• Login
  • Register
Jumat, 13 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Menyulam Spiritualitas dan Rasionalitas: Belajar Menyebut Nama Tuhan dari Perempuan Abad 16

A’ishah mengafirmasi otoritas diri dia sebagai perempuan penulis, sufi, dan pencari ilmu, serta menolak marginalisasi.

Layyinah Ch Layyinah Ch
12/06/2025
in Personal, Rekomendasi
0
Menyulam Spiritualitas

Menyulam Spiritualitas

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Apakah iman itu cuma urusan rasa, tanpa nalar?

Apakah perempuan cukup diam di ruang batin, tanpa perlu melangkah ke ruang pikir?

Apakah ilmu agama hanya berkenan tinggal di ranah maskulin dalam balutan serban?

Mubadalah.id – Pertanyaan-pertanyaan ini, meski terdengar klise, rasanya tak habis ditanyakan dan berputar-putar di kepala saya, terutama ketika kita—perempuan—masih sering terasing di luar ruang tafsir. Di luar ruang logika. Di luar ruang spiritual yang tergali dengan pikiran.

Dalam keheningan yang penuh tanya itu, muncullah nama A’ishah al-Ba‘ūniyyah sebagai sosok representative dari jalinan logika dan rasa. Perempuan sufi, penyair, dan ulama yang hidup pada abad ke-16 ini menyodorkan kemungkinan baru: bahwa cinta kepada Tuhan bisa kita rumuskan dengan logika.

Bahwa menyulam spiritualitas bisa berpijak pada struktur berpikir yang sistematis. Dan -yang tak kalah penting, bahwa perempuan bisa menulis tentang Tuhan dengan “bahasanya” sendiri. Dengan logika yang runut, pemikiran yang rapi dan mandiri.

Ia tidak cuma berdoa, tapi ia menyusun zikir menjadi epistemologi.

Menyulam Cinta dan Ilmu

A’ishah al-Ba‘ūniyyah. Hidup di Damaskus, di tengah keluarga terpelajar. Ayahnya adalah qadi dan ulama, dan ia sendiri tumbuh dalam tradisi keilmuan yang terbuka bagi perempuan. Ia menghafal Al-Qur’an sejak kecil, mengkaji hadis, fikih, mantiq, dan tentu saja tasawuf. Tapi yang paling penting, ia menulis. Ia menafsirkan pengalaman ruhani bukan sekadar dalam ungkapan rasa, tapi juga dalam susunan pemikiran yang tertata.

Baca Juga:

Menyemarakkan Ajaran Ekoteologi ala Prof KH Nasaruddin Umar

Keadilan sebagai Prinsip dalam Islam

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence Pada Ayat-ayat Shirah Nabawiyah Tokoh Perempuan (Part 3)

Menyemai Kasih Melalui Kitab Hadis Karya Kang Faqih

Beberapa karyanya yang barang kali bisa menjadi inspirasi untuk kita bacakan dalam halaqah ilmiah, di antaranya: Kitab Ishrāq al-Anwār fī Ma‘ānī al-Adkār, kitab ini membahas makna zikir dalam berbagai maqām ruhani. Di sana, zikir tidak hanya berhenti pada pengulangan lisan, tapi jalan kesadaran menuju kehadiran Ilahi. Di tangan A’ishah, zikir menjadi epistemologi. Cara untuk mengenal Tuhan secara intelektual dan spiritual sekaligus.

Ia juga menulis Al-Muntakhab fī Uṣūl al-Rutab, ringkasan ajaran Ibn ‘Arabī dalam bentuk yang sistematis, nyaris menyerupai kitab teologi. Saya sempat dibuat merinding saat membayangkan, seorang perempuan abad 16 menulis ringkasan pemikiran filsafat mistik—sebagaimana yang tercantum dalam Encyclopaedia of Islam karya Rkia Cornell, dan membacakannya di forum-forum ilmiah publik—yang saat itu didominasi ulama laki-laki.

Tuhan yang Dicintai, Bukan Ditakuti

Yang membuat A’ishah berbeda bukan hanya karena ia menulis, tapi juga cara ia menulis. Ia tidak menjadikan Tuhan sebagai otoritas yang menghitung dosa, melainkan kekasih yang kita rindukan. Ia menulis tentang cinta ilahi bukan sebagai khayal, tapi sebagai jalan menuju transformasi diri. Dalam salah satu puisinya yang cukup membekas;

“Aku mencintai-Mu tanpa sebab,

dan cinta tanpa sebab adalah cahaya paling murni

yang membakar segala yang bukan Engkau.”

Dalam baris ini, seolah kita di ajak masuk dalam kedalaman spiritual yang diantarkan oleh logika dan rasa. Cinta tanpa sebab adalah cinta yang bebas dari syarat, dari hitung-hitungan pahala dan dosa. Cinta yang menolak transaksionalitas dalam beribadah

A’ishah mengajak kita untuk beragama bukan karena takut, tapi karena cinta dan pendekatan (taqarrub). Ia menulis untuk menghancurkan teologi rasa takut yang terwariskan dari mimbar-mimbar patriarki.

Perempuan: Subjek Ilmu, Bukan Objek Narasi

Dalam banyak kitab sejarah Islam, perempuan hanya kita sebut sebagai istri siapa, anak siapa, atau murid siapa. Dalam banyak majelis, perempuan hadir sebagai pendengar, bukan pembicara. Tapi A’ishah menolak diam. Ia mengklaim dirinya sebagai subjek ilmu—terlihat dalam banyak puisinya, A’ishah mengafirmasi otoritas diri dia sebagai perempuan penulis, sufi, dan pencari ilmu, serta menolak marginalisasi.

Ia mengajar. Ia berdialog. Ia menulis bukan untuk mengaminkan pemikiran laki-laki, tapi karena ia tahu bahwa sebagai subjek utuh, perempuan juga bisa bersuara jernih. Ia mencipta pemahaman.

A’ishah al-Ba‘ūniyyah menghadirkan spiritualitas yang memadukan cinta dan logika dalam satu tarikan napas. Ia menulis tentang zikir bukan hanya sebagai laku ibadah, tapi sebagai jalan pengetahuan. Epistemologi ruhani yang menuntun pada kehadiran ilahi. Dalam puisinya, cinta kepada Tuhan ia tawarkan tanpa syarat, sebagai cahaya murni yang tak berdasar pada transaksi surga dan neraka.

Melalui karya-karya seperti Ishrāq al-Anwār dan Al-Muntakhab fī Uṣūl al-Rutab, ia menyusun pengalaman sufistik dalam sistem berpikir yang tertata, menegaskan bahwa perempuan bukan hanya bisa mencintai Tuhan, tapi juga memahami dan menuliskannya secara mendalam. Pemikirannya menjadi bukti bahwa perempuan dapat menjadi subjek penuh dalam ilmu dan sufisme—dengan kedalaman, ketajaman, dan keindahan yang tak kalah dari para sufi besar.

Predikatnya tak lagi berhenti pada perempuan yang religius. Lebih dari itu Ia adalah perempuan yang berpikir tentang religiusitas, yang menyusun pengalaman ilahiahnya dalam logika sufistik. Dan itu adalah bentuk agensi spiritual yang tidak bisa kita remehkan.

Refleksi untuk Kita Hari Ini

Hari ini, banyak perempuan muda—termasuk saya tentunya– yang masih berjuang untuk menghubungkan antara cinta dan berpikir. Antara iman dan rasionalitas. Antara tubuh dan jiwa. Kadang kita merasa harus memilih: jadi perempuan yang lembut dan pasrah, atau jadi perempuan yang kritis yang masih sering dianggap “bermasalah.”

A’ishah hadir dengan alternatif ketiga. Ia menunjukkan bahwa kita bisa menjadi perempuan yang mencintai dan berpikir sekaligus. Bahwa iman bisa hidup dalam tubuh yang bertanya. Bahwa zikir bisa bersemayam di dada dan kepala. Lebih jauh dari pengulangan di batas lisan.

Maka di tengah maraknya spiritualitas instan yang dikomersilkan ataupun tafsir keagamaan yang maskulin dan kaku, kita butuh warisan seperti A’ishah. Sebuah warisan yang memberi ruang untuk bertanya. Untuk berpikir. Untuk menyebut Tuhan dengan cara utuh. Bahwa menjadi perempuan sufi bukan berarti meninggalkan dunia logika, tapi justru mengukuhkannya dengan cara yang lebih lembut dan mendalam. Wallahu a’lam. []

Referensi:

  • Homerin, Emil. The Principles of Sufism by ʿĀʾishah al-Bāʿūniyyah. NYU Press, 2011.
  • Asma Sayeed. Women and the Transmission of Religious Knowledge in Islam. Cambridge University Press, 2013.
  • Homerin, E. A Life in Praise of Love: Aʿishah al-Bāʿūniyyah’s Poetic Theology of Love.
Tags: A’ishah al-Ba‘ūniyyahimanislamMenyulam SpiritualitasSufitasawuf
Layyinah Ch

Layyinah Ch

Layyinah CH. seorang ibu, pengajar, yang terkadang menulis sebagai refleksi diri dengan latar belakang pendidikan pesantren dan kajian Islam. Fokus tulisan pada isu keadilan gender, spiritualitas, pendidikan Islam, serta dinamika keluarga dan peran perempuan dalam ruang-ruang keagamaan.

Terkait Posts

Humor

Humor yang Tak Lagi Layak Ditertawakan: Refleksi atas Martabat dan Ruang

13 Juni 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence Pada Ayat-ayat Shirah Nabawiyah Tokoh Perempuan (Part 3)

11 Juni 2025
Dad's Who Do Diapers

Dad’s Who Do Diapers: Ayah Juga Bisa Ganti Popok, Apa yang Membuat Mereka Mau Terlibat?

10 Juni 2025
Devotee

Mengenal Devotee: Ketika Disabilitas Dijadikan Fetish

10 Juni 2025
Kitab Hadis

Menyemai Kasih Melalui Kitab Hadis Karya Kang Faqih

9 Juni 2025
Tragedi Sejarah

Menolak Lupa, Tragedi Sejarah Kekerasan terhadap Perempuan

9 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kak Owen

    Kak Owen Hijaukan Bogor Lewat Aksi Menanam 10.000 Pohon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Seolah-olah Tidak Resmi: Sejarah Perempuan dan Rezim yang Ingin Menulis Ulang Sejarah Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Realita Disabilitas dalam Dunia Kerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Penambangan Nikel di Raja Ampat: Ancaman Nyata bagi Masyarakat Adat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nikel di Surga, Luka di Tanah Papua

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menyemarakkan Ajaran Ekoteologi ala Prof KH Nasaruddin Umar
  • Prinsip Penghormatan dan Kasih Sayang Jadi Fondasi untuk Berelasi Antar Manusia
  • Humor yang Tak Lagi Layak Ditertawakan: Refleksi atas Martabat dan Ruang
  • Penambangan Nikel di Raja Ampat: Ancaman Nyata bagi Masyarakat Adat
  • Nikel di Surga, Luka di Tanah Papua

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID