Tidak terasa, beberapa hari lagi kita akan memasuki bulan suci Ramadan. Bulan dimana kaum muslimin dan muslimat dengan semangat menyambutnya. Masjid dan mushala dibersihkan, dirapihkan laiknya akan kedatangan tamu yang sangat agung. Spanduk-spanduk mulai terbentang di pinggir-pinggir jalan, dengan bertuliskan “Marhaban ya Ramadan, Marhaban ya Ramadan”.
Kemudian kita akan menyaksikan hiruk-pikuk di masjid-masjid dan di musala-musala sebelum, pada saat dan setelah shalat tarawih. Jemaah laki-laki dan perempuan saling bertadarus al-Qur’an. Hingga pada waktu sahur, kita akan dibangunkan dengan tabuhan suara obrog keliling. Dan nanti di sore harinya, kita akan pergi untuk ngabuburit mencari tempat keramaian sembari menunggu waktu berbuka puasa.
Selain itu, pada bulan suci Ramadan juga menjadi momentum untuk meningkatkan belajar dan mengaji bagi para santriwan dan santriwati di seluruh pesantren di pelosok negri. Para kiai dan ibu nyai berlomba-lomba membuat jadwal mengaji (baca : ngaji pasaran), bahkan sampai larut malam pun banyak diikuti oleh para santri.
Namun sayangnya, semua yang biasa dilakukan di bulan suci Ramadan di tahun sebelumnya, rupanya agak berbeda dengan tahun sekarang, tahun 2020. Di tahun sekarang, dalam masa pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19) ini, pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) menghimbau kepada masyarakat agar melaksanakan ibadah salat tarawih di rumah masing-masing selama bulan suci Ramadan.
Hmmmm.. Mendengar himbauan tersebut sedih juga sih rasanya. Ramadan tahun ini, terasa hampa, hambar dan tidak ada yang istimewa sama sekali. Coba bayangkan saja, kegiatan keagamaan seperti shalat tarawih, tadarus, yang tadinya membuat masjid menjadi hidup, menjadi ramai dengan orang yang saling berlomba mencari pahala sebanyak-banyaknya. Eh untuk tahun sekarang, kegiatan itu ditiadakan terlebih dahulu alias dipindahkan tempatnya menjadi di dalam rumah.
Begitu juga dengan pesantren, beberapa kiai dan nyai juga merasa kehilangan para santrinya, misalnya, hal itu yang turut dirasakan oleh Nyai Hj Afwah Mumtazah, salah satu pengasuh Pondok Pesantren Putri Aisyah Kempek, Cirebon, melalui statusnya di Facebook, beliau merasa kehilangan ketika melepas para santrinya, untuk dipulangkan ke rumah. Hal ini dilakukan, kata Umi Afwah, demi untuk kebaikan bersama, akhirnya pondoknya untuk sementara waktu diliburkan terlebih dahulu.
Ditambah lagi, menjelang beberapa hari menginjak bulan suci Ramadan ini, ada satu hal yang barangkali amat disayangkan disaat pandemi ini adalah tidak adanya tradisi ngaji pasaran. Beberapa pesantren akhirnya terpaksa tidak menyelenggarakannya, hal ini tentu untuk kemaslahatan bersama juga.
Namun, sebetulnya kita tidak perlu bersedih hati teman-teman, ketika berada di rumah bukan berarti kita meninggalkan semua kegiatan dan aktivitas bulan Ramadan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, bukan berarti juga melepaskan kegiatan belajar dan mengaji selama di pesantren.
Tapi bagaimana sebaiknya ketika kita di rumah justru menjadi ladang ibadah, ladang untuk saling berbuat kebaikan, meningkatkan rasa kasih sayang, rasa cinta, kebahagiaan kepada seluruh anggota keluarga, dan menjadi ladang yang mendatangkan banyak pahala yang tidak kalah banyaknya seperti di masjid maupun di pesantren.
Terlebih, sebetulnya rumah juga menjadi tempat yang baik untuk melatih, memperbaiki dan mengevaluasi diri kita sendiri, seperti tidak berdusta, tidak melakukan kekerasan, tidak berbicara buruk, menahan amarah, takabur, dengki, hasud, menghilangkan sikap yang menganggap diri paling baik, paling hebat dan dan paling benar.
KH. Mustofa Bisri dalam bukunya Membuka Pintu Langit, menyampaikan bulan puasa merupakan momentum istimewa yang hanya datang satu tahun sekali, dimana kita bisa mendidik diri kita untuk bersikap jujur dan ikhlas, terutama terhadap diri kita sendiri. Juga momentum untuk mengadakan evaluasi tahunan tentang perilaku kita selama sebelas bulan yang sudah lewat, baik kaitannya dengan Tuhan, maupun yang berkenaan dengan sesama hamba-Nya.
Yang jelas pada bulan suci Ramadan pada tahun ini, semoga kita bisa merasakan kekhusyuk-an yang berbeda. Kondisi dan suasana lain daripada tahun sebelumnya. Secara lebih tepat, semoga kita bisa merasakan kedamaian, ketenangan, ketentraman, kekhusyukan, keakraban, dan kebersamaan yang istimewa bersama keluarga. []
