorang hamba”, kata Nabi Saw dalam hadits Ma’qil bin Yasar al-Muzani ra, “diberi kepercayaan oleh Allah Swt untuk mengelola (urusan) rakyat, lalu dia meninggal dalam keadaan korup terhadap rakayatnya, kecuali akan diharamkan Allah Swt untuk masuk surga”. (Sahih Muslam, no.. hadits: 380).
Sa’d bin Ubadah ra bercerita: bahwa Nabi Muhammad Saw lebih dari sekali mengingatkan: “Seseorang yang dipercaya menjadi pemimpin sepuluh orang, kelak di hari kiamat akan didatangkan dalam keadaan terikat. Ikatan itu tidak bisa dilepas kecuali oleh sikap adilnya (yang ia lakukan di dunia)”. (Musnad Ahmad, no. Hadits: 22899).
Berlaku adil dan tidak zalim, tentu saja, tidak hanya kewajiban seorang pemimpin, tetapi setiap orang. Karena Islam menuntut setiap individu untuk “tidak menzalimi orang lain, menghina, dan merendahkan” (Sahih Muslim, no. Hadits: 6706).
Dalam hadits Anas bin Malik ra, Nabi Saw bersabda: “Tolonglah saudaramu baik ketika berbuat zalim atau dizalimi”. Para sahabat bertanya: “Kami memang menolong orang yang dizalimi, bagaimana lalu kami menolong orang yang zalim?. “Kami tarik tangannya (agar tidak lagi berbuat zalim)”, jawab Nabi Saw.
Akhlak lain yang harus dimiliki setiap orang adalah “Tidak menebar keburukan dan kerusakan, baik kepada diri maupun orang lain” (Muwatta Malik, no. Hadits: 1435). Demikin ini dinyatakan Nabi Saw dalam hadits Yahya al-Mazini ra.
Demikianlah, mereka yang beriman pada kenabian Muhammad Saw dituntut untuk bersikap adil, menjauhi kezaliman, menebar kebaikan dan kasih sayang kepada semua orang dan semesta alam. Wallaahu al-musta’aan.