Mubadalah.id – Haid atau menstruasi merupakan kondisi biologis yang dialami perempuan yang telah memasuki masa baligh. Di mana secara umum istilah baligh diartikan sebagai seseorang yang telah memasuki usia dewasa yang mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Menstruasi merupakan peristiwa keluarnya darah segar dari lubang vagina dalam siklus tertentu, yang hingga kini masih dianggap sebagai tabu menstruasi. Memang tidak semua perempuan mengalami menstruasi karena banyak faktor. Ini tidaklah mengurangi kedirian mereka sebagai perempuan seutuhnya.
Menstruasi Dianggap Tabu: Pengalaman Biologis dan Sosial
Berbicara mengenai menstruasi yang merupakan salah satu pengalaman khas biologis perempuan memang tidak ada habisnya. Mulai dari perjalanan panjang sejarah menstruasi dianggap tabu sampai hal-hal yang berkaitan dengan mitos dan fakta seputar menstruasi itu sendiri. Seperti pengalaman yang sering terjadi di desaku, masih banyak masyarakat yang menganggap tabu menstruasi perempuan dengan menganggapnya hal yang negatif atau memalukan bila dialami oleh remaja perempuan yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Alih-alih mendapatkan edukasi terkait menstruasi dan seputar kebersihan alat reproduksi, justru masyarakat kerap mengidentikkan kehidupan remaja dengan kenakalan remaja. Misalnya, terjadi hubungan seks di luar nikah, kehamilan tidak diinginkan, dan masalah sosial lainnya.
Besar kemungkinan bahwa ini dipengaruhi oleh tidak adanya akses informasi dan edukasi yang baik perihal pubertas dan seksualitas. Selama ini, masih banyak masyarakat yang cenderung menghakimi daripada berusaha memahami apa yang dialami remaja di masa pubernya. Padahal, remaja sedang mengalami masa peralihan. Bisa saja mereka tidak paham betul bagaimana cara menyikapi dan bertindak akan situasi dan kondisi dalam fase perubahan ini.
Menstruasi Dianggap Tabu dengan Dalih Agama: Sebuah Kritik
Kejadian serupa pernah dialami oleh saudara perempuan ku yang kebetulan satu-satunya perempuan dari tiga bersaudara. Pada saat bulan Ramadan, saudara perempuan ku tetap melaksanakan puasa dan tidak berani bilang jujur bahwa dia sebenarnya sedang menstruasi. Sebab kakaknya suka mengolok-olok bahwa perempuan yang tidak melaksanakan puasa di bulan Ramadan karena menstruasi dianggap perempuan yang kurang sempurna agamanya karena tidak melaksanakan salat dan tidak penuh berpuasa di bulan Ramadan.
Padahal larangan untuk tidak melaksanakan salat dan puasa sudah jelas tertulis di Al-Qur’an. Itu artinya Tuhan sendiri melarang berpuasa bagi yang sedang menstruasi sehingga bagaimana mungkin masih ada yang berpandangan kalau menstruasi dianggap tabu. Bagaimana mungkin orang yang menstruasi dianggap setengah agamanya padahal kita sedang menjalankan ketaatan kepada Tuhan dengan tidak salat dan puasa karena sedang menstruasi.
Pendapat serupa dituliskan oleh Ibu Nyai Rofiah (2020) dalam bukunya berjudul Nalar Kritis Muslimah. Beliau menuliskan “Bukankah yang memerintahkan perempuan untuk tidak salat dan tidak puasa Ramadan ketika menstruasi adalah agama? Lalu kenapa ketika perempuan menaatinya, kok, dibilang kurang agamanya? Memangnya semua laki-laki muslim yang tidak pernah menstruasi itu sudah pasti salat lima waktu dan puasa Ramadannya selalu penuh?”.
Menstruasi Dianggap Tabu: Rendahnya Edukasi dan Layanan
Pandangan menstruasi dianggap tabu adalah sesuatu yang jelas keliru. Ia adalah fase pubertas yang terjadi pada remaja perempuan. Tapi, ternyata masih banyak di antara mereka tidak berani untuk bertanya tentang bagaimana pentingnya kita mengatasi kebutuhan kebersihan terutama saat mengalami menstruasi karena menstruasi masih dianggap tabu oleh perempuan sendiri . Meskipun pada hakikatnya, edukasi ini penting terutama untuk membersihkan darah menstruasi serta cara untuk menjaga kebersihan dan kesehatan alat reproduksi yang baik dan benar untuk remaja perempuan.
Hal ini dibuktikan dari data sensus penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Stastik pada tahun 2020 lalu, telah berhasil mencatat sebanyak 11,5 juta perempuan di Indonesia ialah kelompok usia 10-14 tahun, dan kebanyakan remaja perempuan mengalami menstruasi pertama. Namun, sepertinya hanya 63% remaja perempuan saja yang benar memahami penanganan menstruasi pertama hingga 55% di antaranya yang merasa sehat. Selain itu, ada pula temuan hasil survei 1 dari 2 remaja perempuan setiap 4-8 jam tidak mengganti pembalut serta tidak mencuci tangan sebelum, dan sesudah mengganti pembalut dengan sabun hingga bersih.
Mungkin sampai saat ini, Indonesia bisa dikatakan sebagai negara yang kurang menjamin hak remaja perempuan untuk lebih mengakses informasi seputar kebersihan menstruasi. Ini disebabkan oleh pengaruh kultur budaya yang sering kali membuat dialog terbatas dan menjadikan menstruasi dianggap tabu untuk dibicarakan lewat edukasi. Maka tak heran, jika ada penemuan fakta dari UNICEF satu dari enam orang remaja perempuan memilih tidak masuk sekolah di saat menstruasi.
Tiga penyebab utamanya adalah minimnya akses informasi kebersihan menstruasi, terbatasnya pengetahuan guru terkait isu ini, serta rendahnya sarana sanitasi layak di sekolah. Data Pokok Pendidikan (2017) menyebutkan sekitar 12% sekolah di Indonesia tidak memiliki toilet dan air bersih. Hanya ada satu dari empat toilet sekolah dalam kondisi baik, dan baru 67% sekolah SD dan SMP yang menerapkan toilet terpisah sesuai dengan gender.
Meskipun sebenarnya, selain Unit Kesehatan Siswa (UKS) sekolah juga harus menyediakan sanitasi pembangunan manajemen kebersihan menstruasi di sekolah. Seperti ruangan yang menyediakan pembalut dan konseling tentang menstruasi untuk siswa perempuan. Hal ini,bertujuan untuk para siswa maupun guru untuk membuka pola pikir terhadap menstruasi sebagai siklus biologis yang umum dan lumrah terjadi sehingga tidak perlu lagi adanya perundungan pada siswi ketika menstruasi di sekolah.
Pendidikan menstruasi yang kurang tepat atau salah dapat menjadi cikal bakal masalah kesehatan reproduksi jangka panjang. Manajemen kebersihan menstruasi bukanlah hal yang patut disepelekan. Oleh karena itu, edukasi tentang kesiapan menghadapi menstruasi sebenarnya sangat penting untuk remaja perempuan yang baru mengalami menstruasi pertama. Peranan orang tua, guru, orang dewasa serta semua elemen masyarakat semoga bisa ikut membantu mendampingi remaja mencari dan menemukan informasi kesehatan reproduksi yang tepat.