Kamis, 6 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Digital Parent

    Digital Parent: Anak Dalam Bayangan Kekerasan Online

    Fiqh Haid

    Menafsir Ulang Fiqh Haid

    Disabilitas

    Memperjuangkan Kontestasi Makna: Mengapa ‘Disabilitas’ Lebih Manusiawi dari ‘Cacat’

    Fiqh Haid

    Fiqh Haid: Membebaskan Tubuh Perempuan dari Stigma Najis

    Belum Punya Anak

    Luka dari Kalimat “Belum Sempurna Karena Belum Punya Anak”

    Pengalaman Perempuan

    Ketika Nabi Saw Mendengar Pengalaman Perempuan

    Wali Nikah

    Wali Nikah, Antara Perlindungan dan Kesewenang-wenangan

    haid nifas dan istihadhah

    Persoalan Haid, Nifas, dan Istihadhah: Nabi Mendengar Langsung dari Perempuan

    Hak Anak

    Hak Anak atas Tubuhnya: Belajar Menghargai Batasan Sejak Dini

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Digital Parent

    Digital Parent: Anak Dalam Bayangan Kekerasan Online

    Fiqh Haid

    Menafsir Ulang Fiqh Haid

    Disabilitas

    Memperjuangkan Kontestasi Makna: Mengapa ‘Disabilitas’ Lebih Manusiawi dari ‘Cacat’

    Fiqh Haid

    Fiqh Haid: Membebaskan Tubuh Perempuan dari Stigma Najis

    Belum Punya Anak

    Luka dari Kalimat “Belum Sempurna Karena Belum Punya Anak”

    Pengalaman Perempuan

    Ketika Nabi Saw Mendengar Pengalaman Perempuan

    Wali Nikah

    Wali Nikah, Antara Perlindungan dan Kesewenang-wenangan

    haid nifas dan istihadhah

    Persoalan Haid, Nifas, dan Istihadhah: Nabi Mendengar Langsung dari Perempuan

    Hak Anak

    Hak Anak atas Tubuhnya: Belajar Menghargai Batasan Sejak Dini

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Patriarki dan Misogini Perosak Agama

Huda Ramli Huda Ramli
22 September 2020
in Hukum Syariat, Rekomendasi
0
Mencontoh Alexandria Cortez dalam Merespon Pelecehan Verbal terhadap Perempuan
144
SHARES
600
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Sebelum orientalisme dituduh cuba-cuba merosakkan Islam, patriarki dan misogini lebih dahulu sudah menjadi perosak agama. Berabad-abad patriarki dan misogini dibiarkan tidak dikritik secara tuntas. Patriarki dan misogini punca teks diterjemah secara wenang tidak objektif.

Al Mujadilah menjadi diterjemah menjadi perempuan yang mengadu, bukan perempuan yang berdebat. Sedangkan di ayat yang lain perkata “ja-da-la” diterjemah secara objektif menjadi berdebat. Ayat “وجادلهم بالتي هي أحسن” diterjemah menjadi “dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik”.

Kita tertanya-tanya, mengapa perempuan berdebat itu dicairkan maknanya menjadi perempuan mengadu. Perkataan zauj pula sering diterjemah menjadi isteri sewenang-wenangnya sedangkan makna literalnya adalah pasangan. Apabila zauj ini diterjemah menjadi isteri, perempuan menjadi kelas kedua atau makhluk sekunder kepada lelaki.

Patriarki dan misogini juga merosak tafsiran teks. Perempuan sewenangnya dituduh tidak boleh memimpin negara kerana ayat surah An Nisa: 34 yang mengatakan “lelaki adalah pemimpin (yang bertanggungjawab) ke atas perempuan” dijadikan dalil. Tidak lupa juga hadith “tidak akan berjaya sesuatu kaum yang dipimpin oleh perempuan” digunakan sebagai dalil untuk melarang perempuan menjadi pemimpin.

Mereka yang mentafsir sebegini seolah-olah ditimpa amnesia kepada surah An Naml, ayat 23-28 yang mengapresiasi kepimpinan Ratu Saba’ yang memerintah kerajaannya dengan adil dan saksama lagi makmur dan sejahtera. Diakhiri cerita Ratu Saba’ dan Nabi Sulaiman dengan kata-kata Ratu Saba’ yang bermaksud “dan aku tunduk bersama Sulaiman kepada Allah Tuhan sekalian alam”.

Tidaklah Ratu Saba’ tunduk kepada Nabi Sulaiman, atau merendah daripada Sulaiman, tetapi beliau berada di satu kedudukan yang sama dengan Nabi Sulaiman di hadapan Tuhan. Ayat ini menunjukkan taraf ratu kerajaan Saba’ ini adalah subjek primer sebagaimana Nabi Sulaiman, seorang raja kepada sebuah kerajaan yang amat besar, dan bukanlah ratu kedudukan sekunder kepada Nabi Sulaiman.

Dua dalil pertama tadi diabaikan terus konteksnya seperti sabab nuzul dan sabab wurudnya, dan teksnya ditafsir sebebas-bebasnya tanpa diikat dengan mana-mana ayat lain. Kalau tidak kerana misogini dan patriarki, apalagi sebabnya. Paling baik kita boleh husnuzzhan adalah pentafsir TERLUPA cerita Ratu Saba’ ini wujud dalam Al Quran sehingga mereka terlupa untuk berwaspada dalam membuat tafsiran. Tapi persoalannya kenapa boleh terlupa? Dalam bayangan kepala mereka imaginasi pemimpin perempuan atau khalifah perempuan mungkin tidak pernah wujud atau di luar batas kemampuan kognitif mereka untuk menerimanya. Mungkin…

Permasalahan ini juga menghinggapi tafsiran hadith. Bukan sedikit hadith yang eksplisit maknanya, tetapi maknanya dicairkan semata-mata untuk memenuhi nilai dan imaginasi patriarki. Sebagai contoh, hadith-hadith yang menegaskan perempuan tidak boleh dipaksa oleh wali untuk berkahwin, ada yang berani-berani mengatakan hadith-hadith itu cuma sekadar nasihat.

Dalam kepala mereka yang mengatakan sebegini, mereka kata kerana adanya konsep wali mujbir, iaitu wali yang wajib didengar kata atau dengan kata lain boleh memaksa. Kita menjadi bingung bagaimana hadith-hadith yang terlalu jelas dalam menegah wali memaksa anak perempuannya kahwin, menjadi hanya sekadar nasihat.

Hadith-hadith dhaif dan palsu menghina dan merendahkan perempuan disebarkan merata tanpa rasa malunya oleh para agamawan. Ramai ulama tidak terlepas daripada melakukan kesalahan ini. Hadith-hadith hasan dan sahih yang mengangkat suara-suara perempuan dan hak-hak perempuan dikesampingkan dan tidak diajar sebanyak hadis-hadis dhaif dan palsu tentang isteri dan perempuan solehah.

Yang tidak solehah pula dinerakakan berulang-ulang kali. Semua ini menuju kepada cita-cita yang satu walau tanpa secara sedar, iaitu ketaatan mutlak perempuan kepada lelaki lebih-lebih lagi suami. Hadith-hadith perempuan-perempuan yang menyanggahi Nabi dan suami tidak diceritakan sebanyak hadith perempuan yang bernama Muti’ah. Lalu tercipta satu imaginasi dalam kotak fikiran ramai orang Islam, perempuan yang ideal itu addalah perempuan yang taat dan tidak melawan.

Ramai juga ulama dan agamawan khianat yang menyorokkan fakta tentang hadis sahih dan hasan yang membenarkan banyak perkara yang patriarki dan misogini tidak mampu menelannya. Sebagai contoh, hadis tentang imam perempuan. Sudahlah dalil ini disorokkan, sesiapa yang mengamalkan hadis seperti ini disesatkan pula oleh agamawan dan ulama khianat ini.

Kerana mahu membenarkan perkara yang tidak benar, sanggup digunakan hadith munkar dan dalil-dalil tidak berkaitan untuk menguatkan pendapat mereka. Dalam keadaan seperti ini, metode ilmiah yang mereka telah pelajari untuk mengeluarkan fatwa langsung tidak berguna, kerana semata-mata hanya untuk memenuhi imaginasi patriarki mereka, mereka sanggup membakul sampahkan metode tersebut.

Banyak dosa patriarki dan misogini pada agama. Ia lebih awal berdosa menjadi perosak agama berabad-abad lamanya sebelum orientalisme. Tetapi kita menjadi hairan, mengapa perkara-perkara sejelas ini dibiarkan dan memporak-perandakan pemahaman agama terhadap kaum perempuan. Tidak perlu jadi feminis untuk mengesan dosa-dosa ini semua. Cukup menjadi objektif tanpa selektif sahaja, dan tugas kita adalah untuk mengkritik dosa-dosa ini agar ia dapat dihapuskan dan pengamal-pengamalnya bertaubat daripada mengulanginya. []

Huda Ramli

Huda Ramli

Nurhuda Ramli, Pegawai Program, Sisters In Islam, Malaysia.. Sebuah organisasi yang memperjuangkan hak wanita dalam rangka kerja Islam dan Hak Asasi Manusia

Terkait Posts

Digital Parent
Keluarga

Digital Parent: Anak Dalam Bayangan Kekerasan Online

6 November 2025
Fiqh Haid
Keluarga

Menafsir Ulang Fiqh Haid

6 November 2025
Disabilitas
Publik

Memperjuangkan Kontestasi Makna: Mengapa ‘Disabilitas’ Lebih Manusiawi dari ‘Cacat’

6 November 2025
Fiqh Haid
Keluarga

Fiqh Haid: Membebaskan Tubuh Perempuan dari Stigma Najis

6 November 2025
Belum Punya Anak
Personal

Luka dari Kalimat “Belum Sempurna Karena Belum Punya Anak”

6 November 2025
Pengalaman Perempuan
Keluarga

Ketika Nabi Saw Mendengar Pengalaman Perempuan

5 November 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Disabilitas

    Memperjuangkan Kontestasi Makna: Mengapa ‘Disabilitas’ Lebih Manusiawi dari ‘Cacat’

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Luka dari Kalimat “Belum Sempurna Karena Belum Punya Anak”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fiqh Haid: Membebaskan Tubuh Perempuan dari Stigma Najis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hak Anak atas Tubuhnya: Belajar Menghargai Batasan Sejak Dini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Wali Nikah, Antara Perlindungan dan Kesewenang-wenangan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Digital Parent: Anak Dalam Bayangan Kekerasan Online
  • Menafsir Ulang Fiqh Haid
  • Memperjuangkan Kontestasi Makna: Mengapa ‘Disabilitas’ Lebih Manusiawi dari ‘Cacat’
  • Fiqh Haid: Membebaskan Tubuh Perempuan dari Stigma Najis
  • Luka dari Kalimat “Belum Sempurna Karena Belum Punya Anak”

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID