Mubadalah.id – Tahukah kamu, pada tahun 2022 Kementerian Agama pernah merilis pedoman Qur’an bahasa Isyarat? kalau belum tahu, bisa segera cek di website Qur’an Kemenag atau langsung aja search dengan tajuk “Pedoman Qur’an Isyarat” atau “Panduan Belajar Membaca Al-Qur’an Isyarat”.
Lajnah Pentashih Mushaf (LPMQ) Balai Diklat dan Litbang Kemenag menyusun pedoman ini untuk memberikan akses belajar Al-Qur’an khususnya pada Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (PDSRW). Pedoman ini sebenarnya bisa berlaku lebih umum, misalnya bagi guru di sekolah-sekolah inklusif atau para pendakwah. Tujuannya sama, memenuhi hak belajar agama bagi difabel muslim, baik rungu maupun wicara.
Hak Difabel Muslim Belajar Agama
Kita sama-sama tahu bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kedudukan yang sama, begitu juga dalam hal pembelajaran agama. Melalui UU Penyandang Disabilitas Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 14 ayat c tentang Hak Keagamaan menyebutkan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak mendapatkan kitab suci dan lektur keagamaan lainnya yang mudah diakses berdasarkan kebutuhannya.
Ini berarti hak belajar membaca Al-Qur’an bagi difabel Muslim harus terpenuhi dengan menyediakan metode dan pedoman yang inklusif. Al-Qur’an turun dan tertulis sejak zaman Nabi Muhammad dengan menggunakan bahasa Arab.
Pada zaman awal Islam, banyak sekali huffadz yang notabene belajar langsung kepada Nabi Muhammad dan para sahabat. Pada zaman kekhalifahan, sahabat mulai mengumpulkan, menulis, hingga membukukan Al-Qur’an agar umat Islam seluruh dunia dapat belajar Al-Qur’an, di mana ketika itu para huffadz sudah banyak yang meninggal.
Semangat mempelajari dan menyebarkan Al-Qur’an tidak berhenti pada zaman Rasulullah, tetapi terus berkembang hingga saat ini. Hal ini semata-mata agar umat Islam di manapun berada dan bagaimanapun kondisinya dapat lebih mudah mengakses Al-Qur’an. Contohnya adalah adanya inovasi Qur’an huruf Braille dan Qur’an digital.
Bentuk Panduan Pedoman Qur’an Isyarat
Pedoman ini tersusun sebanyak 105 halaman yang berfokus pada bagaimana mentransfer teks Al-Qur’an pada difabel rungu dan wicara. Tiap bab memiliki beberapa sub bab yang mengandung penjelasan lebih rinci lagi seputar pengisyaratan huruf dan tanda baca Al-Qur’an.
Misalnya isyarat huruf alif (ا)adalah dengan telapak tangan menghadap ke kiri, jari menggenggam kecuali jempol yang menunjuk ke atas seperti huruf alif. Kemudian huruب ba’ (ب) dengan isyarat telapak tangan menghadap ke kiri, jari menggenggam kecuali jari telunjuk yang lurus menghadap ke atas.
Mengisyaratkan harakat fathah dengan cara mengisyaratkan huruf terlebih dahulu lalu menggerakkan dari arah kanan ke kiri. Kemudian mengisyaratkan harakat kasroh dengan cara mengisyaratkan huruf terlebih dahulu lalu menggerakkan tangan dari atas ke bawah. Pada buku panduan tersebut juga terdapat contoh menerapkan isyarat untuk huruf-huruf hijaiyah bersambung dari yang pendek hingga ayat cukup panjang.
Penduan step by step ini sangat penting agar difabel atau pengajarnya tidak susah ketika menerapkan membaca Al-Qur’an. Ada tujuh bab dalam buku tersebut, yaitu pertama, tentang isyarat untuk huruf hijaiyah.
Kedua, isyarat untuk harakat fathah, kasrah, dhammah. Ketiga, isyarat untuk harakat tanwin, keempat, isyarat untuk huruf hijaiyah bersambung, kelima, isyarat untuk bacaan panjang dua, empat, lima, atau enam harakat, keenam, isyarat untuk huruf muqarha’ah dan tanda waqar, ketujuh, isyarat untuk tajwid pada metode tilawah.
Tatacara Membaca Mushaf Qur’an Isyarat
Dalam membaca Al-Qur’an isyarat juga tetap berpegang pada tata cara membaca Al-Qur’an seperti biasa, seperti berwudhu, memakai pakaian yang suci, sopan, dan memperhatikan adab membaca Al-Qur’an. Selain itu, hendaknya menghadap kiblat dan tidak terburu-buru, khusyu’ seperti halnya membaca dengan tartil.
Difabel rungu dan wicara membaca Mushaf Qur’an Isyarat hendaknya menggunakan tangan kanan. Saat mempraktikkan isyarat, posisi tangan berada di atas pusar, di bawah area mata dan tidak melebihi sisi kanan tubuhnya.
Secara umum, pedoman ini memproyeksikan dua metode membaca, yaitu metode tilawah, dan kitabah. Tilawah artinya membaca, yaitu fokus pada membaca ayat Al-Qur’an dengan mengeja huruf, harakat, dan tanda baca dengan isyarat gerakan jari sesuai cara melafalkannya. Dalam metode ini, membaca dengan menerapkan hukum tajwid hanya ketika memungkinkan saja.
Kemudian metode kitabah, yaitu mengisyaratkan setiap huruf, harakat dan tanda baca seperti yang sudah tertulis di Mushaf Qur’an Isyarat. Pada metode ini, hanya mengisyaratkan tulisan yang tercantum mushaf saja, tanpa perlu mempraktikkan hukum tajwid Al-Qur’an.
Berdasarkan pernyataan Kementerian Agama Republik Indonesia, membaca Qur’an Isyarat memiliki kedudukan setara dengan bacaan lisan. Di mana isyarat dari penyandang disabilitas wicara merupakan metode yang sah sebagai bentuk komunikasi.
Terobosan Menarik, Praktiknya Belum Masif
Adanya pedoman Qur’an Isyarat adalah langkah penting untuk mewujudkan inklusivitas pendidikan agama bagi difabel. Tetapi dalam praktiknya masih perlu pengembangan dan kebijakan yang kuat untuk mendukung pelaksanaannya agar lebih efektif dan merata di Indonesia.
Terbitnya pedoman membaca Mushaf Qur’an Isyarat sebenarnya merupakan terobosan yang penting. Melihat latar belakang tersusunnya pedoman ini, terdapat diskusi yang melibatkan forum difabel di Indonesia.
Di antaranya komunitas Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (PDSRW), Juru Bahasa Isyarat (JBI), pengajar Sekolah Luar Biasa (SLB), dan tim pakar bahasa isyarat dari perguruan tinggi. Setidaknya forum ini bisa menjadi langkah awal menunjukkan kehadiran dan perhatian pemerintah untuk kaum difabel.
Penguatan regulasi, peningkatan kualitas guru, serta penyediaan media pembelajaran yang memadai akan menjadi kunci keberhasilan implementasi pedoman ini di masa depan. Dengan begitu, difabel Muslim dapat merasakan keadilan dan kesetaraan dalam mengakses pendidikan agama sesuai hak mereka. []