Mubadalah.id – Momentum di akhir Ramadan ini, pada Ibu, aku ingin mengadu. Hari-hari ini kita semua dibikin meradang. Hanya mata nyalang yang sanggup memandang. Hati kita semua pilu. Setelah DPR RI secara resmi ketok palu mengesahkan RUU TNI menjadi undang-undang, dengan memasukkan beberapa point yang semakin menguatkan eksistensi pasukan berseragam loreng-loreng. Negara tanpamu Ibu, semakin karut marut tak jelas arah dan tuju.
Memasuki awal tahun 2025, belum genap 100 hari pemerintahan Prabowo Gibran, kebijakan yang mereka buat tak satupun yang berhasil menarik perhatianku. Negara tanpa ibu, telah kehilangan kasih sayang terhadap anak-anak negeri. Terutama mereka yang papa, miskin, tergusur, dan lapar yang hidup di sudut-sudut jauh negeri yang berjuluk zamrud khatulistiwa ini.
Ibu, telah kususuri jalan ini semampuku. Semampu kami terus mengingatimu agar kau tak lagi bersusah hati. Air matamu yang berlinang, emas intan yang terkenang. Hutan, gunung, sawah dan lautan, simpanan kekayaan.
Kini, aku tahu ibu sedang lara, merintih dan berdoa. Aku melihatmu Ibu, kami datang untuk berbakti, agar kau tetap bisa melihat kami, putra putramu yang tak ingin negara ini tanpa Ibu. Kami datang untuk menggembirakanmu Ibu, karena kami tetap cinta. Putra-putrimu yang setia ini, menjaga harta pusaka untuk nusa dan bangsa.
Ibu, Tanpamu Kami Kelu
Ayah sang penguasa tak lagi pernah perduli. Negara tanpa Ibu, membuat kami semakin kelu. Salah satuny adalah Aksi Kamisan, yakni sebuah aksi yang dilakukan setiap hari Kamis di depan Istana Negara yang dilakukan oleh korban pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia.
Tahukah Ibu, aksi ini pertama kali dimulai pada 18 Januari 2007. Tuntutan dari kegiatan ini adalah menuntut negara untuk menuntaskan pelanggaran HAM berat di Indonesia, seperti Tragedi Semanggi, Trisakti, Tragedi 13-15 Mei 1998, Peristiwa Tanjung Priok, Peristiwa Talangsari 1989, dan lain-lain.
Aksi Kamisan ini Ibu, merupakan sebuah aksi lanjutan dari keberadaan Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) dalam menjalankan programnya. Perwujudan kamisan lebih kepada aksi damai dengan bentuk demonstrasi diam disertai payung hitam bertuliskan tuntutan-tuntutan penyelesaian kasus.
Latar belakang Kamisan sendiri berawal dari sikap negara yang semakin mengabaikan penyelesaian HAM terutama Trisakti, Semanggi I dan II. Negara terus saja diam menyikapi kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, sehingga kemudian menimbulkan efek domino berupa sikap aktif dari para keluarga korban dalam menyuarakan aspirasinya.
Dosa Ayah
Ibu, ini daftar panjang dosa yang ayah lakukan pada bangsa ini. Dosa yang tak siapapun takkan sanggup membayangkan, Indonesia emas yang kita harapkan, namun hari-hari terus dihantui rasa cemas.
Pertama, efisiensi anggaran yang dianggap tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Pemangkasan anggaran di berbagai sektor esensial, seperti pendidikan dan kesehatan, menimbulkan kekhawatiran bahwa layanan publik akan semakin sulit terakses oleh masyarakat kelas menengah ke bawah. Di sisi lain, berbagai kebijakan ekonomi dan anggaran justru lebih menguntungkan segelintir elite dan korporasi besar.
Kedua, penundaan seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) dan Calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (CPPPK) menambah ketidakpastian bagi ribuan pencari kerja di Indonesia.
Ketiga, skandal korupsi minyak yang melibatkan perusahaan besar seperti Pertamina. Kasus-kasus ini memperlihatkan bagaimana elite politik dan ekonomi masih memiliki akses istimewa terhadap sumber daya negara.
Terakhir, negara baru saja mengesahkan revisi Undang-undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) pada 20 Maret 2025 kemarin. Dengan sahnya revisi UU TNI, tentu saja membuat kondisi Indonesia yang tadinya gelap menjadi semakin gelap
Kami Harus Bagaimana Ibu?
Perjalanan masih panjang juga, padahal 80 tahun sudah Indonesia merdeka. Kami harus bagaimana Ibu? Lamat-lamat ayat-ayat Tuhan diperdengarkan;
صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَرْجِعُونَ
Artinya, “(Mereka) tuli, bisu, dan buta, maka mereka tidak akan kembali.” (Surat Al-Baqarah ayat 18).
Dalam Tafsir Tafsirul Jalalain menjelaskan Surat Al-Baqarah ayat 18, “(Mereka) tuli” terhadap kebenaran sehingga mereka tidak menerimanya. Mereka juga “bisu” terhadap kebaikan sehingga mereka tidak mampu mengatakannya.
Selain itu, mereka pun “buta” terhadap jalan petunjuk sehingga mereka tidak melihatnya. Dari kesesatan itu, “mereka tidak akan kembali” ke jalan yang benar. Ya Ibu, hari ini mungkin kami tak baik-baik saja, meski tanpamu Ibu, kami tetap berusaha setia pada negara ini tanpa ragu. []