Mubadalah.id – Koordinator Jaringan Islam Antidiskriminasi (JIAD), Aan Anshori, menilai menguatnya konservatisme Islam di Indonesia telah menimbulkan tekanan serius terhadap perempuan, baik dalam ruang keagamaan maupun sosial. Hal tersebut disampaikannya melalui tulisan yang dipublikasikan di laman Kupipedia.id.
Menurut Aan, dalam sejarah Islam, gelombang konservatisme kerap berdampak langsung pada perempuan. Ia menyebut perempuan sering menjadi kelompok pertama yang mengalami pembatasan, baik terhadap tubuh, cara berpakaian, hingga kebebasan berpikir.
“Ketika konservatisme mengganyang sebuah peradaban, perempuan selalu menjadi objek utama yang direpresi,” tulis Aan dalam artikelnya.
Ia menjelaskan bahwa dalam praktik patriarki-religius, perempuan Islam masih kerap menjadi sasaran candaan dan lelucon seksis, baik di ruang digital maupun ruang keagamaan.
Menurutnya, humor bernuansa seksisme sering muncul dalam grup percakapan digital hingga forum-forum keagamaan. Termasuk dalam konteks nasihat perkawinan atau ceramah keagamaan.
Aan juga menyinggung pengalaman perempuan dalam ruang pengajian tradisional. Ia menyebut, dalam beberapa forum pengajian kitab klasik, santriwati sering berada dalam posisi terpojok akibat cara penyampaian materi yang merendahkan perempuan.
Ia menilai praktik tersebut menunjukkan bahwa konservatisme tidak hanya hadir dalam bentuk wacana teologis. Tetapi juga termanifestasi dalam budaya sehari-hari yang melanggengkan ketimpangan gender.
Lebih lanjut, Aan menyampaikan kekhawatirannya terhadap penggunaan kitab-kitab tertentu sebagai tolok ukur kualitas keberagamaan perempuan.
Menurutnya, jika kitab-kitab tersebut menjadi rujukan tunggal tanpa kritik. Maka akan semakin mempersempit ruang kemanusiaan perempuan dalam Islam.
Tulisan Aan di Kupipedia.id menjadi bagian dari refleksi kritis terhadap perkembangan wacana keislaman di Indonesia. Ia menekankan pentingnya menghadirkan tafsir keagamaan yang adil dan tidak diskriminatif, terutama dalam konteks relasi gender.
JIAD, sebagai jaringan yang fokus pada isu antidiskriminasi dalam Islam, mendorong agar ruang-ruang keagamaan kita isi dengan perspektif keadilan dan kesetaraan.
Aan berharap diskursus publik dapat lebih kritis dalam menilai praktik keagamaan yang berpotensi mereproduksi ketidakadilan terhadap perempuan. []







































