• Login
  • Register
Rabu, 2 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Pasangan Hidup adalah Sahabat

Agung Firmansyah Agung Firmansyah
07/09/2019
in Keluarga
0
Pasangan Hidup adalah Sahabat
16
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Pasangan hidup dan pasangan dalam pernikahan adalah (dan seharusnya dianggap) sahabat paling karib, entah kau jatuh cinta terlebih dahulu sebelum menjadikan pasanganmu sahabat, atau kau telah lama bersahabat dengannya hingga kemudian saling jatuh cinta.

Sebagai orang yang paling banyak melalui waktu bersama, dan tahu betul ‘jaba-jero’ (luar-dalam) diri kita, pasangan  adalah orang yang paling berpotensi memahami kita; kelebihan, kekurangan, sifat baik, sifat buruk, hingga bagian paling rahasia yang tidak sembarang orang kita biarkan mengaksesnya.

Tidak hanya itu, kita juga berbagi dengan pasangan segala hal yang kita raih dan kita rasakan. Tanpa kecuali dan tanpa pamrih. Suatu sikap yang bisa disebut “ikhlas”.

Kenapa pasangan harus dianggap sahabat? Ada dua hal yang mendasari pemikiran ini. Pertama, konstruksi sosial masyarakat patriarkis cenderung menganggap perempuan sebagai subordinat laki-laki. [Baca juga: Begini Tujuan Pernikahan yang Wajib Diketahui Oleh Setiap Pasangan]

Jika kita mendefinisikan pasangan sebagai ‘pasangan’ an sich, maka pengaruh patriarki akan mudah mempengaruhi kita untuk mendudukkan pasangan sebagai subordinat. Sedangkan di dalam terma sahabat terkandung kesetaraan, kerelaan dan sepenanggungan.

Baca Juga:

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Hal itu bisa dilacak dari pelbagai adagium tentang sahabat, antara lain: “Barangsiapa yang mencari teman yang tidak memiliki aib maka dia akan hidup tanpa sahabat atau teman” dan “Kecintaan seorang sahabat itu akan nampak di waktu susah”.

Jika kita menempatkan pasangan kita sebagai sahabat, anasir patriarkis dengan sendirinya mendapatkan pembanding, dan batal menjadi determinan yang mengontrol kecenderungan kita terhadap pasangan.

Kedua, relasi pernikahan dapat lebih cair dan kasual dengan pasangan sebagai sahabat. Contoh praktisnya: boncengan motor secara bergantian dengan pasangan, melakukan pekerjaan domestik bersama-sama, saling mendukung hobi yang -bahkan- nirfaedah, dan sebagainya.

Melakukan hal-hal tersebut tanpa beban bukanlah sesuatu yang mudah bagi sebagian orang. Namun jika dilakukan dengan landasan persahabatan, semua itu justru menyenangkan.

Demikian penjelasan terkait pasangan hidup adalah sahabat. Semoga  kejelasan tentang pasangan hidup adalah sahabat bermanfaat. Pasalnya, tak sedikit orang yang menganggap pasangannya adalah bawahannya. Tentu ini tak bisa dibenarkan dalam Islam. Pasangan hidup adalah patner yang agung.[Baca juga: Kasus KDRT Vena Melinda, Sebuah Pelajaran bagi Pasangan Suami Istri ]

 

Agung Firmansyah

Agung Firmansyah

Sekretaris Seknas Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak (JPPRA)

Terkait Posts

Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Peran Ibu

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

1 Juli 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Keluarga Maslahah

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

28 Juni 2025
Sakinah

Apa itu Keluarga Sakinah, Mawaddah dan Rahmah?

26 Juni 2025
Cinta Alam

Mengapa Cinta Alam Harus Ditanamkan Kepada Anak Sejak Usia Dini?

21 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?
  • Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan
  • Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID