• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Buku

Menyoal Nikah Mut’ah yang Merugikan Perempuan

Saya setuju sekali jika nikah mut'ah harus kita tolak. Sebab hal ini memang tidak sejalan dengan prinsip dan tujuan pernikahan itu sendiri

Ahmad Zakki Baehaki Ahmad Zakki Baehaki
02/11/2023
in Buku
0
Perempuan Nikah Mut'ah

Perempuan Nikah Mut'ah

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Judul buku : Fiqh Sesat
Penulis : M. Bahruddin Fuad
Jumlah halaman : 18 hlm
Penerbit : ZAM ZAM Sumber Mata Air Ilmu
Cetakan ke 4 : Januari 2016

Dengan begitu nikah mut’ah sangat merugikan perempuan, terutama jika perempuan tersebut memiliki keturunan dari praktik nikah mut’ah tersebut.

Mubadalah.id – Beberapa waktu yang lalu ketika seluruh Mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) ISIF ditugaskan untuk membaca satu buku, saya memilih untuk membaca buku karya M. Bahruddin Fuad yang berjudul “Fiqh Sesat”.

Salah satu tema yang saya suka dari buku ini ialah pembahasan tentang nikah mut’ah atau biasa kita menyebutnya kawin kontrak. Istilah ini memang sudah menjadi pembahasan yang cukup lama di kalangan kita, terutama di kalangan umat Islam.

Bahkan di beberapa daerah nikah mut’ah sudah dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan boleh dilakukan. Padahal hal ini dalam ajaran Islam sangat dilarang, karena banyak mafsadatnya, terutama bagi perempuan.

Pengertian Nikah Mut’ah

Al-Musawi dalam isu-isu penting ikhtilaf sunnah mengartikan pengertian nikah mut’ah adalah bentuk perkawinan yang dikenal dalam mazhab Syi’ah, yaitu perkawinan sementara atau perkawinan terputus di mana seorang laki-laki melakukan perkawinan dengan seorang perempuan untuk waktu sehari, seminggu, atau sebulan. Sederhananya, secara terminologi, nikah mut’ah dapat diartikan sebagai kawin kontrak.

Baca Juga:

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Jadi hematnya, bahwa pernikahan mut’ah tersebut adalah perjanjian antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menikah dengan jangka waktu dan mahar yang telah mencapai kata sepakat dalam kontrak, serta tanpa paksaan atau tekanan.

Terjadinya fenomena nikah mut’ah ini bersumber dari ajaran yang menghalalkannya, yaitu bersumber dari ulama Syi’ah, salah satunya adalah Ja’far Murtadha al-Amali. Sedangkan mayoritas ulama Sunni mengharamkannya, termasuk Imam Syafi’i.

Nikah mut’ah mereka anggap sebagai sesuatu yang haram karena sangat bertentangan dengan tujuan pernikahan dalam Islam. Pernikahan dalam Islam bukan merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan biologis saja, tetapi suatu ikhtiar lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan kehidupan yang bahagia, tentram dan damai dan kekal untuk selama-lamanya. Atau dalam kata lain ialah sakinah, mawadah dan rahmah.

Nikah Mut’ah dalam Sejarah

Melansir dari tulisannya Andri Nurjaman dalam Mubadalah.id menyebutkan bahwa pro dan kontra nikah mut’ah ini sebenarnya lahir karena realitas sejarah pada masa Nabi. Waktu keadaan perang darurat, Nabi pernah membiarkan salah satu prajuritnya yang tinggal jauh dengan istrinya untuk melakukan nikah mut’ah.

Namun setelah membebaskan Mekkah pada tahun 8 H/630 M, Nabi Muhammad SAW melarang praktik nikah mut’ah tersebut.

Namun, Ulama Syiah berpandangan bahwa kebolehan nikah mut’ah ini masih berlaku hingga saat ini. Padahal alasan ilmiah kenapa Nabi Muhammad SAW memperbolehkan terlebih dahulu praktik kawin kontrak pada masa itu adalah karena pada masa tersebut adalah masa peralihan dari jaman Jahiliyyah ke Islam, di mana pada masa itu zina menjadi praktik yang marak terjadi.

Oleh karena itu, mengakui nikah mut’ah terlebih dahulu merupakan langkah awal menuju kepada kesempurnaan agama dan kemanusiaan. Dan ternyata, setelah peristiwa Fathul Makkah, Nabi Muhammad SAW melarang praktik pernikahan mut’ah sampai hari kiamat.

Hal ini bisa kita lihat dalam perkataan Umar R.a yang menyampaikan bahwa:

ان رسول الله صلى الله عليه و سلم اذن لنا في المتعة ثلاث ثم حرمها والله لا اعلم احدا تمتع وهو محصن الا رجمته بالحارة

Artinya: “Bahwa Rasulullah Saw memberi izin kepada kami untuk menikah mut’ah selama 3 hari, kemudian Rasul mengharamkannya. Demi Allah saya tidak melihat satu orang pun yang menikah mut’ah dan ia adalah orang yang muhshan kecuali orang tersebut dirajam dengan dilempari batu.”

Nikah Mut’ah Merugikan Perempuan

Dari uraian di atas jelas saya secara pribadi sangat tidak setuju dengan adanya nikah mut’ah. Alasannya sangat sederhana, keluarga yang dibangun atas akad yang tidak dibatasi dengan waktu saja sangat sulit mewujudkan keluarga sakinah, apalagi pernikahan yang dibatasi dengan waktu (mut’ah).

Itu artinya membangun pernikahan yang sakinah, mawadah dan rahmah itu sangat tidak mudah. Itu mengapa Islam mengajarkan umatnya untuk tidak menjadikan pernikahan sebagai permainan dan sesuatu yang mereka lakukan tanpa persiapan.

Di sisi lain, akibat hukum dari nikah mut’ah adalah suami istri tidak dapat saling mewarisi karena perkawinan mereka tidak sah. Lalu dari segi kesehatan, kawin kontrak juga membahayakan perempuan karena berganti-ganti pasangan menyebabkan penyakit kelamin.

Lalu secara Hukum Komplikasi Islam suami yang berada dalam nikah mut’ah tidak menuntut tanggung jawab untuk memberikan nafkah kepada istri. Dan anak yang lahir dari pernikahan mut’ah itu tidak bisa menjadi ahli waris, kecuali dari ibu dan keluarga ibunya.

Dengan begitu nikah mut’ah sangat merugikan perempuan, terutama jika perempuan tersebut memiliki keturunan dari praktik nikah mut’ah tersebut. Karena pernikahannya tidak tercatat secara legal, sehingga istri tidak bisa mendapatkan hak-haknya sebagai seorang istri.

Oleh karena itu, saya setuju sekali jika nikah mut’ah harus kita tolak. Sebab hal ini memang tidak sejalan dengan prinsip dan tujuan pernikahan itu sendiri. []

Tags: MenyoalMerugikanNikah Mut'ahperempuan
Ahmad Zakki Baehaki

Ahmad Zakki Baehaki

Saya adalah Mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon.

Terkait Posts

Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

4 Juli 2025
Fiqh Al-Usrah

Fiqh Al-Usrah Menjembatani Teks Keislaman Klasik dan Realitas Kehidupan

28 Juni 2025
Novel Cantik itu Luka

Novel Cantik itu Luka; Luka yang Diwariskan dan Doa yang Tak Sempat Dibisikkan

27 Juni 2025
Fiqhul Usrah

Fiqhul Usrah: Menanamkan Akhlak Mulia untuk Membangun Keluarga Samawa

25 Juni 2025
Hakikat Berkeluarga

Membedah Hakikat Berkeluarga Ala Kyai Mahsun

23 Juni 2025
Fiqh Al Usrah

Fiqh Al Usrah: Menemukan Sepotong Puzzle yang Hilang dalam Kajian Fiqh Kontemporer

21 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Isu Iklim

    Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID