Mubadalah.id – Ketika perjuanganmu mulai melelahkan, tahukah kamu? Siti Hajar bolak-balik 7 kali antara Shofwa dan Marwah, tapi air zam-zam justru beliau temukan di dekat kaki putranya, Ismail. Dari sinilah kita tahu bahwa, “Ikhtiar itu perbuatan sedangkan rizki itu kejutan.” Begitulah kira-kira kutipan pada status guruku di Pesantren.
Saat terbesit kata Iduladha, maka benak orang akan menangkap potret kurban dan ibadah haji. Sejarah tentang keduanya pun tak akan lepas dari kisah Nabi Ibrahim, Nabi Ismail dan Siti Hajar. Salah satu keluarga yang sangat memberi pengaruh pada terbentuknya peradaban Islam terkhusus pada momentum Iduladha.
Ketakwaan Nabi Ibrahim dan ketabahan Nabi Ismail yang hendak menjalankan perintah Allah untuk disembelih sudah tenar di mana-mana. Kuasa Allah yang menggantinya dengan domba pun, sehingga menjadi awal mula disunnahkannya kurban dengan binatang peliharaan sudah tak asing lagi, terkhusus bagi para santri di Pesantren.
Ketakjuban akan kedua Nabi Allah tersebut nampaknya seringkali mengaburkan kita akan perjuangan dan kepedihan yang terpendam dalam diri seorang istri juga ibu, yakni Siti Hajar.
Meski tak sedikit pula yang mengekspos kehebatan Siti Hajar, sudahkah nama itu juga spontan ikut terbesit dalam benak kita saat momentum Iduladha hadir di depan mata? Seberapa kuat kesan terhadap kemuliaan Siti Hajar sebagaimana keterkesanan kita akan Nabi Ibrahim dan Ismail? Sepertinya belum seratus persen.
Ketakwaan Siti Hajar
Hewan-hewan kurban terlihat berjejer di halaman Pondok Pesantren yang tidak meliburkan santrinya pada Hari Raya Idul Adha. Setelah melaksanakan Shalat Ied, para santri pun nampak penasaran dengan proses penyembelihan hewan-hewan kurban tersebut.
Saat seperti itulah, mereka yang sudah mendengar cerita ketakwaan Nabi Ibrahim saat diperintah menyembelih Ismail berputar-putar di kepala. Mereka seolah lupa satu orang yang mungkin sakitnya lebih pedih, yakni ketabahan seorang Ibu, bernama Siti Hajar.
Sebelum itu mari kita mengingat kilas balik kisah Nabi Ismail saat masih bayi. Kala itu dia dalam gendongan Ibundanya, Siti Hajar yang menelan pahitnya diasingkan di gurun pasir sehingga mengalami dehidrasi. Kepanikan akan keselamatan bayinya membuat Siti Hajar berlarian dan berputar-putar tak tentu arah berharap menemukan air. Siapa sangka, jika atas kuasa Allah, air malah muncul di dekat tendangan telapak kaki Ismail.
Pentingnya Para Santri Meneladani Siti Hajar
Ketabahan Siti Hajar tersebut mendapat pertolongan Allah sebagai balasan atas ketakwaannya dengan perintah Allah yang menyuruh Nabi Ibrahim mengasingkannya. Tidak terbayangkan bagaimana perasaan seorang istri yang baru pertama kali memiliki bayi, dengan keadaan susah payah justru harus ikut mengemban perintah Kenabian.
Kemuliaan jiwa Siti Hajar yang mampu menopang kepedihan tersebut menjadikannya salah satu Ibu Para Nabi yang namanya abadi dalam al-Qur’an. Kisahnya tersebut masyhur dan menjadi awal mula sa’i atau berlari kecil antara Shafa dan Marwah sebagai salah satu rukun haji seperti yang tercantum dalam QS. Al-Baqarah ayat 158.
Bagi umat muslim yang melaksanakan haji tentu teringat akan perjuangan Siti Hajar ini. Tetapi bagi yang tidak sedang ibadah haji, ada saja yang belum atau tidak tahu akan kisahnya, termasuk beberapa santri.
Karena itu, penting bagi santri, ketika menjalani momentum Iduladha, diberikan pengetahuan tentang keterkaitan Ibadah Haji dan Iduladha. Sebab dalam prosesi sa’i atau berlari kecil itu terdapat kemuliaan, ketabahan, keteguhan, perjuangan dan ketakwaan seorang perempuan. Pengetahuan itu bisa diberitahukan lewat khutbah, mengiringi materi pelajaran, atau dalam tulisan-tulisan lewat mading pondok.
Keteguhan Siti Hajar
Kalimat mutiara yang tercantum dalam paragraf pertama tulisan ini nampaknya sangat cocok menjadi motivasi bagi setiap orang. Para santri yang tengah menjalani proses menemukan jati diri dalam lingkungan pesantren juga seharusnya meneladani perjuangan Siti Hajar.
Keteguhan Siti Hajar yang menekadkan diri untuk bertahan di gurun pasir bersama putranya Ismail akhirnya mendapat bukti kekuasaan dan pertolongan Allah Swt. Siti Hajar melakukan ikhtiar dengan berlari kecil antara Shafa dan Marwah.
Meskipun tidak mungkin sebab gurun pasir terkenal dengan sedikitnya sumber air, Siti Hajar tak putus harapan. Dia teguhkan diri bahwa pasti akan menemukan air. Sampai kemudian keajaiban dan rezeki itu memang membuatnya terkejut. Apa yang ia usahakan sampai hampir putus asa justru beliau dapatkan di tempat yang tidak terduga.
Menempatkan Siti Hajar Pada Kemuliaan Yang Tinggi
Kira-kira seperti itulah teladan keteguhan Ibunda Siti Hajar untuk para santri. Selain hal ini, penting juga agar santri mensejajarkan kemuliaan Siti Hajar dengan kemuliaan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam keikhlasannya melepas sang putra untuk dikorbankan.
Hati ibu yang mana yang akan tega bila anaknya akan disembelih, terlebih oleh Ayahnya sendiri. Meski dengan dasar memenuhi perintah Allah Swt. pasti akan ada kepedihan dalam jiwa Siti Hajar. Namun dengan kemuliaannya, Siti Hajar justru mencoba ikhlas dan tabah akan keputusan Nabi Ibrahim dalam menjalankan perintah Allah Swt.
Oleh karena itu, para santri hendaknya mulai mengingat pula kemuliaan Siti Hajar sebagaimana mengingat kemuliaan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Para santri harus mulai merekam kisah Siti Hajar dalam ingatan mereka ketika momentum Idul Adha dan saat prosesi menyembelih hewan kurban. Bahwa ada ketakwaan dan kemuliaan seorang Ibu yang mencoba tabah ketika putranya hendak dikorbankan. []