Mubadalah.id – Jika merujuk pada penjelasan Ibn Asyur terkait cara mendidik anak dengan cara memukul, maka tindakan ini menurutnya merupakan tindakan yang tidak efektif untuk membuat anak menjadi baik.
Bahkan bisa jadi pemukulan kepada anak akan berdampak lebih buruk untuk kehidupannya di masa depan.
Lebih lanjut, pemukulan juga tidak akan mengubah anak menjadi individu yang baik. Tetapi bisa semakin buruk dan anak justru belajar tentang kekerasan untuk dilakukan pada sebayanya atau yang lain.
Terlebih lagi dengan kondisi seseorang yang memukul anak, baik orang tuanya, wali, maupun gurunya, lebih sering karena kemarahan, dibanding karena benarbenar ingin mendidik dan mendisiplinkan.
Hal ini, menurut Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Fikih Hak Anak, sama persis dengan kondisi para laki-laki ketika memukul istri mereka. Artinya, dengan kerangka maqashid terkait hak anak, segala bentuk kekerasan fisik dan psikis adalah perbuatan terlarang, sekalipun sebagai metode pendidikan.
Pemukulan bisa menggantinya dengan segala tindakan tegas, namun bukan kekerasan fisik dan psikis, untuk mendidik anak dan membiasakannya dengan teladan-teladan kebaikan.
Pembahasan isu pemukulan dalam pendidikan ini yang menggunakan kerangka maqashid al-syari’ah masih jarang menggunakannya.
Dengan menerjemahkan lima prinsip universal (al-kulliyyat al-khams) sebagai basis pelarangan kekerasan fisik, karena melanggar prinsip perlindungan jiwa anak (hifzh al-nafs).
Kemudian prinsip perlindungan akal intelektual mereka (hifzh al-‘aql). Lalu masa depan anak untuk berkeluarga (hifzh al-nasl), potensi anak untuk cakap dalam hal ekonomi (hifzh al-mal). Serta nilai-nilai agama (hifzh al-din) terutama tentang prinsip kasih sayang. (Rul)