Mubadalah.id – Pada masa Nabi Muhammad Saw, hubungan kerjasama saling membantu antara Muslim dan non-Muslim, Yahudi, Nasrani, dan kaum musyrik, berlangsung tanpa masalah.
Nabi Muhammad Saw sendiri dalam banyak peristiwa menerima hadiah-hadiah dari orang-orang Yahudi, Nasrani, dan lain-lain.
Nabi dan mereka juga saling berinteraksi, saling membantu, dan kerjasama di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan politik, sebagaimana tertulis dalam Deklarasi Madinah.
Interaksi dan pergaulan tersebut tidak lantas membuat kaum Muslimin terpengaruh oleh agama dan keyakinan mereka. Karena kokohnya keyakinan agama mereka, bantuan orang-orang non-Muslim itu tak serta merta menjadikan mereka keluar dari agamanya. Lakum diinukum wa liyadiin.
Ali bin Abi Thalib mengatakan:
Kisra’ (gelar Raja Persia) memberi hadiah untuk nabi dan beliau menerimanya. Kaisar (gelar Raja Romawi) menghadiahi nabi dan beliau menerimanya. Para raja (al-muluk) memberi nabi hadiah dan beliau menerimanya.
Ibnu al-Qayyim, dalam Zaad al-Ma’ad, mengungkapkan bahwa Nabi Muhammad Saw menerima hadiah dari Muqauqis (Raja Iskandariah) berupa dua orang perempuan Mariyah Qibthiyah Ra dan Sirin. Serta hadiah uang seribu mitsqal emas dan lain-lain. Dalam karyanya yang lain, Ibnu al-Qayyim menyebutkan bahwa Imam Syafi’i mengatakan:
Boleh menerima hadiah dari anak-anak, hamba, ataupun orang kafir, dan boleh memakan serta menggunakan pemberian hadiah tersebut.
Dari berbagai riwayat tersebut, para ulama menyimpulkan bahwa menerima hadiah dari orang-orang non-Muslim tidak saja hal baik (mustahab), tetapi juga merupakan sunnah nabi. Syaikh Zakariya al-Anshari berkata: “Menerima hadiah dari orang kafir adalah boleh karena mengikuti nabi (lit tiba). []