Mubadalah.id – Terlepas dari perdebatan terminologis di atas, bagaimana pun ulama mempunyai kedudukan istimewa di tengah masyarakat.
Menurut al-Qur’an, ulama adalah orang-orang yang paling dekat dengan Tuhan. Merekalah orang yang paling takut kepada-Nya, sebagaimana bunyi Alquran: “Innama yakhsya Allah min ‘ibadihi al-‘ulama“(QS Fatir [35]: 28).
Ayat ini ingin menegaskan bahwa ulama adalah mereka yang hati dan pikirannya senantiasa mengingat Tuhan dan takut tidak bisa melaksanakan perintah-perintah dan larangannya dengan baik. Pernyataan ini tampaknya lebih menunjukkan pada aspek moralitas yang harus dimiliki ulama.
Pada ayat lain ulama menempati kedudukan istimewa di hadapan Tuhan, karena tugasnya yang sangat penting dan besar: sebagai penegak keadilan di antara manusia. Al-Qur’an menyatakan:
Tuhan memberi kesaksian bahwa tidak ada Tuhan kecuali Dia. Dan para Malaikat dan orang-orang yang mempunyai ilmu, sebagai penegak keadilan (QS. Ali Imran [3]: 18).
Para santri di pesantren sangat hafal ayat al-Qur’an yang menyatakan: “Tuhan mengangkat derajat berlipat ganda orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan.”
Predikat paling sering kita ingat dalam memori kolektif masyarakat beragama adalah al-ulama waratsah al-anbiya, ulama adalah para pewaris para nabi.
Kemudian, predikat lain adalah al-ulama siraj al-ummah (ulama adalah lampu yang menyinari umatnya) dan sebagainya. Santri-santri di pesantren juga sangat hafal bahwa seorang alim, faqih yang menjaga kehormatannya lebih para setan takuti. Bahkan daripada seribu orang yang tekun ibadah. []