Mubadalah.id – Ngaji Kebangsaan Jaringan KUPI kali ini mengulas tema dakwah tentang relasi Pasutri yang saling membahagiakan, dengan sub tema pengalaman ulama perempuan mengisi pengajian kitab Manba’ussa’adah karya Kyai Faqihuddin Abdul Kodir. Ulama perempuan yang didaulat menjadi narasumber ngaji kali ini adalah Nyai Umdatul Choirot, pengasuh Ponpes As-Sa’diyah 2 Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang dan Nyai Fadilah Munawwaroh, pengasuh majelis ta’lim Al-Kaysi, Buntet Pesantren, Cirebon.
Dalam mengulas kitab Manba’ussa’adah, baik Nyai Umdah, maupun Nyai Fadilah sama-sama mengemukakan keistimewaan kitab ini. Kitab Manba’ussa’adah memberikan ruang gerak bagi perempuan untuk mengenal dirinya, menyadari hak-haknya sebagai perempuan tidak hanya kewajibannya. Kitab ini juga menawarkan sudut pandang yang lebih terbuka, adil, dan seimbang tentang relasi suami istri dalam pernikahan. Selain itu, Manba’ussa’adah juga menempatkan perempuan sebagai makhluk yang mulia dan bermartabat.
Pembahasan kitab ini nampak selangkah lebih maju dengan memastikan urgensi kesehatan baik medis maupun psikis secara umum, dan kesehatan reproduksi secara khusus dalam kehidupan pernikahan. Istimewanya lagi, Kitab Manba’ussa’adah bagaikan angin segar yang hadir saat fenomena stigmatisasi perempuan berkedok ajaran agama kian santer, dan upaya penghapusan kekerasan seksual menuai banyak hambatan.
Respon para pengkaji Kitab Manba’ussa’adah, dari santri Nyai Umdah maupun Nyai Fadilah sangatlah beragam. Santri Nyai Umdah di Kelas Intensif Ramadan Mubadalah, sangat antusias tatkala diajak bersama-sama mengulas Manba’ussa’adah. Terlebih, materi yang dibawakan oleh Nyai Umdah saat itu adalah masturbasi dan onani. Tak pelak, pertanyaan-pertanyaan kritis bermunculan dari para santri.
Sedangkan santri Nyai Fadilah, merasa bahagia ketika mengkaji Manba’ussa’adah karena isi kitab sesuai dengan realita yang dihadapi para santri sekaligus menjawab substansi keluarga bahagia. Selain itu para santri juga merasa mendapatkan banyak maslahah kebaikan, berupa rasa nyaman, aman dan lebih berharga saat mengulas kitab Manba’ussa’adah.
Sebagai pengasuh Ponpes dan Majelis Ta’lim, Nyai Umdah dan Nyai Fadilah sudah banyak mengkaji kitab-kitab klasik yang telah lahir jauh lebih dulu dari kitab Manba’ussa’adah. Inilah yang membuat beliau berdua mampu melakukan komparasi antara kitab Manba’ussa’adah dengan kitab-kitab fiqih klasik.
Keduanya bahkan sepakat, jika kitab-kitab klasik masih menempatkan perempuan hanya sebatas konco wingking yang menanggung beban ganda dalam rumah tangga. Nilainya hanya sebagai objek yang berperan sebagai penanggungjawab pendidikan dan pemeliharaan anak. Inilah yang didapati oleh Nyai Umdah dan Nyai Fadilah dalam kitab klasik yang terkesan memojokkan perempuan, dan mengucilkan istri dengan bahasan keharusan perempuan tanpa membahas hak-haknya sebagai perempuan dan manusia yang utuh.
Inilah mengapa, Nyai Umdah dengan sangat gamblang memberikan kata kunci untuk kitab Manba’ussa’adah, yakni kebahagiaan, menghormati, menghargai, tabaaduli (resiprokal), dan hal-hal yang menyangkut tentang perempuan. Inilah yang kemudian oleh Nyai Fadilah dipaparkan dalam bentuk nilai- nilai Manba’ussa’adah dalam kehidupan sehari-hari. Seperti kesalingan dalam menciptakan kehidupan yang bahagia dan membahagiakan, saling melindungi tanpa diksriminasi satu atas lainnya, tidak saling menzalimi, sehingga tercerminlah sosok hamba Allah yang mulia, yang senantiasa saling menyayangi satu sama lainnya.
Mengulas kitab Manba’ussa’adah meninggalkan kesan yang mendalam bagi Nyai Fadilah, seperti doktrin bahwa kebahagiaan dalam rumah tangga berhak dinikmati bersama oleh suami dan istri. Juga pelaksanaan peran suami istri dalam rumah tangga adalah demi kemaslahatan (kebaikan) bersama. Baik suami maupun istri memahami bahwa perempuan bukanlah pemuas seks dalam rumah tangga, karena sejatinya kepuasan hubungan biologis dalam rumah tangga dinikmati oleh kedua belah pihak, yakni suami dan istri. Dan dari Manba’ussa’adah lah, Nyai Umdah dan santrinya meyakini bahwa keberadaan perempuan adalah untuk dimuliakan.
Tak hanya itu, menurut Nyai Fadilah, Kitab Manba’ussa’adah juga berjasa dalam menepis isu-isu seksis yang telah lama membumi dan diyakini oleh banyak orang. Seperti isu bahwa perempuan adalah pemuas nafsu laki-laki, kodrat perempuan adalah nurut (taat) pada suami, banyak hal dari perempuan yang membuat haramnya surga bagi mereka, hingga perempuan sangat rentan menerima laknat dari perbuatannya. Karena menurut kitab Manba’ussa’adah, suami dan istri adalah mitra yang senantiasa bekerja sama dalam mewujudkan kebaikan-kebaikan dalam pernikahan.
Maka, demi mewujudkan kemaslahatan itu, suami dan istri akan banyak melakukan kesalingan dalam menghormati, menghargai, menyayangi, melindungi, dan tolong menolong. Sehingga konsep keluarga yang sakinah, mawaddah, rahmah, barakah, dan maslahah bukan lagi sebuah keniscayaan, melainkan sebuah pencapaian yang nyata. []