Minggu, 19 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Keadilan Gender

    SIKON CILEM UIN SSC Cirebon Angkat KUPI sebagai Gerakan Global Keadilan Gender Islam

    Metodologi KUPI

    Menelusuri Metodologi KUPI: Dari Nalar Teks hingga Gerakan Sosial Perempuan

    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

    Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

    Jurnalis Santri

    Sambut Hari Santri Nasional 2025, Majlis Ta’lim Alhidayah Gelar Pelatihan Jurnalistik Dasar untuk Para Santri

    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Refleksi Hari Santri

    Refleksi Hari Santri: Memoar Santri Putri “Nyantri” di California

    Feodalisme di Pesantren

    Membaca Ulang Narasi Feodalisme di Pesantren: Pesan untuk Trans7

    Membaca Buku

    Joglo Baca: Merawat Tradisi Membaca Buku di Tengah Budaya Scrolling

    Suhu Panas yang Tinggi

    Ketika Bumi Tak Lagi Sejuk: Seruan Iman di Tengah Suhu Panas yang Tinggi

    Sopan Santun

    Sikap Tubuh Merunduk Di Hadapan Kiai: Etika Sopan Santun atau Feodal?

    Aksi Demonstrasi

    Dari Stigma Nakal hingga Doxing: Kerentanan Berlapis yang Dihadapi Perempuan Saat Aksi Demonstrasi

    Pembangunan Pesantren

    Arsitek Sunyi Pembangunan Pesantren

    Eko-Psikologi

    Beginilah Ketika Kesalehan Individual dan Sosial Bersatu Dalam Eko-Psikologi

    Sampah Plastik

    Menyelamatkan Laut dari Ancaman Sampah Plastik

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

    Fitrah Anak

    Memahami Fitrah Anak

    Pengasuhan Anak

    5 Pilar Pengasuhan Anak

    Pengasuhan Anak

    Pengasuhan Anak adalah Amanah Bersama, Bukan Tanggung Jawab Ibu Semata

    mu’asyarah bil ma’ruf

    Mu’asyarah bil Ma’ruf: Fondasi dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Keadilan Gender

    SIKON CILEM UIN SSC Cirebon Angkat KUPI sebagai Gerakan Global Keadilan Gender Islam

    Metodologi KUPI

    Menelusuri Metodologi KUPI: Dari Nalar Teks hingga Gerakan Sosial Perempuan

    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

    Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

    Jurnalis Santri

    Sambut Hari Santri Nasional 2025, Majlis Ta’lim Alhidayah Gelar Pelatihan Jurnalistik Dasar untuk Para Santri

    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Refleksi Hari Santri

    Refleksi Hari Santri: Memoar Santri Putri “Nyantri” di California

    Feodalisme di Pesantren

    Membaca Ulang Narasi Feodalisme di Pesantren: Pesan untuk Trans7

    Membaca Buku

    Joglo Baca: Merawat Tradisi Membaca Buku di Tengah Budaya Scrolling

    Suhu Panas yang Tinggi

    Ketika Bumi Tak Lagi Sejuk: Seruan Iman di Tengah Suhu Panas yang Tinggi

    Sopan Santun

    Sikap Tubuh Merunduk Di Hadapan Kiai: Etika Sopan Santun atau Feodal?

    Aksi Demonstrasi

    Dari Stigma Nakal hingga Doxing: Kerentanan Berlapis yang Dihadapi Perempuan Saat Aksi Demonstrasi

    Pembangunan Pesantren

    Arsitek Sunyi Pembangunan Pesantren

    Eko-Psikologi

    Beginilah Ketika Kesalehan Individual dan Sosial Bersatu Dalam Eko-Psikologi

    Sampah Plastik

    Menyelamatkan Laut dari Ancaman Sampah Plastik

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

    Fitrah Anak

    Memahami Fitrah Anak

    Pengasuhan Anak

    5 Pilar Pengasuhan Anak

    Pengasuhan Anak

    Pengasuhan Anak adalah Amanah Bersama, Bukan Tanggung Jawab Ibu Semata

    mu’asyarah bil ma’ruf

    Mu’asyarah bil Ma’ruf: Fondasi dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Menyambut Awal Tahun, Menumbuhkan Religiusitas Agama Tanpa Kekerasan

Di awal tahun 2025 ini, kita semua berharap akan tumbuh suasana silaturahmi keberagamaan yang lebih toleran dan arif.

Ahmad Thohari Ahmad Thohari
4 Januari 2025
in Publik, Rekomendasi
0
Religiusitas Agama

Religiusitas Agama

651
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Masih tergurat dalam pikiran kita bersama, dalam gelanggang suasana keberagamaan kita di Tanah Air, ada dua fenomena penting yang baru-baru kemarin muncul dan menjadi isu publik. Fenomena yang kembali mengusik suasana silaturahmi keberagamaan kita di penghujung akhir tahun 2024.

Pertama, adalah soal Gus Miftah, sebagai seorang pemuka agama, yang “mengolok-olok” penjual Es Teh. Kedua, adalah soal penolakan penyelenggaraan Jalsah Salanah Jemaat Ahmadiyah Indonesia di ruang publik yang dilakukan terutama dari kelompok yang mengatasnamakan diri sebagai Forum Masyarakat Peduli Kemanusiaan. Mereka terdiri dari FPI, Persada 212, Ormas Pagar Akidah (Gardah), dan beberapa kelompok kecil yang berafiliasi dengan mereka.

Dua fenomena tersebut, saya pikir memantik pikiran kita untuk, setidak-tidaknya, bertanya. Mengapa tindakan kurang bermoral dan perilaku intoleran muncul dari orang-orang yang notabene seorang pemeluk agama? Memangnya, seperti apa hubungan doktrin agama—yang mengajarkan nilai-nilai moral—dengan perilaku pemeluk agama itu sendiri?

Mari kita mulai mencoba memahami hubungan agama dengan moralitas para pemeluknya, sambil mengurai jawaban atas pertanyaan tersebut. Manusia, selain kita labeli sebagai homo sapiens, di sisi lain (ia) juga mengandung arti sebagai: makhluk beragama (homo religiosus).

Agama sebagai Kendaraan Spiritual

Dalam maksud tersebut, manusia menggunakan keberadaan agama sebagai “kendaraan spiritual”, yang dengannya, ia berharap akan mendapatkan pemahaman akan makna-makna kehidupan yang ia jalani. Di mana yang tak bisa ia dapatkan melalui “kendaran-kendaran ilmiah”.

Artinya, agama memang menjadi semacam kendaraan manusia untuk menyelami makna-makna kehidupan. Mengutip Karen Asmtrong, sebagaimana seni, agama adalah semacam usaha manusia untuk menemukan makna dan nilai kehidupan, di tengah derita yang menimpa wujud kasatnya.

Tentu saja, dalam tinjauan yang sangat filosofis-teologis, homo religiosus menegaskan fakta bahwa manusia merupakan makhluk yang tak dapat melepaskan diri dari entitas Yang Absolut, Yang Tak Hingga. Karena itu, agama merupakan cara tertentu, yang manusia tempuh untuk lebih memaksimalkan potensi hidupnya pada ihwal yang sifatnya spiritual—yang secara otomatis, bisa kita sebut pula, mengarah pada sifat-sifat moralitas.

Akan tetapi, doktrin religiusitas agama nyatanya tidak selalu berbanding lurus dengan moralitas para pemeluknya. Ada rentang faktor kompleks yang memunculkan ambiguitas perilaku, yang bersifat kontradiksi sekaligus kontraproduktif, dalam diri para pemeluk agama dengan nilai-nilai agama itu sendiri.

Dalam fenomena semacam itu, ketika kepercayaan dan perilaku orang yang beragama tidak selalu sesuai dengan doktrin keagamaan yang mereka anut, para ilmuwan agama menyebut telah terjadi: “ketidaktepatan teologis”.

Tantangan keberagamaan dalam bising intoleransi

Manusia memang tempatnya salah dan lupa. Wajarlah, bukan Nabi, Boy! (Padahal Nabi juga pernah salah dan lupa—red). Tapi, apakah manusia lalu menyadari dan menginsafinya?

Manusia, justru, seringkali menempatkan agama sebagai hanya sebuah simbol belaka, bahkan menjadi barang komoditi. Tidak sungguh-sungguh kita jadikan semacam regulasi pendidikan yang dapat menyublimasi kepribadian dirinya ke level individu yang lebih arif dan bijaksana.

Banyak perilaku-perilaku intoleransi yang muncul justru dari para pemeluk agama. Hal yang idealnya tidak terjadi. Tak jarang, agama malah diperjualbelikan secara politis.

Manusia, memang, cukup berani untuk menggadaikan nilai-nilai agama demi kepentingan-kepentingan diri (individu) maupun kelompok yang sifatnya superfisial. Bahkan, dengan “atas nama agama” atau “atas nama iman’, manusia sangat tidak pekewuh untuk menyelenggarakan perang yang membunuh nilai-nilai kemanusiaan.

Menilik Sejarah Islam

Sebagai contoh, persis seperti apa yang Buya Syafii Maarif uraikan, sebagaimana terdokumentasikan dalam buku Krisis Arab dan Depan Dunia Islam (2018). Yakni tentang bagaimana kenyataan sejarah (agama) Islam yang direntang dalam buku tersebut ditegaskan sendiri oleh Buya Syafii sendiri sejatinya penuh: kekerasan dan kekejaman.

Rekaman-rekaman sejarah Islam, betapa pun pernah mencapai masa gemilang, sesungguhnya mempertontonkan adegan yang nir-kemanusiaan. Jauh dari nilai-nilai Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.

Buya Syafii menulis, bahwa perjalanan panjang kesejarahan Islam “dalam politik kekuasaan, iman sering benar tergantikan oleh semangat suku, ras, atau keturunan”. Dalam pergulatan politik kekuasan tersebut, tentu saja, semuanya mengatasnamakan: Islam.

Adapun sekarang, dalam praktik “politik kekuasaan” yang sering terjadi pada konstelasi intrik keagamaan Islam di Indonesia, iman sering benar tergantikan oleh semangat ormas, golongan, maupun kelompok-kelompok yang juga sama-sama mengatasnamakan: Islam.

Dengan mengatasnamakan Islam pula, satu sama lain saling menegaskan diri (kelompok) dengan cara penuh intoleransi—yang sangat kentara dalam kelompok-kelompok ekstrim.

Agama tanpa-agama: eksperimen religiusitas di luar bias tradisi-tradisi agama

Maka itu, sesungguhnya kita, sebagai pemeluk agama, memerlukan suatu “lompatan religius” dalam beragama, yang lebih genuine, kreatif, dan murni. Bahwa di tengah-tengah hiruk-pikuk bisingnya orang beragama dengan mengatasnamakan agama secara kaku dan subversif, kita perlu beragama dengan cara “melampaui” agama itu sendiri.

Inspirasi ini muncul dari teks Jaques Derrida—sebutlah pengalaman religius Derrida, seorang filsuf yang terkenal dengan wacana dekonstruksinya—akan pergulatannya dengan agama Yahudi yang ia anut sejak kecil. Bagaimana ia melampaui agama itu sendiri ke dalam “agama tanpa-agama”. Yakni, agama yang lahir dari kegairahan total akan Yang Ilahi—yang penuh dengan nilai kebaikan, moralitas, dan kemanusiaan.

“Agama tanpa-agama”, tentu, bukanlah agama dalam pengertiannya yang bersifat konvensional. Tetapi lebih sebagai sebuah upaya membentuk pengalaman religius baru dan cara pandang yang lebih murni dalam mendekati Yang Ilahi itu sendiri—sebagai ejawantah dari pengalaman kebermoralan, juga pengalaman kemanusiaan.

“Agama tanpa-agama” merupakan cara unik, genuine, dan kreatif tetapi tetap murni. Sebab, ia lebih menekankan pada gairah total akan Yang Ilahi sebagai the wholly other yang tidak mungkin kita bahasakan, tidak mungkin terterjemahkan, dan melampaui asumsi-asumsi pengetahuan keagaman (baca: tafsir) yang cenderung bias—bersifat naif, dangkal, dan kakus.

Memaknai Pengalaman Religius

Dalam upaya pelampauan ini, “agama tanpa-agama” lebih kita tempatkan sebagai sebuah undangan menuju model atau keberagamaan baru dan sebuah upaya untuk memaknai pengalaman religius itu sendiri. Demi tumbuhnya “cara beragama” yang lebih genuine, yang tak sibuk dengan pertentangan-pertentangan saling menuding dan menuduh sesama lain. Sekalipun ia berbeda keyakinan dengan kita.

“Agama tanpa-agama” tentu juga tidak menafikan hadirnya institusi-institusi agama yang telah banyak bermunculan dalam perjalanan sejarah agama itu sendiri. Sebagai sebuah aturan kebudayaan, institusi agama memang kadang kita perlukan. Tetapi, tentu saja, kita tidak bisa sepenuhnya mengikat diri aturan tersebut. Justru kita harus kritis dan kreatif padanya. Sebab, sebagai institusi keberadaannya tidak absolut. Ia mesti kita kaji ulang kembali.

Kita perlu berani menggugatnya, terlebih jika terjadi penyimpangan-penyimpangan di dalamnya. Karena itu pula, “agama tanpa-agama” adalah semacam upaya cara beragama yang ingin melampaui warisan-warisan tradisi maupun institusi agama. Yakni sebagai indoktrinasi yang sudah penuh dengan bias dan sebagai usaha untuk mencoba membebaskan pengalaman religius kita dari batasan-batasan yang muncul akibat adanya tradisi atau institusi agama itu sendiri.

Oleh karena itu, “agama tanpa-agama” ingin mengajak kita, para pemeluk agama, untuk menghayati agama lebih dari sekadar simbol retoris yang penuh bias kepentingan politis dan nir-manusiawi. Yakni, dengan menghayati agama lebih dari sekadar beragama dengan hanya menganut dogma belaka. Lebih dari semata-mata hanya melaksanakan ritual yang diwajibkan oleh institusi agama saja.

Sebuah Resolusi

Kita perlu menghayati agama dengan berani mempertanyakan, menggugat, dan menjadikan intensitas keimanan serta kadar moralitas kemanusiaan kita sebagai ajang eksperimentasi terus-menerus. Yakni untuk menguji secara serius pengalaman religius kita dengan Yang Ilahi, juga dengan sesama (makhluk) lain.

Kita tidak bisa menakar diri paling beriman, sekalipun kita adalah pemeluk agama yang taat. Banyak bias religiusitas agama kita yang ternodai oleh simbol, tradisi, dan institusi agama itu sendiri.

Saya pikir itu pulalah yang tergambar dari sosok Gus Dur. Sebagai seorang penganut agama Islam, tetapi dalam cara Gus Dur beragama, ia melampaui—institusi maupun tradisi—Islam itu sendiri. Frasa “Tuhan Tidak Perlu Dibela”, saya pikir adalah salah satu bentuk contoh bagaimana Gus Dur “beragama tanpa-agama”.

Artinya, di saat banyak orang sibuk bersitegang membela Tuhan atas nama iman dengan mengangkat pedang, Gus Dur justru dengan santai dan cukup arif memunculkan frasa tersebut.

Itu adalah jenis pengalaman religius baru yang coba dihayati oleh Gus Dur. Karena itu, “agama tanpa-agama” juga merupakan upaya memperbaiki cara beragama kita dengan terus-menerus ke arah yang lebih baik, mengutamakan kemanusiaan.

Supaya agama—bahkan, Tuhan itu sendiri—tidak terus “tampak” dungu, sakit, dan kejam akibat ulah-ulah kita sebagai pemeluknya. Dengan begitu, di awal tahun 2025 ini, kita semua berharap akan tumbuh suasana silaturahmi keberagamaan yang lebih toleran dan arif. []

 

Tags: ahmadiyahdakwahHak Kebebasan BeragamaislamKasus Gus MiftahkeberagamanRefleksi 2024Religiusitas AgamaResolusi 2025
Ahmad Thohari

Ahmad Thohari

Ahmad Miftahudin Thohari, lulusan mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam UIN Raden Mas Said Surakarta, punya minat kajian di bidang filsafat, sosial dan kebudayaan. Asal dari Ngawi, Jawa Timur.

Terkait Posts

Siti Ambariyah
Figur

Menelaah Biografi Nyai Siti Ambariyah; Antara Cinta dan Perjuangan

18 Oktober 2025
Suhu Panas yang Tinggi
Publik

Ketika Bumi Tak Lagi Sejuk: Seruan Iman di Tengah Suhu Panas yang Tinggi

18 Oktober 2025
Berdoa
Publik

Berdoa dalam Perbedaan: Ketika Iman Menjadi Jembatan, Bukan Tembok

16 Oktober 2025
Difabel Muslim
Publik

Pedoman Qur’an Isyarat; Pemenuhan Hak Belajar Difabel Muslim

16 Oktober 2025
Memperlakukan Anak Perempuan
Hikmah

Rasulullah, Sosok Tumpuan Umat Manusia dalam Memperlakukan Anak Perempuan

14 Oktober 2025
Menjaga Lingkungan
Publik

POV Islam dalam Menjaga Lingkungan

13 Oktober 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Psikologis Disabilitas

    Memahami Psikologis Disabilitas Lewat Buku Perang Tubuh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi Hari Santri: Memoar Santri Putri “Nyantri” di California

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Joglo Baca: Merawat Tradisi Membaca Buku di Tengah Budaya Scrolling

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Media Alternatif sebagai Brave Space dalam Mainstreaming Isu Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki
  • Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki
  • Memahami Psikologis Disabilitas Lewat Buku Perang Tubuh
  • Refleksi Hari Santri: Memoar Santri Putri “Nyantri” di California
  • Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID