Mubadalah.id – Pada Juli 2024, Band Feast baru saja merilis lagu yang berjudul “Nina”. Lagu ini menjadi hal yang baru bagi Feast. Tak seperti pada biasanya, band ini terkenal lagu-lagunya yang kritis akan isu sosial dan politik. Dalam albumnya Membangun dan menghancurkan Feast mencoba mengeksplorasi sesuatu yang baru.
Lagu Nina sendiri diambil dari nama putri gitaris Feast, Adnan Satyanugraha. Melodinya yang lembut selaras dengan lirik dan makna yang diusung. Lagu “Nina” merefleksikan kasih sayang mendalam orang tua terhadap anaknya. Nampaknya kehadiran lagu “Nina” menjadi manifestasi dari keresahan, harapan, dan cinta yang kompleks antara orang tua dan anak.
Makna di Balik Lirik “Nina”
Pada intinya, “Nina” adalah cerminan hubungan antargenerasi yang sering diwarnai oleh harapan besar, ketegangan, dan tuntutan. Liriknya, yang mengandung elemen kritik sosial dan refleksi mendalam, mengajak pendengar untuk melihat bagaimana cinta orang tua kepada anaknya tidak hanya berupa keinginan untuk melindungi, tetapi juga keinginan agar mereka bisa menjalani hidup dengan lebih baik di tengah dunia yang penuh tantangan.
Misalnya, bagian lirik seperti:
“Saat engkau tertidur, aku pergi menghibur, beda kota, pisah raga, bukan masalahku. Lihat wajahmu di layar, ku tetap bersyukur.”
Menggambarkan realitas banyak orang tua modern yang harus berpisah dari anak-anak mereka demi pekerjaan atau kewajiban lain. Meskipun raga mereka terpisah, cinta mereka tidak pernah berkurang. Teknologi, meski tidak menggantikan kehadiran fisik, menjadi penghubung yang memperlihatkan rasa syukur akan kehadiran anak dalam hidup mereka.
Harapan Orang Tua : Cinta atau Beban?
Pada lirik lainnya seperti :
“Tumbuh lebih baik, cari panggilanmu, jadi lebih baik dibanding diriku.”
Mengandung harapan mendalam agar anak-anak mereka mampu menemukan jalan hidup yang lebih baik daripada yang mereka tempuh. Namun, harapan ini bukan tanpa dilema. Dalam konteks keluarga, cinta sering kali berwujud dalam bentuk tuntutan: “Jadilah sukses,” “Hidupkan mimpi yang pernah kami gagal wujudkan,” atau bahkan, “Jangan ulangi kesalahan kami.” Tuntutan-tuntutan ini, meskipun berasal dari cinta, bisa terasa seperti beban yang tak terelakkan bagi anak.
Namun, “Nina” mengingatkan kita bahwa di balik tuntutan tersebut, ada cinta yang tulus. Orang tua ingin anaknya memiliki kehidupan yang lebih baik, bukan karena mereka ingin mengontrol, tetapi karena mereka memahami kerasnya dunia. Mereka yang pernah melalui jatuh bangun hidup berharap anak-anak mereka tidak perlu mengulang kesalahan yang sama.
Refleksi tentang Ketidaksempurnaan
Bagian yang lain dari lirik ini :
“Saat engkau teringat, tengkar kita, manakala. Maaf atas perjalanan yang tidak sempurna. Namun percayalah, untukmu kujual dunia.”
Menghadirkan sisi reflektif tentang ketidaksempurnaan hubungan orang tua dan anak. Lagu ini mengakui bahwa perjalanan bersama tidak selalu mulus, penuh dengan perselisihan dan keterbatasan. Namun, cinta yang mendasari hubungan tersebut tetap menjadi komitmen yang tak tergoyahkan.
Kritik terhadap Realitas Sosial
Lagu ini juga menyentuh isu yang lebih luas: ketidakadilan sosial, tekanan ekonomi, dan tantangan zaman. Feast tidak hanya berbicara tentang hubungan personal antara orang tua dan anak, tetapi juga bagaimana sistem yang ada sering kali tidak berpihak pada generasi muda. Dalam dunia yang semakin kompetitif dan tidak merata, bagaimana harapan orang tua dapat dijalankan ketika sumber daya dan kesempatan tidak tersedia secara adil?
“Namun, selamanya diriku pasti berkutat, ‘tuk selalu jauhkanmu dari dunia yang jahat”.
Lirik ini menyiratkan kesadaran bahwa dunia luar sering kali tidak ramah. Orang tua, meskipun tahu bahwa mereka tidak bisa melindungi anak-anak mereka selamanya, tetap berusaha menciptakan ruang aman yang memungkinkan anak-anak mereka untuk tumbuh dengan damai.
Mengubah Harapan menjadi Dukungan
Lagu “Nina” mengajarkan kita pentingnya dialog antargenerasi. Alih-alih hanya menaruh harapan, orang tua perlu mendampingi dan memahami anak-anak mereka. Generasi muda, pada gilirannya, juga perlu mengakui bahwa harapan orang tua berasal dari pengalaman dan cinta yang mendalam. Dengan saling mendengarkan, harapan yang awalnya terasa seperti beban dapat berubah menjadi bentuk dukungan yang saling menguatkan.
Lagu “Nina” lebih dari sekadar ungkapan kasih sayang orang tua kepada sang anak. “Nina” juga bisa dimaknai sebagai proses pendewasaan. Sebab suatu saat kita pun akan menjadi “Nina”.
Pada akhirnya, dari lagu ini kita belajar bahwa cinta orang tua bukanlah tentang kontrol, tetapi tentang keinginan untuk melihat anak-anak mereka menjalani hidup yang lebih baik. Dan dari sisi anak, lagu ini mengajarkan bahwa memahami cinta itu membutuhkan keberanian untuk mendengarkan, menerima, dan bertumbuh bersama. []