• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Pentingnya Mencerdaskan Kehidupan Bangsa Sejak Dini

Bagi saya, apa yang pemerintah lakukan tak lebih dari membongkar-pasang kubah dan lupa bahwa fondasi yang ada tak cukup kokoh untuk menopangnya. Pemerintah terlalu sibuk meracik kebijakan-kebijakan cantik berstandar tinggi.

Dimas Candra Dimas Candra
05/10/2023
in Publik
0
Mencerdaskan Kehidupan Bangsa

Mencerdaskan Kehidupan Bangsa

931
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Namun apa pun alasannya, ketimpangan di dunia pendidikan tetap tak bisa dibenarkan. Bagaimanapun, mencerdaskan kehidupan bangsa adalah tujuan negara yang dengan jelas terpampang dalam Pembukaan UUD 1945.

Mubadalah.id – “Hehehe, lali, Mas,” ucapnya sembari memasang wajah penuh rasa bingung. Saat itu bukan hanya dia yang bingung, tetapi juga saya yang bingung atas kebingungannya.

Sebut saja namanya Ali (nama samaran). Seorang anak kecil yang tinggal di tengah kota yang dicap sebagai kota pendidikan, Kota Malang. Ia baru saja lulus SD dan kini duduk di bangku SMP.

Bersama beberapa temannya: Husen, Syifa, Risa, Dila, Dimas, dan Andi; setiap malam—setiap hari Senin hingga Kamis—Ali selalu datang ke sebuah rumah untuk mengikuti bimbingan belajar.

Dan kebetulan, saya merupakan salah satu pengajar matematika di tempat itu. Awalnya saya melihat mereka sebagaimana anak SMP pada umumnya—sedikit bandel dan ndableg. Lebih memilih bermain Free Fire ketimbang harus menyelesaikan tugas mereka.

Baca Juga:

Film Pengepungan di Bukit Duri : Kekerasan yang Diwariskan

Menyusui Anak dalam Pandangan Islam

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Menemani Mereka Belajar

Namun setelah beberapa kali menemani mereka belajar, anggapan saya tentang mereka bertambah. Bukan hanya sedikit bandel dan ndableg, mereka juga anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan dasar secara penuh.

Dalam suatu kesempatan, saya pernah bertanya pada Ali. Kala itu membahas bab aljabar yang merupakan materi yang sedang dipelajarinya di sekolah. “14 + 3, berapa?” tanya saya.

Dan jawaban Ali sama persis seperti apa yang saya tuliskan di awal tulisan ini. Tentu jawabannya mengejutkan bagi saya. Seorang anak yang sudah duduk di bangku SMP, tetapi masih belum mengerti perhitungan sederhana.

Hal ini tidak hanya terjadi pada Ali, tetapi juga pada teman-temannya yang lain. Mereka semua memiliki kendala yang sama, yaitu numerik dasar seperti pergandaan dan penjumlahan. Suatu persoalan yang seharusnya sudah tuntas sejak SD.

Apa yang terjadi pada Ali dan teman-temannya adalah bukti bahwa ketimpangan di pendidikan dasar itu masih ada, bahkan terjadi di perkotaan.

Memang, ada banyak kemungkinan mengapa sekelas anak SMP masih kesulitan dalam hal kabagtakur. Entah lingkungan yang tak mendukung, sarana dan prasarana kegiatan belajar mengajar yang tidak memadai, learning loss semasa pandemi, atau lain sebagainya.

Namun apa pun alasannya, ketimpangan di dunia pendidikan tetap tak bisa dibenarkan. Bagaimanapun, mencerdaskan kehidupan bangsa adalah tujuan negara yang dengan jelas terpampang dalam Pembukaan UUD 1945. Lalu bila di tingkat pendidikan dasar saja masih terjadi ketimpangan, maka kehidupan bangsa yang mana yang ingin dicerdaskan?

Kebijakan Pemerintah

Pemerintah memang bukan tanpa kerja. Berbagai kebijakan silih berganti menghiasi pendidikan dasar. Mulai dari zonasi, penghapusan ujian nasional, kurikulum darurat semasa pandemi, hingga kurikulum merdeka.

Tujuannya jelas mulia, untuk menghadirkan pendidikan berkualitas—yang barangkali juga sekaligus untuk mencetak tenaga murah guna memenuhi kebutuhan pasar.

Namun, bagi saya, apa yang pemerintah lakukan tak lebih dari membongkar-pasang kubah dan lupa bahwa fondasi yang ada tak cukup kokoh untuk menopangnya. Pemerintah terlalu sibuk meracik kebijakan-kebijakan cantik berstandar tinggi.

Akan tetapi, mereka lupa jika tak semua sekolah mampu mengimplementasikan kebijakan itu dengan baik. Mereka lupa dan tutup mata bahwa tak semua sekolah memiliki sarana dan prasarana seperti sekolah-sekolah swasta atau sekolah berstandar internasional.

Pemerintah melalui dinas pendidikan di tiap provinsi dan kota/kabupaten seharusnya bisa lebih getol untuk memperbaiki hal-hal mendasar seperti kesejahteraan dan kecakapan guru serta tenaga pendidik dan sarana prasarana penunjang pembelajaran.

Pemerintah juga perlu memastikan bahwa pendidikan yang baik dapat semua kelas masyarakat akses. Ketiga hal tersebut merupakan fondasi pendidikan di tingkat dasar dan harus menjadi fokus utama untuk dibenahi.

Sebab, kebijakan-kebijakan yang telah pemerintah racik ciamik itu tak akan pernah berjalan maksimal apabila tak ada perbaikan secara signifikan pada hal-hal mendasar. 

Sarana dan Prasarana

Pemerintah kiranya harus belajar banyak dari sekolah swasta dan sekolah berstandar internasional tentang penyelenggaraan pendidikan. Pemerintah perlu melihat bagaimana sarana dan prasarana yang memadai sangat berpengaruh dalam terselenggaranya pendidikan berkualitas.

Selain itu, pemerintah juga perlu melihat bagaimana mereka menentukan standar pendidikannya. Sebab, rasanya standar “cerdas” milik pemerintah berbeda dengan standar “cerdas” milik sekolah swasta dan sekolah berstandar internasional.

Saya jadi teringat seorang anak di tempat itu. Ketika saya tanya apa pun, jawabannya selalu sama, “Yo mboh, Mas. Salahe pemerintah.” Barangkali itu hanya gurauan tanpa maksud apa-apa. Namun, saya rasa ia mengatakan kebenaran. [] 

Tags: anakbangsaDasarkebijakanMalangMencerdaskanorang tuapemerintahpendidikansekolah
Dimas Candra

Dimas Candra

Mahasiswa matematika di Universitas Brawijaya. Lahir dan besar di Semarang. Bosan dengan bahasa yang ndakik-ndakik. Suka nulis apa aja, tapi juga sering  malas menyelesaikan tulisan. Sementara sedang berselancar untuk mendalami isu gender, pendidikan, sosial, dan lingkungan.

Terkait Posts

Peran Aisyiyah

Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

20 Mei 2025
Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

20 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Film Pengepungan di Bukit Duri : Kekerasan yang Diwariskan
  • Pengertian dan Hadits Larangan Melakukan Azl
  • Rahasia Tetap Berpikir Positif Setiap Hari, Meski Dunia Tak Bersahabat
  • KB dalam Hadits
  • Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version