Mubadalah.id – Hakim dalam kesehariannya berhadapan langsung dengan pencari keadilan, mengindentifikasi kebutuhan hukum mereka, menganalisis konflik yang muncul, bergulat dengan pengungkapan fakta hukum. Selain itu menganalisis peraturan hukum dan bermuara dengan dihasilkannya putusan pengadilan yang menjadi penentu kualitas dan kredibilitas seorang hakim.
Hal ini sebagaimana ungkapan bahwa putusan hakim merupakan mahkotanya para hakim. Sehingga setiap keputusan yang hakim jatuhkan, perlu memperhatikan hal yang esensial. Yakni: keadilan (gerechtigheit), kememfaatan (zwachmatigheit), dan kepastian (rechtsecherheit).
Namun, Munculnya kritik dari masyarakat terhadap putusan hakim menunjukkan kurang puasnya masyarakat terhadap kinerja pengadilan. Khususnya pengadilan agama yang mereka anggap masih bisa gender. Sebagaimana yang Musdah Mulia ungkapkan bahwa bias gender terjadi salah satunya karena masih rendahnya sensitivitas gender di lingkungan penegak hukum terutama di kalangan hakim.
Hal senada juga Lies Marcoes kemukakan, bahwa hakim perlu merubah cara pandang, maindset yang bias gender. Karena selama ini isteri yang harus terus menerus kita tuntut untuk tabah, kuat, sabar dalam mengarungi rumah tangga. Isteri adalah pelayan suami dan anak-anak, sehingga harus melakukan perubahan cara melihat keadilan.
Hakim Berkeadilan Gender
Selain itu, Mansour Fakih menyebutkan bahwa tanda putusan hakim yang adil gender tertandai dengan hadirnya marginaslisasi perempuan, subordinasi pada salah satu jenis kelamin, dan stereotype terhadap jenis kelamin tertentu. Lalu kekerasan terhadap jenis kelamin tertentu, serta peran perempuan yang menanggung beban kerja domestik lebih banyak dan lebih lama.
Agar pandangan di atas tidak lagi kita tujukan kepada hakim Pengadilan Agama, hakim adil gender dalam memutus perkara harus telegitimasi dan termotivasi untuk melakukan ijtihad, menafsirkan teks-teks hukum yang bias gender. Bahkan melangkah lebih jauh ke balik teks hukum (beyond legal text).
Hakim pengadilan agama adalah penegak nilai-nilai hukum Islam, Hakim bukanlah corong fikih atau hukum Islam terapan yang telah ada. Namun, hakim juga sebagai pembaharu yang bisa mewujudkan hukum yang berkeadilan gender melalui putusannya.
Metode yang paling lazim yang hakim pakai untuk melakukan ijtihad atau penemuan hukum adalah dengan menggunakan metode interpretasi terhadap teks-teks hukum. Oleh karena itu, kiranya Interpretasi teks hukum yang dapat kita jadikan alternatif solusi bagi hakim sebagai upaya menghadirkan putusan yang adil gender adalah dengan menggunakan pendekatan interpretasi mubadalah yang Faqihuddin Abdul Kodir prakarsai, atau yang sering kita sapa dengan sebutan Kang Faqih.
Pendekatan Mubadalah
Menurut Kang Faqih Interpretasi Mubadalah sengaja ia hadirkan untuk melengkapi dinamika teks dan realitas dalam tradisi Islam. Di mana selama ini kurang menunjukkan kesadaran bahwa perempuan dan laki-laki adalah setara.
Metode interpretasi mubadalah merupakan interaksi antara teks dan realitas, yang harapannya mampu memberikan makna konstruktif terhadap realitas kehidupan perempuan dan mengangkat prinsip-prinsip relasi antara laki-laki dan perempuan.
Ada tiga langkah yang bisa hakim lakukan dalam melakukan interpretasi mubadalah. Yakni menemukan nilai prinsipal, kemudian mencari gagasan utama atau ideal moral, dan terakhir menurunkan ideal moral tersebut kepada jenis kalamin yang tidak tersebutkan dalam teks.
Dengan demikian, interpretasi mubadalah dapat hakim gunakan untuk menjawab persolan gender dalam sengketa yang diajukan kepadanya. Seperti dalam permasalahan pernikahan, perceraian, penyelesaian konflik dalam rumah tangga, pengasuhan anak, serta dalam masalah kewarisan.
Namun, dalam penerapannya ada beberapa teks yang perlu kehati-hatian dalam mengoperasikan interpretasi mubadalah. Misalnya, teks yang membolehkan laki-laki pada kondisi tertentu untuk menikah lebih dari satu orang atau poligami. Makna kebolehan suami beristeri lebih dari satu orang bukanlah gagasan utama ayah, sehingga perempuan tidak boleh bersuami lebih dari satu orang atau poliandri. []