Mubadalah.id – Kiprah perempuan pada masa Nabi Saw, terutama dalam partisipasi politik, sangat penting untuk dituliskan. Perempuan dan laki-laki adalah sama-sama makhluk ciptaan Allah SWT.
Sebagai hamba yang sama dihadapan Tuhan, perempuan dan laki-laki memiliki tanggung jawab yang sama, yaitu tanggung jawab kemanusiaan, memakmurkan bumi, dan mensejahterakan manusia.
Terlebih, Tuhan telah memberikan kepada mereka potensi-potensi dan keahlian dalam diri masing-masing untuk tanggung jawab menunaikan amanah tersebut.
Terkait kiprah perempuan pada masa Nabi, tidak sedikit teks suci, seperti dikutip di dalam buku Islam Agama Ramah Perempuan karya KH. Husein Muhammad, menegaskan keharusan kerja sama laki-laki dan perempuan untuk tugas-tugas pengaturan dunia ini.
Laki-laki dan perempuan yang beriman, menurut al-Qur’an, saling bekerja sama untuk tugas keagamaan yaitu menyerukan kebaikan dan menghapuskan kemungkaran (kerusakan sosial).
Buya Husein menegaskan akan adanya balasan yang sama antara laki-laki dan perempuan bagi pekerjaan-pekerjaan politik (QS. Ali-Imran (3): 195, QS. an-Nahl (16): 97, QS. at-Taubah (9): 71).
Beberapa ayat al-Qur’an ini dan masih ada ayat yang lain cukup menjadi dasar legitimasi betapa partisipasi politik perempuan tidak boleh kita bedakan dari laki-laki. Partisipasi mereka menjangkau seluruh dimensi kehidupan.
Diktum-diktum Islam telah memberikan ruang pilihan bagi perempuan dan juga laki-laki untuk menjalani peran-peran politik domestik maupun publik, untuk menjadi cerdas dan terampil.
Peran Perempuan Masa Kenabian
Buya Husein juga mengingatkan bahwa sejarah kenabian mencatat sejumlah besar perempuan yang ikut memainkan peran-peran bersama kaum laki-laki.
Di antaranya : Khadijah Ra, Aisyah Ra, Ummu Salamah Ra, dan para istri nabi yang lain. Fathimah Ra (putri Nabi Saw), Zainab Ra (cucu Nabi Saw), dan Sukainah Ra (cicit Nabi Saw) adalah perempuan-perempuan terkemuka yang cerdas.
Mereka sering terlibat dalam diskusi tentang tema-tema sosial dan politik, bahkan mengkritik kebijakan-kebijakan domestik maupun publik yang patriarkis.
Partisipasi perempuan juga muncul di sejumlah baiat (perjanjian, kontrak) untuk kesetiaan dan loyalitas kepada pemerintah.
Sejumlah perempuan sahabat Nabi Muhammad Saw seperti Nusaibah binti Ka’ab Ra, dan Ummu Athiyyah al-Anshariyah Ra. Kemudian Rabi’ binti al-Mu’awwadz Ra ikut bersama kaum laki-laki dalam perjuangan bersenjata melawan penindasan dan ketidakadilan.
Umar bin Khathab Ra juga pernah mengangkat Asy-Syifa, seorang perempuan cerdas dan tepercaya, untuk jabatan manajer pasar di Madinah.
Demikian catatan tentang kiprah perempuan pada masa Nabi dalam partisipasi politik. Semoga bermanfaat. []