Saat masa karantina covid19 ini, ternyata berdampak pada peningkatan jumlah kekerasan berbasis gender. Sebagaimana terlihat dari hastag yang tengah banyak diperbincangkan netizen, di mana sebagian publik media sosial justru seolah mengampanyekan romantisasi kekerasan dengan mengunggah foto mugshot challenge.
Iya, mugshot challenge adalah tantangan kreasi make up dengan tampilan wajah lebam dan babak belur seperti habis dipukuli. Tantangan tersebut ramai diikuti oleh khalayak di Instagram. Setiap harinya, pengunggah foto dengan tanda pagar #mugshotchallenge semakin bertambah banyak.
Dengan dalih kreatifitas seni, mereka ramai-ramai mengunggah foto hasil kreasi make up dengan menyertakan takarir beragam, dan cenderung dengan nada candaan, seperti korban php kamu, tertangkap nonton drakor suka heboh diamuk warga sekampung, habis digebukin mantan, tolong ya jangan bikin aku babak belur karena rindu, serta ada juga i’m in love with criminal.
Bayangkan, bagaimana dengan kondisi psikologis penyintas korban kekerasan yang melihat unggahan-unggahan tantangan ini?
Putri (bukan nama sebenarnya), salah seorang penyintas Kekerasan dalam Pacaran (KDP), mengaku merasa tertekan saat melihat unggahan teman-temannya yang mengikuti tantangan tersebut di akun pribadi milik mereka masing-masing.
Putri menyatakan keberatan pada teman-temannya atas unggahan mugshot challenge mereka. Alih-alih membantu Putri dengan menghapus unggahannya, Putri justru dianggap berlebihan dalam merespon trend tersebut.
Trauma atas kejadian yang pernah dilakukan kekasihnya pada masa silam kembali muncul. Mental Putri merasa diserang oleh unggahan-unggahan tersebut. Tiap kali membuka akun Instagramnya, muncul kekhawatiran kalau yang pertama dilihatnya unggahan mugshot challenge.
Mengutip Tempo (12/4/2020), Komisioner Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, menilai mugshot challenge tidak sensitif terhadap korban kekerasan. Unggahan-unggahan itu juga berpotensi menghilangkan kepekaan terhadap kekerasan yang sebenarnya.
Kemunculan kritik terhadap mugshot challenge ini membuat James Charles, Youtuber terkenal dari Amerika Serikat, mengunggah video permintaan maaf berkenaan dengan mugshot challenge ini. Sebelumnya, Charles sudah mengunggah video mugshot challenge miliknya dan menantang para penggemarnya untuk mengambil tantangan tersebut.
Mugshot challenge ini kian problematik karena kemunculannya di tengah kondisi pandemi, dimana berbagai negara melaporkan mengenai naiknya angka kekerasan domestik.
Adanya mugshot challenge ini menandakan bahwa masyarakat kurang sensitif terhadap korban kekerasan. Normalisasi dan glorifikasi kekerasan akan berdampak pada pandangan masyarakat ketika melihat seseorang dengan wajah lebam dan babak belur itu biasa dan wajar.
Selain itu, normalisasi kekerasan juga menimbulkan hilangnya kesadaran kritis masyarakat untuk membantu, menguatkan, dan mendukung korban kekerasan bersuara dan keluar dari situasi yang merugikannya.
Media sosial memang merupakan ruang publik yang mungkin dianggap tempat netral untuk mengekspresikan apa saja. Betul bahwa hak berekspresi dijamin di dalam kacamata hak asasi manusia. Akan tetapi hak berekspresi juga perlu mempertimbangkan batasan agar dalam penyampaiannya tidak merugikan korban atau penyintas kekerasan. []