Mubadalah.id – Di dalam al-Qur’an setidaknya ada empat ayat yang dirujuk para ulama dalam memandang birr al-walidain sebagai ajaran dasar Islam, yaitu dalam QS. al-Baqarah (2): 83, QS. al-Nisa (4): 36, QS. al-An’am (6): 151, dan QS. al-Isra (17): 23.
Keempat ayat itu menggunakan kata ihsan untuk perlakuan terbaik kepada kedua orang tua. Ajaran ihsan kepada kedua orang tua disandingkan oleh ayat-ayat ini dengan tauhid kepada Allah Swt.
Beberapa ayat lain juga menegaskan bahwa birr al-walidain merupakan ajaran dasar Islam, QS. al-Ankabut (29): 8 dan QS. Luqman (31): 15.
Nabi Muhammad Saw juga menyatakan bahwa birr al-walidain dipandang sebagai perbuatan yang paling dicintai Allah Swt setelah shalat dan sebelum jihad fi sabilillah.
Dari Abdullah bin Mas’ud r.a berkata: Aku bertanya kepada Nabi Saw tentang amal perbuatan yang paling dicintai Allah Saw.
Nabi Saw menjawab, “Shalat pada waktunya.” “Lalu apa?” kata Abdullah bin Mas’ud. “Berbakti kepada kedua orang tua,” jawab Nabi Saw. “Apa lagi?” tanya Abdullah. “Berjihad di jalan Allah Swt,” jawab Nabi Saw. (Shahih al-Bukhiri, no. 526).
Ajaran birr al-walidain bagian dari akhlak karimah. Ia bersifat terbuka dan implementasinya sesuai dengan kebiasaan setempat, logika umum masyarakat, dengan tetap mengacu kepada ajaran-ajaran dasar syariat.
Memenuhi kebutuhan kedua orang tua dengan memperhatikan konteks, tempat yang berbeda, usia, kelas sosial, pendidikan, jenis kelamin, juga bagian dari birr al-walidain.
Berbuat yang Terbaik
Al-Qur’an secara umum meminta umat Islam untuk memberikan yang terbaik bagi kedua orang tua (ihsan), tidak membuat mereka tersinggung, tidak membentak. Tetapi bertutur kata baik dengan penuh kasih sayang dan selalu memanjatkan doa untuk mereka (QS. al-Isra (17): 23-24).
Perintah birr al-walidain berlaku bagi anak yang sudah dewasa (mukallaf), bukan anak kecil yang masih dalam proses pertumbuhan. Tidak benar jika ada orang tua yang menyalahkan, membentak, dan menghukum dengan kekerasan, kepada anak kecil karena tidak berbakti kepadanya.
Pada usia anak, tugas kedua orang tuanya adalah mendidik dan membiasakan mereka pada ajaran birr al-walidain dengan penuh kasih sayang.
Bukan dengan memaksa, membentak, atau dengan kekerasan. Anak kecil yang “bersalah” tidaklah berdosa (Sunan Abu Dawid, no. Hadis: 4400), karena belum terkena perintah agama (taklif).
Sementara kedua orang tua yang membentak dan melakukan kekerasan sudah terkena taklif, dan melanggar ajaran kasih sayang terhadap anak-anak (birr al-aulid).
Dari Aisyah ra., bahwa Rasulullah Saw bersabda, telah aku angkat pena (pertanggungjawaban hukum) dari tiga orang. Yaitu orang yang tidur sampai terbangun, orang yang sakit (jiwa, atau gila) sampai sembuh, dan anak kecil sampai ia dewasa.” (Sunan Abu Dawud, No. 4400). []