Mubadalah.id – Jika merujuk pandangan ulama tentang pentingnya penghormatan kepada orang berbeda agama, maka Ibnu Rusyd, seorang filsuf muslim terkemuka, ahli fiqh dan pelopor rasionalisme Arab-Islam menulis dalam bukunya yang terkenal Fashl al-Maqal fi ma baina al-Hikmah wa al-Syari’ah min al-Ittishal.
“Jika kita menemukan kebenaran dari mereka yang berbeda agama, kita mestinya menerima dengan senang dan menghormatinya. Sebaliknya jika kita menemukan kesalahan, maka kita patut memperingatkan lalu memaafkannya”. (Ibnu Rusyd, Fashl al-Maqal, hlm.93).
Sekitar satu abad sebelumnya, Imam Al-Ghazali, sufi besar, sekaligus pemikir brilian dari Thus, menginformasikan kepada kita bahwa bangsa penganut Zoroastrian (Majusi) adalah bangsa yang sukses besar selama berabad-abad.
Kegemilangan bangsa itu lebih disebabkan oleh kebijakan pemimpinnya yang adil. Hukum ditegakkan dengan adil, tidak mempraktikkan hukum diskriminatif. Tidak “tumpul ke atas, tajam ke bawah”.
Agama mereka mengharamkan praktik-praktik kezaliman tersebut. Mereka juga bekerja sungguhsungguh untuk mensejahterakan rakyatnya. Al-Ghazali kemudian menghimbau kita untuk bersikap adil terhadap liyan sekaligus melarang mencaci-maki mereka.
Mengutip wahyu Tuhan kepada Nabi Dawud, Imam al-Ghazali mengatakan: “Jangan kamu biarkan kaummu mencacimaki ‘orang-orang asing”, karena mereka sesungguhnya telah berhasil memakmurkan dunia dan mensejahterakan hamba-hamba-Ku”.(Imam al-Ghazali, al Tibr al Masbuk fi Nasihah al Muluk, hlm. 50). :
Prof. Dr. Husein adz-Dzahabi, mantan Menteri Wagaf Mesir dan Guru Besar Universitas al Azhar pernah mengatakan:
“Kebenaran Agama adalah apa yang ditemukan manusia dari pemahaman kitab sucinya sehingga kebenaran agama dapat beragam dan bahwa Tuhan merestui perbedaaan cara keberagaman umat manusia, atau apa yang kemudian disebut dalam ajaran Islam sebagai “tanawwu’ al-ibadah”. Jika ini dapat kita pahami, niscaya tidak akan timbul kelompok-kelompok yang saling mengkafirkan…” (Quraisy Shihab, Antara Absolusitas dan Relativitas dalam “Agama dan Pluralitas Bangsa, hlm.40). []