Mubadalah.id – Soekarno, seorang presiden pertama Republik Indonesia, pernah mengatakan “beri aku sepuluh pemuda maka akan kuguncangkan dunia”, sementara dalam permainan sepakbola, saya perlu mengatakan “Indonesia harus punya sebelas pemuda jago bermain bola, maka Piala Dunia bukan sebatas angan-angan belaka”.
Saya sengaja mengawali tulisan ini dengan mengutip perkataan Soekarno tersebut. Jika Bung Karno saja membutuhkan 10 pemuda untuk mengguncang dunia. Maka Pandawara Group, cukup dengan beranggotakan lima pemuda saja, sudah bisa mengguncang dunia, minimal negara Indonesia.
Kalimat terakhir paragraf kedua yang saya tulis memang terkesan agak berlebihan, namun begitulah faktanya. Fyi, Pandawa Group merupakan sekelompok pemuda terdiri dari lima orang. Yakni Ikhsan Destian, Gilang Rahma, Muhammad Rifqi, Rafly Pasya, dan Agung Permana, yang belakangan ini populer karena aksi merawat bumi, dan bersih-bersih sampah yang mereka lakukan.
Dalam satu tahun terakhir ini, aksi mereka mengurangi tumpukan sampah di sungai dan pantai. Kemudian mereka posting di media sosial, khususnya tiktok dan instagram, menuai apresiasi dari masyarakat. Tidak hanya itu, aksi merawat bumi mereka juga meninggalkan jejak positif. Yakni tempat yang tadinya kotor dan kumuh, menjadi jauh lebih bersih, karena mereka juga mampu menggerakan ratusan bahkan ribuan orang bergotong royong membersihkan sampah.
Lima pemuda tersebut berasal dari Bandung, Jawa Barat. Nah, aksi mereka membersihkan lingkungan mereka mulai sejak Agustus 2022 dan videonya dibagikan via Tiktok lalu viral. Pada awal terbentuknya, mereka lebih sering melakukan kegiatannya di tempat kelahirannya, seperti membersihkan sungai dan selokan yang terpenuhi sampah.
Hasil dari jerih payah yang mereka lakukan selama ini, akhirnya mendapat penghargaan Changemakers of the Year pada ajang Tiktok Awards 2023.
Bikin Konten Peduli Lingkungan, Nggak Salah Kok!
Meski demikian, tidak semua orang suka dengan aksi yang mereka jalankan. Saat awal kemunculannya di Tiktok, kelima pemuda tersebut dikritik oleh banyak netizen. Netizen menilai mereka “memberantas” sampah hanya sekedar untuk konten. Tidak sedikit pula orang-orang yang menilai mereka hanya cari sensasi.
Kritik dari netizen kepada Pandawara Group setidaknya membuktikan bahwa tidak semua orang peduli terhadap kebersihan lingkungan. Netizen yang mengecam tindakan Pandawara Group mungkin saja adalah golongan orang-orang yang acuh terhadap keberlanjutan masa depan.
Mereka (netizen) mungkin saja iri terhadap Pandawara Group, yang sukses memberikan dampak positif terhadap lingkungan, sedangkan para pengkritik sendiri tidak mampu atau bahkan tidak mau berbuat hal yang lebih baik.
Pandawara Group sendiri tidak mempersoalkan sikap orang-orang yang tidak suka dengannya. Menampik tudingan tersebut, mereka pun tetap melakukan aksi pembersihan sungai yang sampahnya menumpuk.
Gilang Rahma dkk, lebih lanjut, menjelaskan jika pembuatan konten bukan bertujuan untuk viral. Mereka ingin menginspirasi orang lain untuk lebih peduli dengan kebersihan dan tidak membuang sampah sembarangan, termasuk di sungai.
Bagi saya, juga tidak masalah jika aksi Pandawara Group hanya bertujuan untuk konten semata. Toh, konten yang mereka produksi adalah kampanye kebersihan lingkungan. Setidaknya, konten bersih-bersih lingkungan yang dibuat lima pemuda tersebut, lebih baik daripada konten kekerasan atau pembullyan yang selama ini marak terjadi.
Saya melihat aksi para pemuda tersebut lebih kepada tujuan sosial mereka menyelamatkan bumi. Di saat bumi, planet yang kita huni ini, dalam kondisi krisis lingkungan, ternyata masih ada para pemuda yang, minimal gemar berbuat meminimalisir terjadinya degradasi lingkungan. Aksi Pandawara Group, saya kira patut kita acungi jempol, kita apresiasi, dan kita dukung sepenuhnya, baik masyarakat atau pemerintah.
Merawat Bumi: Bersuara dan Aksi
Pandawara Group hanyalah satu dari beberapa komunitas, atau organisasi, yang mengatasnamakan sebagai aktivis lingkungan. Banyak perkumpulan pemuda di daerah lain yang hobi merawat bumi, meski mereka (mungkin) tidak sepopuler Pandawara Group, yang “pengikutnya” di media sosial sudah berjuta-juta orang. Selain Pandawara Group, yang saya tahu, ada pula yang namanya Greenpeace Indonesia, dan komunitas peduli lingkungan lainnya.
Dalam menjalankan aksinya menjaga bumi, entah pembersihan sampah, atau aktivitas “hijau” lainnya, komunitas-komunitas yang ada biasanya juga melakukan kampanye di ruang digital. Mereka menjalankan persuasi tentang lingkungan hidup. Yakni menjaga dan merawat alam, larangan berbuat kerusakan di bumi, dampak akibat kerusakan lingkungan, dan lain sebagainya.
Artinya, gerakan yang mereka tunjukan bukan cuma berlandaskan praktik di lapangan, tetapi juga diseminasi di ruang digital. Suara-suara mereka untuk mengingatkan masyarakat akan pentingnya memelihara lingkungan, memang sangat penting dilakukan. Upaya-upaya penyadaran kepada masyarakat untuk tidak buang sampah sembarangan, misalnya, perlu kita gaungkan lebih luas lagi.
Dalam hal ini, Pandawara Group telah melakukan tugas tersebut yakni bersuara dan beraksi. Dengan followers yang tidak sedikit, cukup mudah bagi Pandawara Group untuk memberi edukasi kepada masyarakat. Mereka membikin konten yang menarik atensi masyarakat, lalu mereka mengajak, dan puncaknya: bersama masyarakat sekitar beramai-ramai membersihkan sampah yang menumpuk.
Pandawara Group telah beberapa kali membuktikan bahwa aksinya itu cukup sukses memberikan efek positif. Seperti saat mereka membuat konten di pantai Loji, Sukabumi, Jawa Barat. Konten mereka yang berjudul “Pantai Terkotor Nomor 4 di Indonesia” sangat sukses menggerakkan Karang Taruna dan pemerintah daerah setempat, untuk bahu membahu membersihkan sampah di pantai Loji. Andai kata Pandawara Group tidak memviralkan pantai tersebut, bisa jadi pemerintah setempat tidak akan bergerak.
Harapan Kepada Pemuda di Momen Sumpah Pemuda
Pandawara Group adalah contoh pemuda yang bisa kita jadikan inspirasi. Di momen Sumpah Pemuda, yang kita peringati setiap 28 Oktober, saya hanya bisa berharap semoga akan lahir Pandawara-pandawara Group baru lainnya, yang punya niat mulia untuk menjaga dan melestarikan bumi yang kita tempati ini.
Keberadaan barisan muda-mudi yang peduli isu lingkungan, di era krisis iklim, sangat-sangat kita butuhkan. Kuncinya adalah keberanian, minimal berani menyuarakan. Saya kemudian jadi teringat kalimat dari Pramoedya Ananta Toer “Kalian pemuda, kalau kalian tidak punya keberanian, sama saja dengan ternak karena fungsi hidupnya hanya beternak diri.”
Kalau kata teman saya, pemuda harus punya nyali menyuarakan hak-hak masyarakat sipil dan lingkungan hidup. Jika Bima Yudho Saputro, sang Tiktokers yang sukses bikin jalan-jalan di Provinsi Lampung akhirnya diperbaiki, Pandawara Group yang berjaya bikin Pemerintah Sukabumi bergerak membersihkan pantai Loji, lantas kita bisa berbuat apa? []