Mubadalah.id – Saya baru saja menyelesaikan salah satu pembahasan penting yang termuat dalam buku KH Husein Muhmmad yang berjudul Perempuan Islam & Negara. Dalam buku tersebut, Kiai Husein secara serius mengomentari perihal kesehatan dalam bab Perempuan dan Keluarga. Atas dasar ini kiranya perlu melihat pesan penting tentang Islam, dan arti kesehatan bagi seorang muslim yang ia sampaikan.
Pentingkah Kesehatan dalam Agama Islam?
Husein terlebih dahulu memaparkan data bahwa di Indonesia masih abai terhadap problem kesehatan khususnya bagi perempuan dan anak. Problem kesehatan tidak hanya terbatas dalam aspek fisik saja melainkan kita lihat dari aspek mental, intelektual, seksual, dan aspek-aspek lainnya.
Berdasarkan realitas tersebut, Ia kemudian mempertanyakan kenapa problem kesehatan tersebut terjadi di bumi Indonesia yang mayoritas penduduknya orang-orang Islam. Pertanyaan lain yang muncul adalah sejauh mana agama dapat memberikan solusi dan sejauh mana pula tindakan yang harus seorang muslim ambil.
Pertanyaan-pertanyaan kritis oleh Husein tadi, bagi saya mempertanyakan hal yang begitu mendasar, adakah diskursus tentang kesehatan dalam Islam, dan arti kesehatan bagi seorang muslim. Karena yang selama ini tertangkap oleh masyarakat Islam hanya berkutat soal ibadah ataupun hukum. Seakan-akan Islam mengabaikan aspek sosial yang sebenarnya diberikan porsi lebih sejak dahulu. Pengabaian inilah yang seharusnya kita berikan perhatian lebih lagi oleh segenap cendekiawan muslim.
Makna “Islam”
Berkaitan atas pertanyaan-pertanyaan sebelumnya Kiai Husein memberikan jawaban yang fundamental dengan menggali makna dari Islam itu sendiri. Islam dari akar katanya saja sudah memiliki makna selamat, sehat, dan sejahtera. Dan salah satu cita-cita dari Agama Islam menurut Husein adalah menciptakan keselamatan dan kesejahteraan secara lahir dan batin.
Kemudian untuk memperkuat pandangannya, Ia memanggil QS. Al-Baqarah: 201, ayat yang sudah populer kita baca, pahami, dan dihafal oleh umat Islam. Saya kira rata-rata orang Islam di Indonesia familier dengan ayat yang lebih kita kenal dengan istilah doa sapujagat yang berbunyi,
وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّقُوْلُ رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Artinya: “Di antara mereka ada juga yang berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta lindungilah kami dari azab neraka.”
Penjelasan Kiai Husein terhadap ayat di atas fokus kepada pemaknaan kalimat fi al Dunya Hasanah (kebaikan di dunia). Makna dari kalimat tersebut mencakup ke dalam tiga dimensi yaitu ruhani (mental dan spiritual), jasmani (tubuh, badan), dan sosial. Ketiga hal tersebut saling berkelindan satu sama lain untuk menciptakan kemaslahatan untuk umat Islam.
Hilangnya Ruh Islam dalam Diri Seorang Muslim
Upaya penjelasan mengenai arti kesehatan bagi seorang muslim dalam agama Islam yang Kiai Husein Muhammad lakukan ini, merupakan bentuk dari perhatiannya atas isu-isu yang kerap terabaikan. Salah satu isunya adalah mengenai kesehatan dalam Islam yang saya kira masih perlu kita tinjau dan diskusikan agar lebih menarik lagi.
Pengabaian ini menjadi salah satu faktor hilangnya ruh Islam dalam diri seorang Muslim. Kajian mengenai kesehatan yang sebenarnya penting kita lakukan namun terabaikan karena tidak berkaitan dengan hubungan Tuhan. Padahal memerhatikan kesehatan merupakan tanggung jawab atas tubuh yang telah Tuhan berikan kepada manusia. Karena kalau tidak bertanggung jawab atas tubuh yang telah Tuhan titipkan, kita telah berperilaku zalim atas titipan-Nya.
Sampai di sini kajian mengenai kesehatan dalam Islam tidak hanya terbatas dalam diskusi ataupun forum-forum khusus saja. Apalagi terbatas hanya terbatas mengungkapkan pemaknaan yang ada di dalam literatur-literatur Islam. Perlu tindakan yang lebih konkrit agar kesehatan menjadi bagian intrinsik dalam diri seorang muslim, bukan malah mengabaikannya.
Tentu pemikiran KH Husein Muhammad ini dapat menjadi pemantik untuk memulai dan menyuarakan arti pentingnya kesehatan yang ada dalam Islam. Kita dapat memulainya dari diri sendiri dan mungkin orang-orang terdekat kita agar memperhatikan hal-hal seperti ini. Kalau bukan memulainya dari kita, lalu siapa lagi? []